Senin, 31 Desember 2012

divide et impera


Ngunandiko. 36







Divide et impera



In politics and sociology, divide and rule or divide and conquer (derived from Latin: divide et impera) is gaining and maintaining power by breaking up larger concentrations of power into chunks that individually have less power than the one implementing the strategy (Wikipedia).


Mengalahkan atau menguasai lawan dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti divide et impera (pecah belah), bullying (menggertak), coercion (memaksa), shock & awe (menyerang dengan kejutan dan siasat militer-khusus),  terorisme (melakukan teror) dan lain- lain. Dalam kesempatan ini akan dibahas "divide st empera". 
Seperti diketahui "divide et impera" berasal dari bahasa Latin yang kurang lebih berarti mengalahkan dan menguasai lawan dengan memecah kosentrasi kekuatan lawan menjadi potongan-potongan kekuatan yang lebih kecil untuk kemudian dikalahkan atau dikuasai. Konsep "divide at empera" tersebut mengacu pada sebuah hipotesa bahwa jika struktur kekuatan yang besar dipecah menjadi potongan-potongan kekuatan yang lebih kecil, maka kekuatan yang besar tersebut akan lebih mudah dikalahkan atau dikuasai ..
Bangsa-bangsa Asia Tenggara menyadari bahwa melalui divide et impera (somad), maka Negara-negara di Asia Tenggara yang kembali merdeka dapat ditaklukkan oleh kaum kolonialis Barat (British Empire & Co) dan dijadikan koloni (koloni). Bangsa-bangsa Asia Tenggara setelah masing-masing memperoleh kemerdekaannya dan menjadi negara merdeka, pada tanggal 8 Augustus 1967 membentuk Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) - semula hanya 5 negara Indonesia, Malaysia, the Philippines, Singapore dan Thailand) - asosiasi tersebut antara lain dimaksudkan untuk menangkal terjadinya divide et impera kembali.    
Simbol ASEAN
Simbol ASEAN (lihat gambar) adalah sejumlah batang terikat jadi satu (stalks tied together). Hal itu menggambarkan impian anggotanya akan perlunya persatuan yang kokoh sehingga secara bersama-sama mampu menghadapi tantangan dari manapun datangnya dan apapun bentuknya. Divide et impera tidak akan dapat mengalahkan negara-negara ASEAN yang bersatu.
Menurut Niccolò Machiavelli (1469 - 1527) divide et impera sudah lama dikenal dalam peperangan antar negara. Divide et impera pada umumnya merupakan kombinasi antara taktik dan strategi militer, politik dan ekonomi (bandingkan dengan strategi "GerPoLek" atau Gerilya, Politik, dan Ekonomi dari Tan Malaka). Taktik dan strategi divide et impera tersebut digunakan dalam mengalahkan dan mengendalikan musuh, biasanya dilakukan setelah mengetahui kondisi militer, politik, ekonomi dan psikologis musuh yaitu negara yang akan dikalahkan, Sesungguhnya t aktik dan strategi divide et impera juga dapat digunakan dalam "perang" antar kelompok atau antar organisasi.        

Divide et impera menyebabkan timbulnya perpecahan, namun ada perpecahan yang telah terpendam (latent) dalam diri suatu negara atau bangsa. Negara atau bangsa yang memiliki perpecahan yang terpendam akan lebih mudah dikalahkan.

Str ategi dan taktik divide et impera tersebut dalam garis besarnya meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Mengembangkan ketidakpercayaan dan kebencian antar unsur-unsur internal musuh (mis: dengan menyebar fitnah dll),
  2. Mencegah berpadunya kekuatan internal musuh, dan mencegah terjalinnya aliansi antara musuh dengan kekuatan eksternal yang dapat meningkatkan kekuatan (mis: dengan melakukan blokade dll).
  3. Mendorong musuh untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak efisien dan boros dalam penggunaan sumberdaya (mis: dengan mendorong korupsi, hidup bermewah-mewah dll).
Ketiga langkah tersebut diatas dalam garis besarnya dilakukan dengan cara sebagai uraian berikut ini.
  1. Mengirim agen-agen yang akan bertindak sebagai mata-mata, penghasut {provokator), ilmuwan (scientist), pengamat, paranormal, peramal, ahli agama, juru dakwah dll serta penyusup (infiltrants) ke organisasi-organisasi pemerintah (termasuk militer), politik (partai), buruh (serikat buruh), mahasiswa & pemuda dan organisasi-organisasi lainnya.
  2. Mengirim informasi, petunjuk, konsep, dan ide kepada para agen melalui berbagai media komunikasi seperti telepon, radio, Tv dll serta melalui kurir (llhat pula: Ngunandiko.4   Gerakan Bawah  Tanah)
  3. Mengirim berita-berita yang menghasut memecah belah dan lain-lain melalui berbagai media (Radio, TV, surakkabar, internet, dari mulut ke mulut dll). Disamping itu juga mengirim berita-berita yang membangkitkan semangat para agen dan fihak-fihak yang membantunya.
  4. Mengirim dana untuk membiayai operasi-operasi yang diperlukan seperti penyuapan, sabotase, unjuk rasa, membuat kerusuhan dll ataupun untuk membiayai para agen, simpatisan dan organisai-organisasi boneka yang membantu jalannya divide et impera.
Kolonialis Inggris, Perancis, Belanda dll melakukan langkah atau tindakan - divide et impera - seperti diuraikan diatas dalam menaklukkan negara lain (mis: sejumlah negara Asia Tenggara dan Timur Tengah) untuk dijadikan koloni (koloni), Sebelumnya bangsa Arab (Islam), dalam rangka siar agama dan memperluas pengaruhnya (mis: di Spanyol) juga melakukan hal yang sama.  
Divide et impera menyebabkan timbulnya perpecahan, selain perpecahan karena divide et impera ada perpecahan yang telah terpendam (latent) dalam diri suatu negara atau bangsa. Negara atau bangsa yang memiliki perpecahan yang terpendam dan tidak berupaya secara sungguh-sungguh meniadakan atau setidaknya meredam perpecahan itu, maka negara atau bangsa tersebut akan lebih mudah dikalahkan. 

Penjelasan singkat tentang divide et impera yang dilakukan di sejumlah tempat dan di berbagai kurun waktu terlihat seperti berikut ini.
  •             Divide et impera yang terjadi di Spanyol.
Seperti diketahui pada periode 755-912 M Spanyol dikuasai oleh para penyerbu muslim (Islam). Pada saat itu Spanyol berada dibawah seorang Amir (panglima atau Gubernur) yang diberi gelar Al-Dakhil dan merupakan keturunan dari Bani Ummayah. Hal itu berarti bahwa Spanyol menjadi salah satu propinsi dari Khilafah Utsmaniyah.
Jatuhnya Spanyol ketangan kaum muslimin pada abad ke-8 tersebut langsung ataupun tidak langsung adalah karena bekerjanya taktik dan strategi divide et impera yang dilakukan oleh para penyerbu muslim (pengikut Khalifah), disamping telah adanya perpecahan yang terpendam.
Kemenangan para penyerbu muslim (Islam) di Spanyol antara lain karena hal-hal sbb:
    •     Konflik  internal antar elite Spanyol (raja dan kaum ningrat) dan antara elite Spanyol dengan penduduk asli, serta adanya elite yang hidup bermewah-mewah; 
    •    Konflik    internal atau perselisihan antara para elite Spanyol tersebut antara lain tampak dari tuduhan terhadap Gubernur Ceuta (Yulianus), bahwa ia membantu penyerbu muslim dengan kapal. Ceuta adalah propinsi Spanyol yang terletak di pantai utara Afrika, berbatasan dengan Maroko;
    •    P erselisihan antara elite dengan penduduk Spanyol. Hal itu karena elite Spanyol pada waktu itu adalah bangsa Gotia Barat yang menganut mazhab Aria dari agama Kristen, sementara penduduk asli - penduduk yang tinggal di Spanyol sebelum bangsa Gotia Barat datang - adalah kelompok suku bangsa Jerman yang beragama Katolik. Gotia terletak di pegunungan Pyrenees;
    •    E lite yang hidup bermewah-mewah dan boros. Misalnya pada waktu Toledo jatuh. Achila - anak Witiza (raja Spanyol, the king of Visigothich Hispania pada ahkir abad ke-7)   yang diusir dari tahta - beranggapan bahwa perang yang dilakukan oleh   penyerbu muslim adalah tidak terkait dengan kepentingan dirinya. Achila sudah puas dengan milik-miliknya yang tidak disita dan terus hidup bermewah-mewah;
    •    P erselisihan antara elite Spanyol dengan sebagian penduduk (rakyat), Sebagaimana diketahui sebagian penduduk tersebut dengan berbagai cara telah membantu para penyerbu Muslim. Warga Spanyol yang membantu penyerbu Muslim tersebut adalah:
      • G olongan "budak dan setengah budak" yang merasa mendapatkan perlakuan buruk, dan
      • G olongan Yahudi yang dipaksa menjadi kristen (yang menentang dibuang dan hartanya dirampas oleh penguasa Spanyol). 
Seperti telah dijelaskan dimuka negara atau bangsa yang memiliki perpecahan yang terpendam, maka negara atau bangsa tersebut lebih mudah dapat dikalahkan: 

  • Divide et impera yang terjadi di Timur Tengah.

Inggris dibantu oleh anasir-anasir Irak pro Inggris dan politik divide et impera berhasil menguasai Irak. Irak tidak lagi berada dibawah Khilafah Utsmaniyah.

Saat kekuasaan Khilafah mulai lemah, maka kaum kolonialis Barat (Inggris, Perancis, Italia dll) ingin menggeser kekuasaan Khilafah di Timur Tengah yang kaya akan sumberdaya alam (al minyak bumi) dan memiliki letak yang sangat strategis. Dengan berbagai cara kaum kolonialis tersebut menggunakan divide et impera mengadu Khilafah dengan bangsa-bangsa di Timur Tengah dengan tujuan menggeser kekuasaan Khilafah. Berikut ini beberapa contoh dimana divide et impera digunakan oleh kaum kolonialis tersebut.


  • Pada awal abad ke-19 (1831) Perancis memperluas pengaruhnya di Timur Tengah dengan mendukung gerakan nasionalisme Arab (Muhammad Ali) di Mesir dan gerakan nasionalisme Arab di Libanon. Muhammad Ali adalah cikal bakal raja-raja Mesir,  antara tahun 1830-1840 penguasa Mesir keturunan Mohammad Ali mencoba memisahkan diri dari Khilafah Usmaniyah meskipun gagal.   Khilafah Usmaniyah yang pada waktu itu berkuasa di Timur Tengah menjadi lemah karena terus dirongrong oleh negara-negara Arab (gerakan nasionalisme Arab) yang ingin bebas dari Khilafah.


  • Pada abad berikutnya Irak yang juga berada ditangan kekuasaan Khilafah Utsmaniyah (1514-1918 M) jatuh ditangan Inggris. Hal tersebut karena Khilafah Utsmaniyah (pemerintahan Ottoman) dalam Perang Dunia I berfihak Jerman. Fihak Jerman kalah. Melalui perjanjian perdamaian antara Jerman dkk sebagai fihak yang kalah dengan Inggris dkk sebagai fihak yang menang, maka Inggris dibantu oleh anasir-anasir Irak pro Inggris dan politik divide et impera berhasil menguasai Irak. Irak tidak lagi berada dibawah Khilafah Utsmaniyah.

Pada saat ini (abad ke-21) kekuasaan kaum kolonialis di Timur Tengah tampak nasih bercokol meskipun dalam bentuk lain yaitu dalam bentuk neo-kolonialisme dan neo-imperialisme melalaui berbagai cara antara lain melalui taktik dan strategi divide et empera dalam aspek ekonomi melalui MNC ( Multinational-corporation) di industri minyak dan gas bumi serta dalam aspek politik & sosial melalui kedok demokratisasi yang didukung oleh kekuatan militer. Disamping itu neo-kolonialisme dan neo-imperialisme juga memiliki mitra yang tangguh di Timur Tengah yaitu Zionisme.
  •            Divide et impera yang terjadi di Afrika.
Afrika juga merupakan wilayah yang diperebutkan oleh kaum kolonialis Barat. Meskipun ada persaingan antar kaum kolonialis, namun bangsa-bangsa Afrika yang rélatip masih tertinggal tidak mampu melawan kaum kolonialis yang menggunakan taktik dan strategi divide et impera. Hal itu tampak dalam beberapa contoh sbb:

o Pada waktu kaum kolonialis Jerman menjajah Afrika Timur (Rwanda dan Burundi) dari tahun 1880-an s / d akhir Perang Dunia I, Jerman mengunakan stratedi divide et impera dengan memberikan posisi kepada kaum minoritas suku Tutsi lebih dari suku yang lain (Hutu dll), dengan demikian Jerman dapat menguasai Rwanda dan Burundi dengan lebih mudah. ​​Setelah Jerman kalah dalam Perang Dunia I pada tahun 1916, maka Belgia (bersama Inggris) mengambil alih kekuasaan Jerman. Belgia (yang berkuasa) kemudian menata kembali kebijakan yang semula dilakukan oleh Jerman dengan memberi kesempatan yang sama kepada suku Hutu selain kepada suku Tutsi. Namun Belgia tampak tetap membiarkan perselisihan yang ada antara kedua suku tersebut.        

o Inggris selama berkuasa di Negeria (1914 - 1960)  juga melakukan divide et impera. Pembagian   wilayah yang telah ada sebelumnya diubahnya dengan alasan untuk ketertiban administratip. Hal itu menimbulkan konflik antar suku terutama antara suku Igbo dan Hausa, sehingga Inggris lebih mudah menguasai Nigeria. Perlu pula dikemukakan bahwa perselisihan wilayah dan ethnic (suku) serta perselisihan pembagian wilayah adalah "perpecahan  terpendam (latent)" dan merupakan hambatan bagi persatuan rakyat Nigeria, hal itu masih berlangsung sampai saat ini.

  •            Divide at empera yang terjadi di Indonesia.

Dengan tipu muslihat dan bantuan penguasa setempat, Belanda dapat berhasil mengusir Portugis dari wilayah Maluku yang sangat kaya akan rempah-rempah. Pada waktu itu harga rempah-rempah sangat mahal di Eropa.


Benteng Vredeburg di Yogya
Pada abad ke-16 waktu kaum kolonialis a.l Belanda mulai masuk ke Indonesia, Kolonialis Belanda  sampai di Indonesia tahun 1596 dibawah pimpinan Cornelis de Houtman dan Peter Kevzer. Kembali tujuan Belanda adalah berdagang rempah-rempah. Untuk melancarkan usahanya Belanda membentuk VOC (The Vereenighde Oost Indische Compagnie) pada tahun 1602.
Belanda disamping menggunakan kekuatan bersenjata juga menggunakan taktik dan strategi  divide et impera (memecah-belah dan menguasai). Jika ada konflik internal di satu negara, atau ada sengketa antara satu negara dengan negara lainnya, maka Belanda membantu salah satu pihak untuk mengalahkan lawannya dengan imbalan yang sangat menguntungkan baginya. Imbalan tersebut dapat berupa bagian wilayah yang bersama mereka kalahkan atau fasilitas-fasilitas lainnya yang menguntungkan. Hal itu antara lain tampak dari peristiwa sbb: 

o   Dengan tipu muslihat dan bantuan penguasa setempat, Belanda pada abad ke-17 berhasil mengusir Portugis dari wilayah Maluku yang sangat kaya akan rempah-rempah. Pada waktu itu harga rempah-rempah sangat mahal   di Eropa. Maluku berada dibawah kendali Belanda.

o    Dengan ikut campur tangan dalam konflik antara raja-raja di Jawa misalnya konflik antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I), maka Belanda (VOC) mendapatkan ijin untuk membangun benteng Vredeburg di Yogyakarta (1755).

Pada masa setelah Perang Dunia II penggunaan strategi dan taktik divide et impera juga digunakan oleh Belanda baik dalam aspek militer, politik maupun ekonomi untuk menjajah Indonesia kembali setelah diusir oleh tentara Jepang pada awal Perang Dunia II tahun 1942. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang menyatakan kemerdekaan Indonesia tidak diakuinya, dan Belanda melakukan aksi yang secara garis besarnya sbb:

o    Aksi militer I (Desember 1947) dan aksi milier II (Januari 1949) adalah penggunaan kekuatan bersenjata untuk menduduki wilayah Republik Indonesia, dan

o     Aksi politik, dimana Negara Kesatuan Republik Indonesia dipecah belah (dengan bantuan-orang Indonesia yang pro Belanda) menjadi sejumlah negara boneka seperti Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Sumatra Selatan.

o Disamping kedua aksi tersebut Belanda juga melakukan aksi ekonomi a.l blokade perdagangan, baik blokade perdagangan antar pulau maupun blokade perdagangan dengan luar negeri.    
 
Namun taktik dan strategi divide et impera - dalam aksi militer, politik, dan ekonomi - yang dilakukan Belanda pada masa Perang Kemerdekaan Indonesia akhirnya tidak berhasil, karena bangsa indonesia tetap bersatu.
Pada masa kini divide et impera - oleh kaum neo-kolonialis dan neo-imperialis yang ingin menguasai Indonesia - diperkirakan masih tetap ada, namun tidak lagi dengan kekuatan militer tetapi lebih dengan kekuatan politik, ekonomi dan budaya. Sudah barang tentu divide et impera tersebut dilakukan dengan cara-cara yang lebih canggih dan licin, sehingga perlu keawaspadaan dan kecerdasan yang tinggi untuk dapat menangkalnya disamping adanya persatuan nasional yang tetap terjaga.

Pada dasarnya langkah-langkah taktik dan strategi divide et impera yang  dilakukan adalah tetap seperti yang telah dijelaskan dimuka sbb: 
  • M engembangkan ketidakpercayaan dan kebencian antar unsur-unsur internal Indonesia yang beraneka warna,  
  • M encegah berpadunya kekuatan internal Indonesia (persatuan nasional) dan terjalinnya aliansi dengan kekuatan eksternal, dan
  • M endorong Indonesia bertindak tidak efisien dan boros.  
Ketiga hal tersebut dilakukan dengan mengirim agen (mis: provokator), mengirim berita dan informasi (mis: berita adu domba,) serta mengirim dana untuk membiayai jalannya aksi.


Neo-kolonialisme dan neo-imperialisme diperkirakan masih tetap menggunakan divide et empera dalam menancapkan pengaruhnya, namun divide et impera yang digunakan-nya lebih pada aspek politik, ekonomi. Dan budaya dengan cara-cara yang lebih canggih dan lebih halus.


Sebelum menutup uraian ini kiranya perlu disampaikan beberapa catatan yang bekaitan dengan divide et impera untuk mendapatkan perhatian sbb:
  • Seperti diketahui "divide et impera" berarti mengalahkan dan menguasai lawan dengan memecah konsentrasi kekuatan lawan menjadi potongan-potongan kekuatan yang lebih kecil untuk kemudian dikalahkan atau dikuasai.
  • Divide et impera sudah  lama digunakan dalam peperangan antar negara untuk mengalahkan dan mengendalikan musuh. Taktik dan strategi divide et impera dilaksanakan setelah mengetahui kondisi politik, ekonomi, militer dan psikologis musuh. T aktik dan strategi divide et impera juga dapat digunakan dalam "perang" antar kelompok atau antar organisasi.
  • Pada masa lalu kaum kolonialis Barat (British Empire & Co) telah menggunakan strategi dan taktik divide et empera secara efektip dalam menaklukkan bangsa dan negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Divide et impera menyebabkan timbulnya perpecahan. Selain itu ada perpecahan yang telah ada sebelumnya dan perpecahan yang terpendam (latent), negara atau bangsa yang memiliki perpecahan yang terpendam akan lebih mudah dikalahkan.
  • Saat ini kekuatan neo-kolonialisme dan neo-imperialisme diperkirakan masih tetap menggunakan divide et empera guna menancapkan pengaruhnya, namun divide et impera yang digunakannya lebih pada aspek politik, ekonomi dan budaya dengan cara-cara yang lebih canggih dan lebih halus. Untuk menangkalnya disamping harus memelihara adanya persatuan yang kokoh, juga perlu kewaspadaan dan kecerdasan.
Demikianlah uraian singkat tentang divide et empera. Semoga bermanfaat! 

*
If your enemy is secure at all points, be prepared for him. If he is in superior strength, Evade him. If your opponent is temperamental, seek to irritate him. Pretend to be weak, that he may grow arrogant. If he is taking his ease, give him no rest. If his forces are united, separate them. If sovereign and subject are in accord, put division between them. Attack him where he is unprepared, appear where you are not expected. (Sun Tzu).

*