Minggu, 18 Oktober 2015

Pekerja Anak (Child Labor)

Ngunandiko.92





Pekerja Anak
(Child Labor)

Penggunaan anak kecil sebagai pekerja sekarang ini dianggap oleh negara-negara kaya sebagai pelanggaran  hak asasi manusia, dan mereka melarangnya, tetapi negara miskin mungkin masih mengijinkan karena keluarga seringkali bergantung pada pekerjaan anaknya untuk bertahan hidup dan terkadang merupakan satu-satunya sumber pendapatan

Pekerja Anak di pertanian
Pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 mesin listrik telah berhasil menggantikan tenaga kerja tangan untuk pembuatan berbagai macam hasil pabrik. Pada saat itu pabrik-pabrik mulai bermunculan di mana-mana, pertama di Inggris dan kemudian di Amerika Serikat. Beberapa waktu kemudian pemilik pabrik-pabrik tersebut menemukan sumber baru tenaga kerja untuk menjalankan mesin, sumber baru tenaga kerja tersebut adalah anak-anak. Sebagaimana diketahui mengoperasikan mesin-listrik tidak membutuhkan kekuatan orang dewasa, sementara itu anak-anak bisa dibayar dengan lebih murah dari orang dewasa. Pada pertengahan abad ke-18, pekerja anak telah memiliki peran yang besar.
Sesungguhnya anak-anak telah lama menjadi sumber tenaga kerja, terutama di sektor pertanian. Dengan munculnya pabrik-pabrik dan munculnya berbagai kebutuhan akan jasa-jasa, maka di sektor industri dan jasa anak-anak telah dibawa ikut serta bekerja (karena relatif murah), baik dalam operasi pabrik maupun penyediaan jasa.

Seperti diketahui isu tentang pekerja anak sangat erat kaitannya dengan hak asasi manusia dan tidak hanya bersifat nasional, namun juga (a.l generation-jobless) bersifat internasional. Oleh karena itu masyarakat internasional telah menaruh perhatian serius terhadap masalah pekerja anak. Hal ini terbukti dengan terwujudnya kesepakatan internasional yang dituangkan dalam berbagai konvensi, al konvensi ILO No. 138 tentang "Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja", dan konnvensi ILO No. 182 tentang " pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak ".

Di Indonesia masalah pekerja anak juga telah cukup lama mendapatkan perhatian. Segera setelah "Revolusi Kemerdekaan 17 Agustus 45" berakhir, maka Indonesia pada tahun 1951 telah membuat UU No. 1/1951, dimana anak 8-14 tahun dilarang bekerja. Namun ketentuan ini sampai pada waktu ini masih belum terjadi, karena belum ada peraturan pelaksanaannya. Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut diberlakukanlah ketentuan lama (ketentuan pada masa penjajahan Belanda) yaitu: Stbl. I 925 No. 647 tentang "Pembatasan Kerja Anak dan Wanita di malam hari".


Kondisi pabrik seringkali lembab, gelap, dan kotor. Beberapa anak bekerja di bawah tanah, di tambang batu bara. Anak-anak yang bekerja tidak punya waktu untuk bermain atau pergi ke sekolah, dan sedikit waktu untuk makan. Mereka sering jatuh sakit.

Pekerja anak di sektor pertanian sudah lama berlangsung al membantu orang tua bercocok tanam, memetik buah di kebon, membawa hasil-hasil pertanian ke pasar dll. Dengan munculnya pabrik-pabrik di sekitar abad ke-18, maka anak-anak juga mulai banyak bekerja di pabrik. Bekerja di pabrik rélatip penghasilannya lebih tinggi, tapi pekerjaan pabrik adalah keras, umumnya lebih keras dari di pertanian.

Pekerja Anak di Pemintalan
Di pabrik, seorang anak mungkin harus bekerja 12 sampai 18 jam sehari, enam hari seminggu, untuk mendapatkan uang satu dolar. Banyak anak yang mulai bekerja pada usia kurang dari 7 tahun, menjalankan mesin di pabrik-pabrik, di pemintalan atau mengangkut beban berat. kondisi pabrik sering kali lembab, gelap, dan kotor. Beberapa anak bekerja di bawah tanah, di tambang batu bara. anak-anak yang bekerja di pabrik tidak punya waktu untuk bermain atau pergi ke sekolah, dan sedikit waktu untuk makan. Mereka sering kali jatuh sakit.

Pada akhir abad ke-18, di Eropa Barat dan Amerika Utara, diperkirakan lk 2.000.000 anak usia sekolah yang bekerja 50 sampai 70 jam setiap minggu. Kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga miskin. Kadang-kadang pekerja anak tersebut harus pindah dari pabrik satu ke pabrik yang lain. Bahkan para pekerja anak itu seringkali di jaga dengan sangat ketat. Misalnya suatu pabrik kaca di Massachusetts, USA; tempat kerjanya dipagari dengan kawat berduri. Pabrik itu mempekerjakan pekerja anak (di bawah 12 tahun), membawa beban atau kaca panas sepanjang malam dengan upah antara 40 sen s / d $ 1,10 per orang per malam.

Di Eropa Barat dan Amerika Utara gereja, para guru, kelompok-kelompok pekerja (buruh), dan banyak orang menjadi marah melihat kekejaman tersebut. Mereka mulai menekan dan menuntut adanya reformasi. Penulis Inggris Charles Dickens dengan novelnya "Oliver Twist" mempublikasikan adanya kejahatan terhadap pekerja anak tersebut. Inggris adalah yang pertama menegaskan hukum yang mengatur pekerja anak. Dari 1802-1878, serangkaian hukum secara bertahap mulai diberlakukan di Inggris seperti:  
  • dipersingkatnya jam kerja;
  • ditingkatkannya kualitas kondisi kerja; dan
  • dinaikkannya usia di mana anak-anak bisa bekerja.

Negara-negara Eropa Barat lainnya mengadopsi hukum perlindungan terhadap "pekerja anak" yang serupa.

Amerika Serikat membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memberlakukan undang-undang perlindungan terhadap pekerja anak. Pada tahun 1813, Negara bagian Connecticut memberlakukan hukum bahwa "pekerja anak" harus dididik terlebih dahulu. Dan baru pada tahun 1899, ke-28 negara bagian masing-masing memberlakukan hukum yang mengatur "pekerja anak (child labor)".

Setelah itu banyak upaya yang dilakukan untuk mengeluarkan undang-undang pekerja anak nasional, pada tahun 1918 dan 1922 Kongres AS meloloskan dua hukum. Namun Mahkamah Agung menyatakan keduanya tidak konstitusional. Pada tahun 1924, Kongres melakukan amandemen konstitusi yang bertujuan melarang pekerja anak, tetapi negara -negara bagian ternyata tidak meratifikasi amandmen tersebut. Baru pada tahun 1938, Kongres meloloskan "Fair Labor Standards Act" sbb: 
  • usia minimal 16 tahun untuk bekerja selama jam sekolah;
  • usia minimal 14 tahun untuk pekerjaan tertentu setelah sekolah, dan;
  • usia minimal 18 tahun untuk pekerjaan berbahaya.

Sementara itu permasalahan pekerja anak di Kanada rélatip sangat kurang, karena industri di Kanada baru mulai berkembang pada awal abad ke-19. Namun provinsi- provinsi Kanada di waktu ini telah pula memiliki undang-undang ketenagakerjaan yang lebih kurang sama dengan Amerika Serikat. 

Child Labor Index
Sebagian besar negara-negara di dunia pada waktu ini juga telah memiliki hukum yang mengatur pekerja anak. Namun hukum tersebut tidak selalu dapat ditegakkan - terutama di Negara-negara miskin - sehingga seringkali pekerja anak masih menjadi masalah dan negara-negara miskin tersebut tercatat memiliki indeks yang terendah seperti Somalia, Sudan, Nigeria dll.

Hasil Survei Pekerja Anak yang dilaksanakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2009 di Indonesia menunjukkan jumlah penduduk berumur 5-12 tahun yang bekerja mencapai 674,300 jiwa atau mencakup sekitar 16.64 persen dari jumlah total pekerja anak (penduduk usia 5-17 tahun) yang mencapai 4,050,000 orang.
Di Indonesia pada awal abad ke-21 ini, pekerja anak untuk membantu dan menambah pendapatan keluarga-nya masih terus berlangsung. Hasil SAKERNAS (Survey Angkatan Kerja Nasional) memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi anak di pasar kerja masih cukup tinggi. Misalnya pada tahun 2014, jumlah anak berumur 10-17 tahun yang secara ekonomi aktif bekerja mencakup 2.77 persen dari jumlah total penduduk 10-17 tahun. Pekerja anak tersebut aktif bekerja membantu keluarga-nya ketika anak-anak lain sibuk bermain dan bersekolah. Perlu diketahui bahwa menurut undang-undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, anak adalah penduduk yang berumur di bawah 18 tahun.
Patut pula dicatat, bahwa jumlah anak dengan usia 5-9 tahun yang aktif bekerja juga cukup tinggi. Hasil Survei Pekerja Anak yang dilaksanakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) bekerjasama dengan ILO (International Labor Organization) tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah penduduk berusia 5- 12 tahun yang bekerja mencapai 674,000 jiwa atau mencakup sekitar 16.64 persen dari jumlah total pekerja anak (penduduk usia 5-17 tahun) yang mencapai lebih dari 4.000.000 orang.
Untuk mengukur besarnya "pekerja anak", kiranya perlu pula diketahui istilah Tingkat Pekerja Anak (Child Labor Rate) yang lazim disingkat sebagai CLR.

  • CLR = (Jumlah Pekerja Anak) / (Jumlah Penduduk 10-17 tahun) X (100%).
Sebagaimana diketahui "Pekerja Anak" di Indonesia menurut ketentuan yang berlaku terdiri dari:

  • .anak yang bekerja usia 10-12 tahun, tanpa melihat jam kerja;
  • Anak Usia 13-14 tahun yang bekerja, jam kerja lebih dari 15 jam per minggu;
  • .anak Usia 15-17 tahun yang bekerja, jam kerja lebih dari 40 jam per minggu;
Sementara itu menurut BPS, CLR di Indonesia pada periode 2011 s / d 2014 adalah seperti pada tabel berikut ini. 


TINGKAT PEKERJA ANAK
(CHILD LABOR RATE-CLR)
No.

ITEM

2011
2012
2013
2014
01
Laki-laki
4.82
4.70
3.13
3.26
02
perempuan
3.62
3.60
2.56
2.26
03
perkotaan
3.80
3.47
2.54
2.42
04
pedesaan
4.64
4.83
3.15
3.11
05
total
4.23
4.17
2.85
2.77
Sumber: BPS, Diolah dari Sakernas Agustus 2011-2014
Dari angka-angka CLR dalam table tersebut dapat disimpulkan bahwa besaran prosentase "pekerja anak (child labor)" di Indonesia selama periode 2011-2014 memiliki tendensi menurun (Lihat pula Kompasiana).
Demikianlah renungan dan bahasan secara singkat tentang "Pekerja Anak (Child Labor)", semoga bermanfaat!
*

If you do not pay people enough so they can survive with only the father or mother working, how can they expect the kids not to work? (Jere Longman).

 


*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar