Kamis, 23 Juni 2011

Fasisme


Ngunandiko.11


Fasisme


Fasisme telah menjadi bagian dari masa lalu, fasisme dianut oleh Italia dan Jerman pada abad yang lalu setelah pemerintahan yang lemah. Jika faham demokrasi yang dianut oleh Indonesia pada saat ini tidak segera mencapai bentuk yang stabil, maka bukan tidak mungkin Indonesia terjerumus ke dalam faham fasisme baru yang tidak kita kehendaki. Tulisan ini mencoba memberikan penjelasan secara singkat fasisme tersebut


I. Pendahuluan.

Fasisme dalam arti sempit adalah istilah bagi sistim politik dan ekonomi yang otoriter di Italia dibawah Mussolini. Fasisme berkembang setelah 1922 dan bertahan sampai kekalahan Italia dalam Perang Dunia Kedua.
 
 Mussolini
  Foto: Google Images

Dalam arti yang lebih luas, istilah Fasisme digunakan pula untuk mengubah sistim politik dan ekonomi yang otoriter dan sentralitik diberbagai tempat lain seperti di Jerman (Hitler) dan Spanyol (Jenderal Franco).
Dalam negara yang menganut faham Fasisme, pemerintahan dijalankan secara sentralitik dan otoriter dengan fitur-fitur:
  • Sentimen kebangsaan (nasionalisme) dianjurkan
  • Cara hidup diawasi oleh negara, terutama dalam hal produksi dan distribusi, dan
  • Hak individu ditempatkan dibawah negara (Mussolini: Against individualism, the Fascist conception is for the state; and it is for the individual in so far as he coincides with the state, which is the conscience and universal will of man in historical existence).
Fasisme berasal dari kata Italia fascio atau kata Latin fasces, yang berarti bundel. Dalam jaman Romawi kuno bundel atau ikatan sejumlah tongkat dengan kapak menonjol adalah lambang kekuasaan, serta
 
Lambang Fasisme

lambang seperti itulah yang dipakai oleh Mussolini bagi partai-nya. Seperti diketahui "bundel sejumlah batang dengan kapak menonjol" tersebut di Roma kuno adalah simbol kekuasaan seorang hakim, sementara itu di Italia modern itu adalah simbol fasisme.

II. Akar Fasisme.

Fasisme dimulai dari reaksi kelas-kelas yang berkuasa, khususnya Gereja Katolik Romawi, terhadap:
  • Pencerahan (Enlightment) pada abad ke 18 yang terjadi di Eropa.
  • Revolusi Perancis, dan
  • Kemajuan dibidang ilmu pengetahuan, ekonomi, dan politik
Mengingat hal-hal tersebut, maka dalam perkembangannya fasisme secara umum adalah reaksi yang negatip terhadap asas persamaan yang demokratis (libertie, égalité, dan fraternity) dan cita-cita sosialisme yang tidak menghendaki eksploitasi manusia atas manusia lainnya (exploitation de l'homme par l 'homme).
Sejumlah ahli dan pengamat - antara lain Giovanni dalam buku-nya "Fasisme, Terorisme Negara") - berpendapat, bahwa fasisme bermain atas hal-hal sbb:
  • Irrasionalisme. Fasisme menolak prinsip-prinsip ilmiah yang berasal dari ilmu pengetahuan tentang poltik dan negara. Fasisme lebih menekankan faktor emosional, mitos (doktrin). Dan yang utama adalah propaganda tentang: kebanggaan nasional dan prasangka terhadap keunggulan ras yang ada pada dirinya, memperkuda sentimen terhadap Semitisme atau sentimen terhadap bangsa Yahudi, serta mengangkat dirinya sebagai pendekar hukum dan ketertiban melawan ancaman kekuasaan rakyat banyak.
  • Darwinisme Sosial. Darwinisme sosial ditujukan pada teori yang memandang bahwa kehidupan adalah sebagai perjuangan untuk bertahan hidup lebih lama dalam spesies dan antar spesies. Manusia atau kelompok bangsa yang paling kuatlah yang berhak berkuasa.
  • Elitisme kekuasaan. Negara harus dikuasai oleh suatu golongan yang terkuat yang memiliki prioritas untuk mengatasi kombinasi kehendak individu dan masyarakat sebagai program politiknya. Hak individu ditempatkan dibawah negara. Golongan yang terkuat tersebut adalah kaum fasis di Italia, partai Nazi di Jerman, dan kaum militer di Jepang.
Mejelang Perang Dunia II pemerintahan kaum fasis di Italia, di Jerman dan di Jepang membentuk poros, sementara itu negara-negara Eropa Barat (Inggris, Perancis dll), Amerika Serikat, Cina (Koumintang), dan juga Soviet Rusia membentuk afiliasi. Pada Perang Dunia II pemerintahan kaum fasis dapat dikalahkan oleh sekutu.

III. Bangkitnya Fasisme

Seperti diketahui beberapa saat setelah Perang Dunia Pertama, di Italia timbul kegelisahan sosial terutama karena kekecewaan kaum nasionalis atas hasil kemenangan perang tersebut, yang tidak membawa keuntungan bagi Italia. Dalam Perang Dunia Pertama tersebut Italia ikut berperang melawan Jerman bersama-sama dengan Britania Raya (Inggris), Perancis, Rusia dll menjadi fihak yang menang. Sementara itu Jerman bersama sama dengan Austria-Hongaria, Bulgaria dan pemerintah Ottoman sebagai fihak yang kalah perang.
Pemerintahan Italia setelah Perang Dunia Pertama adalah pemerintahan yang lemah, hal itu memungkinkan Mussolini merebut posisi perdana menteri melalui demonstrasi kekuatan (show of force) yang dilakukan oleh kelompokmya.

. . . . . . . . . . . Mussolini dengan bersenjatakan kekuatan menyelamatkan negaranya dari anarki dan komunisme. . . . . . . . . . . .

Mussolini dkk menganggap dirinya sebagai penyelamat Italia, dengan senjata Mussolini dan para pengikutnya menyelamatkan negara Italia dari anarki dan komunisme. Bermodalkan organisasi partai yang kuat dan milisi yang berseragam kemeja hitam dibangunnya ke-diktator-an.
Fasces yaitu suatu bundel batang kapak dengan pisau menonjol digunakannya sebagai lambang, hal itu menyebabkan resim tersebut disebut fasis dan fahamnya disebut fasisme.
Dalam perjuangannya kaum fasis di Italia pada waktu itu menempuh dua strategi:
  • Fasisme mengikuti teori Darwin, bahwa hanya yang kuatlah yang akan hidup terus (survival of the fittest), maka fasisme mengutamakan kepemudaan dan perjuangannya berdasarkan kebangsaan. Berbeda dengan komunisme yang mendasarkan pada perjuangan kelas.
  • Organisasi fasisme didasarkan pada representasi kelas-kelas dan membentuk Negara Korporasi. Negara Korporasi adalah sistim ekonomi pemerintah yang diselenggarakan dengan menggunakan serikat pekerja atau korporasi-korporasi majikan dan pegawai (birokrasi); jadi menggabungkan kapitalisme dengan sindikalisme.
Penganut faham sindikalisme (Anarko-Sindikalis) memandang serikat pekerja berpotensi sebagai kekuatan revolusioner untuk perubahan sosial, mengganti sistem kapitalisme dan negara dengan sebuah masyarakat baru yang dikelola secara demokratis oleh kaum pekerja. Negara korporasi memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada pemerintah atas kehidupan ekonomi. Ciri utama negara korporasi adalah lebih melayani kepentingan pengusaha / bisnis dari rakyat. Dukungan rakyat atau massa diperoleh dengan jalan memberinya pekerjaan dan bantuan melalui cara-cara paternalistik. Sementara itu kekuasaan yang sebenarnya ada ditangan golongan terpilih (elite).
Menurut pendapat Mussolini, negara harus dikuasai oleh suatu golongan yang terkuat yang memiliki prioritas untuk mengatasi persoalan-persoalannya sebagai program politiknya, dalam hal ini orang tersebut adalah kaum fasis.
Demikian pula pendapat Hitler (Nazi-Party) seperti terlihat dalam bukunya Mien Kampf (perjuanganku) yang ditulisnya pada waktu dipenjara dibenteng Landsberg. Buku itu dipandang sebagai kitab suci-nya kaum NAZI.
Sebagaimana diketahui pada saat Hitler keluar dari penjara, Jerman berada dalam kondisi krisis khususnya krisis ekonomi akibat malaise. Hal itu membawa partai Hitler NSDAP (Nasional Sozialistische Deutsche Arbeiter Partei), dengan lambangnya swastika, mengalami kemajuan yang sangat pesat (1929). Menurut Hitler dkk kondisi buruk yang dialami Jerman pada waktu itu disebabkan oleh;
  • Kaum kapitalis Yahudi,
  • Kaum komunis,
  • Kaum sosial demokrat, dan 
  • Perjanjian Versailles yang merugikan Jerman.
Hitler dan partainya menjanjikan kepada ras Jerman, yang dipandangnya unggul, suatu masa kejayaan 1000 tahun lamanya. Dengan pandangannya tersebut Hitler akhirnya berhasil memperoleh dukungan dari:
  • Tim pribadi yang kuat,
  • Media massa (press) yang tangguh dan berada dibawah kendalinya, serta
  • Sejumlah industrialis (pertama secara rahasia).
Jerman akhirnya - sejak 1933 - berada sepenuhnya dibawah ke-diktator-an NAZI Hitler, yaitu golongan terkuat yang memiliki prioritas untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi Jerman sebagai program politiknya.
Hal yang kurang lebih sama juga merupakan pandangan kaum fasis dari negara-negara lain seperti Spanyol, Jepang dan lain-lain.

IV. Penutup.

Sebagai penutup tulisan ini ingin kami kemukakan hal-hal sbb:
  • Secara umum "fasisme" adalah reaksi negatip terhadap asas persamaan yang demokratis dan cita-cita sosialisme yang tidak menghendaki eksploitasi manusia atas manusia lainnya.
  • Sesuai dengan pengamatan para ahli; dalam negara yang menganut paham fasisme, maka pemerintahan akan dilakukan secara sentralistik dan otoroter dengan fitur: 
    • Hak individu ditempatkan dibawah negara,
    • Produksi dan distribusi diawasi oleh negara, dan 
    • Sentimen kebangsaan (nasionalisme) dikedepankan.
  • Lemahnya pemerintahan yang demokratis disuatu negara (tidak terkecuali di Indonesia), memungkinkan munculnya kaum fasis untuk mengambil alih kekuasaan serta memerintah negara tersebut secara sentralistik dan otoriter. Hal ini adalah seperti apa yang terjadi di Italia dan Jerman lebih dari satu abad yang laku.
  • Saat ini masih terlihat adanya diktator yang memerintah di sejumlah negara yang mengaku menjalankan sistem demokrasi, tetapi dalam praktek pemerintahan negara tersebut memiliki karakteristik fasisme.
*
Democracy. . . . . . . . . . is a charming form of government, full of variety and disorder, and dispensing a sort of equality to equals and unequals alike (Plato).

*