Rabu, 16 Maret 2011

Kirman si "Tukang Pos"

Ngunandiko.10

Kartu Pos
Beberapa dasa warsa yang lalu komunikasi antara satu tempat dengan tempat lain hampir semuanya dilakukan dengan surat-menyurat, percakapan telepon atau telegram. Surat diantar oleh tukang pos, percakapan telepon atau telegram melalui kabel dan dilakukan dengan bantuan telefonis atau telegrafis.
Pada waktu ini komunikasi dengan handphone (telephone cellulair) dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Komunikasi dengan faksimili atau internet dapat dilakukan hampir disembarang tempat dan waktu. Jangkauan komunikasi di muka bumi boleh dikata tidak terbatas, kemajuan teknologi komunikasi telah memperpendek jarak dan mempersempit bumi.
Pada tahun 50-an saya mempunyai teman Tatang, Tatiek, dan Kirman (bukan nama sebenarnya), Tatang siswa SMA, Tatiek siswa SGB, dan Kirman siswa ST. Pada waktu itu Tatang dan Tatiek sedang berpacaran. Setelah Tatang lulus SMA pada tahun 1956, ia meneruskan kuliah di Melbourne Australia, kalau tidak salah tahun 1957 dalam rangka Colombo Plan ; Tatiek melanjutkan sekolah di SGA dan tetap di Indonesia ; Kirman menjadi pegawai lepas di suatu kantor Pos.
Keberangkatan Tatang keluar negeri dirayakan dengan sederhana disebuah rumah makan kecil yang menjual gado-gado dan lotek. Tatang dan Tatiek berjanji akan tetap saling berhubungan dan saling mencintai walaupun berjauhan.
Pada tahun pertama berada di Australia, Tatang setiap minggu selalu menulis surat ke Tatiek dan Tatiek pun selalu membalasnya dengan segera, kata-kata mesra selalu mereka gunakan. Setelah kira-kira satu setengah tahun Tatang berada di Australia, mulai-lah tidak setiap surat dibalas oleh Tatiek.
Mula-mula hal itu tidak dirisaukan oleh Tatang karena aktivitas studinya yang menyita waktu dan pikiran, sampai akhirnya ia merasa bahwa surat balasan dari Tatiek makin jarang dan nadanya pun mulai kurang mesra. Dan karena lama tidak ada surat dari Tatiek maka Tatang pun menjadi makin resah.
Ketika memasuki tahun ketiga, pada waktu kegiatan studi di Melbourne sudah mulai berkurang, Tatang memaksakan diri pulang ke Indonesia. Tidak seorangpun di Indonesia diberitahunya supaya kepulangannya menjadi kejutan.
Singkat cerita akhirnya pada suatu hari Tatang sampai di Jakarta (bandara Kemayoran waktu itu), ia terus kerumah orang tuanya di Bandung dan bermaksud esoknya ke rumah Tatiek yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Pada waktu sarapan pagi di rumahnya, ia terkejut ketika diberitahu bahwa Tatiek sudah menikah. Tatang lebih-lebih lagi terkejut setelah tahu bahwa Tatiek dipersunting oleh Kirman kawannya yang telah menjadi pengantar surat ”si Tukang-pos”, tukang-pos yang setiap minggu mengantar surat-suratnya kerumah Tatiek.

Rupa-rupanya hubungan Kirman si Tukang-pos dengan Tatiek menjadi erat dan sampai di pelaminan, gara-gara mereka selalu bertemu sewaktu si Tukang-pos datang ke rumah Tatiek mengantar surat– surat cinta dari Australia.

Kini teknologi komunikasi telah banyak mengambil alih peran si Tukang-pos . . . . . . . . . .jadi terus berkomunikasilah dengan kekasih Anda walaupun berjauhan ! Jangan takut !

*
Teknologi informasi dan komunikasi membuka nilai waktu, memungkinkan banyak pekerjaan terselesaikan, multi-chanel, multi ini, dan multi itu (Li Ka Shing).

*

Sabtu, 05 Maret 2011

Revolusi Iran 1979

Ngunandiko.9

Revolusi Iran 1979 ini adalah penyempurnaan atas tulisan yang pernah dimuat di edisi khusus HCRI (Himpunan Cendekiawan Republik Indonesia) beberapa tahun yang lalu. Diharapkan tulisan ini menjadi bahan perbandingan dalam menelaah dan merenungkan peristiwa lengsernya presiden Mesir Hosni Mubarak pada Februari 2011 yang lalu.

I. Latar Belakang

 Peta Iran & sekitarnya
Iran meliputi wilayah dengan luas lk 1,7 juta km2 terletak di Asia Baratdaya, disebelah utara berbatasan dengan laut Kaspia, diselatan dengan teluk Oman dan teluk Persia, disebelah barat dengan Irak, serta disebelah timur dengan Afganistan dan Pakistan. Iran merupakan suatu dataran yang luas dilingkungi oleh pegunungan Elburz dan Zagros. Dipedalaman terdapat danau-danau air asin yang besar, pada waktu ini telah ada jalan raya beraspal sepanjang lk 5,000 km ; serta jalan kereta api sepanjang lk 3,450 km yang menghubungkan teluk Persia dengan sistem kereta api Rusia, sistem kereta api Turki, dan laut Kaspia. Hasil industrinya yang utama adalah tekstil, permadani serta minyak bumi. Sebagian besar penduduknya beragama Islam.
Antara abad ke-11 dan ke-19 Persia – pada tahun 1935 Persia berganti nama menjadi Iran – diperintah oleh sekitar 15 dinasti. Hampir kesemuanya yang memerintah Iran pada masa tersebut adalah penduduk asli Asia Tengah yang nomaden, dan tidak satupun berumur panjang kecuali dinasti Safafid 1499 – 1736. Dinasti-dinasti nomaden tersebut timbul dan tenggelam. Untuk menompang kekuasaannya para dinasti tersebut menggunakan kekuatan militer dalam memerintah dan menjarah harta kekayaan yang telah dikumpulkan oleh peradaban sebelumnya. Tanah serta hasilnya merupakan obyek penjarahan, setiap perubahan dinasti selalu disusul dengan penjarahan dan penjatahan tanah baru, hal ini sudah barang tentu menghambat adanya kepemilikan tanah dalam jangka lama.

. . . . . . . . . . . . . kepemilikan akan tanah menjadi lebih langgeng, menyebabkan daya produktip tanah meningkat. Lebih-lebih dengan ditemukannya cadangan minyak bumi yang terkandung dalam tanah di bumi Iran . . . . . . . . . . . .

Dinasti Savafid memerintah dalam kurun waktu yang cukup lama, mengakibatkan kepemilikan akan tanah menjadi lebih langgeng menyebabkan daya produksi tanah meningkat. Kehidupan ekonomi Iran, paling tidak sampai pada permulaan abad ke-19 ditandai oleh 2 fenomena yaitu ; tiadanya kepemilikan tanah secara pribadi oleh rakyat, dan irigasi yang besar (lihat : IRAN oleh : Chahrokh Vaziri).
Meningkatnya daya produksi tanah tersebut menjadi sangat berarti lebih-lebih dengan ditemukannya cadangan minyak bumi yang terkandung dalam tanah di bumi Iran yang diikuti oleh tumbuhnya industri. Bersamaan dengan meningkatnya daya produksi tanah , dalam abad ke-19 Iran mengalami tekanan negara-negara Eropa karena ekspansi kapitalisme dan kolonialisme.
Pada tahun 1925 Reza-Shah-Pahlavi, semula adalah komandan brigade Cossack di Qazvin, mendirikan dinasti baru di Iran. Brigade Cossack adalah pasukan militer yang dilatih dan diorganisir secara khusus oleh penasihat Rusia dan Austria dan dibentuk antara tahun 1887-1880.
Reza Shah Pahlevi (1941) terpaksa digantikan oleh putranya (Shah Mohammad Reza Pahlevi) atas tekanan Inggris dan Rusia, pada waktu itu Iran diduduki Inggris dan Rusia karena Iran memihak Jerman yang kalah pada Perang Dunia II,
Sesuai dengan ketentuan-ketentuan deklarasi Teheran, maka pada tahun 1946 pasukan asing ditarik keluar Iran. Dengan ditariknya pasukan asing dari Iran dan dukungan Amerika Serikat, maka pemerintahan dinasti Shah Mohammad Reza Pahlevi hampir mutlak menguasai Iran.
Pemerintahan Shah Mohammad Reza Pahlevi ini ternyata menguntungkan kaum modal yang didominasi   :
  • sejumlah orang-orang kaya Iran, 
  • keluarga kerajaan, dan 
  • kaum modal asing yang sejak akhir abad ke-19 telah masuk ke Iran. 
Sementara itu pemerintah Iran tidak mampu meningkatkan kesejahteraan sebagian besar rakyat Iran yang hidupnya tetap terpinggirkan (pedagang kecil, petani, dan buruh), disamping melakukan penindasan terhadap mereka yang dicurigai melawan kekuasaan Shah dengan sangat kejam.
Keadaan timpang seperti itulah menyebabkan pemerintahan dinasti Shah Mohammad Reza Pahlevi secara diam-diam maupun secara terbuka selalu mendapatkan oposisi yang kuat dari : (1) kaum nasionalis (Front Nasional), (2) ulama-ulama Islam dan gerakan-gerakan Islam (Feedayen, Mohjahedin dan lain-lain), serta (3) partai Tudeh (partai Komunis Iran).

II. Perkembangan Ekonomi & Politik di Iran.

Letak atau posisi strategis Persia (Iran) secara tradisional berperan sebagai pusat hubungan dagang antara Asia dan Eropa. Peran strategis tersebut kemudian lenyap atau tidak berarti lagi, karena sejak awal abad ke-16 hubungan dagang telah bergeser dari melalui jalan darat menjadi melalui jalan laut.
Kira-kira pada permulaan abad ke-19 Iran mulai memasuki sistem produksi kapitalis, namun pada waktu itu sebagian besar rakyat masih hidup di pedesaan. Rakyat dipedesaan tersebut hidupnya bergantung pada hasil tanah pertanian yang dilakukannya dengan cara produksi pra-feodal, sebagian lagi hidup secara berpindah-pindah (nomaden), serta sebagian kecil lainnya yaitu kurang dari 10 % hidup di kota-kota sebagai ; pedagang kecil dikenal sebagai basaaris (burjuasi kecil), pedagang kaki lima, penjaga toko dan lain-lain. Pedagang-pedagang kecil tersebut pada umumnya juga bertindak sebagai produsen barang-barang kerajinan seperti : karpet, sutera, tekstil, dan lain-lain.
Produk industri Iran pada awal abad ke-19 utamanya adalah permadani (karpet), tekstil, dan sutera. Produk sutera dan tekstil pada masa itu mulai mengalami saingan yang berat dari produk serupa yang murah dari Inggris. Namun tidak demikian halnya dengan produk permadani, permintaan permadani (karpet) dari Eropa masih terus meningkat. Tumbuhnya industri karpet tersebut menyebabkan munculnya kelas pedagang dan produsen karpet di Iran yang makin lama makin kuat.
Sekitar abad ke-20 investasi Asing di Iran terus meningkat. Mula-mula investasi asing tersebut bekerjasama dengan kapitalis lokal dan masuk dalam bidang-bidang kegiatan industri penangkapan ikan di laut Kaspia, telekomunikasi (telegraf), dan konstruksi jalan. Namun investasi Asing itu kemudian juga merambah masuk ke bidang-bidang yang semula telah dikuasai oleh kapitalis lokal.
Pada tahun 1908 ditemukan minyak yang secara komersial besar di Khuzistan oleh William K D’ Arcydeposit, deposit minyak bumi tersebut kemudian di-eksploitasi secara komersial oleh perusahaan Anglo-Persian Oil Company (APOC). Kemudian APOC berganti nama menjadi Anglo-Iranian Oil Company (AIOC), pemegang saham mayoritas dari perusahaan ini adalah Inggris. Pada saat yang hampir bersamaan dengan berkembangnya industri minyak bumi tersebut, pembangunan jaringan jalan raya, jalan kereta api dan jaringan telekomunikasi juga terus dilakukan menyebabkan ekonomi Iran makin terintegrasi.

. . . . . . . . . . dengan tumbuhnya industri minyak bumi, pabrik-pabrik, dan kegiatan-kegiatan ekonomi lain seperti ; jalan raya, jalan kereta api, telekomunikasi (telepon/telegraf) dan lain-lain, maka jumlah kelas pekerja di Iran telah tumbuh secara luar biasa . . . . . . . . . .

Sejalan dengan tumbuhnya industri minyak bumi, pabrik-pabrik, dan kegiatan-kegiatan ekonomi lain seperti : jalan raya, jalan kereta api, telekomunikasi (telepon/telegraf) dan lain-lain, maka jumlah kelas pekerja di Iran telah tumbuh secara luar biasa. Jika pada tahun 1920 industri Iran mempekerjakan 20,000 buruh, maka pada tahun 1940 mempekerjakan 40,000 buruh ; terutama di kota-kota pusat kegiatan ekonomi.
Keuntungan yang dihasilkan oleh industri-industri tersebut ternyata sebagian besar jatuh ke tangan kaum kapitalis khususnya kapitalis asing, yang secara tidak adil meng-eksploitasi kekayaan alam dan kaum pekerja Iran. Sebagai gambaran antara tahun 1912 s/d 1933 APOC memperoleh keuntungan bersih 200,000,000 lira yang dibayarkan ke pemerintah Iran 16,000,000 lira (8.0 %), dan antara tahun 1945 s/d 1950 memperoleh keuntungan sebesar 250,000,000 lira yang dibayarkan ke pemerintah Iran 90,000,000 lira (36.0%)
Tampak bahwa jumlah keuntungan yang dibayarkan ke pemerintah relatip telah meningkat, namun masih belum cukup adil atau pincang. Keadaan pincang tersebut menjadi sebab terjadinya friksi yang berkepanjangan antara rakyat dengan pemerintah Iran yang memihak kaum kapitalis. Friksi yang berkepanjangan tersebut merupakan benih revolusi Iran.Pemerintahan Shah dalam usahanya memajukan Iran sengaja atau tidak telah melupakan benih revolusi tersebut.
Shah telah berusaha membangun industri di Iran dengan memberi insentip kepada para pengusaha lokal serta mengundang lebih banyak investor asing. Seperti diketahui sejak akhir tahun 1925 Shah telah mendorong pembangunan industri lokal dengan dana yang dihasilkan dari keuntungan industri minyak bumi, a.l dengan membangun sejumlah industri besar dan kecil dalam bidang tekstil, makanan, bahan bangunan dan lain-lain.
Pembangunan industri itu tidak dapat merata dan berlanjut, karena industri minyak yang menjadi pendorongnya dikuasai oleh kapitalis asing (Inggris dll) yang hanya tertarik membantu kegiatan-kegiatan ekonomi yang dapat mengamankan kepentingan mereka sendiri. Pembangunan dan pertumbuhan industri seperti itu menyebabkan pola pertumbuhan yang tidak seimbang, industri maju hanya tumbuh di kota-kota besar seperti ; Teheran, Tabriz, Isfahan, dan Kerman, serta di daerah dimana ditemukan minyak bumi seperti di Khurzistan.Sementara itu banyak daerah yang tetap dibiarkan tidak berubah selama berabad-abad, serta tetap tertinggal.
Ketimpangan tersebut terus berlanjut sampai akhir Perang Dunia II bahkan berlanjut sampai tahun 70-an, dan dapat dilihat secara jelas dari hal-hal sbb :
  • Di depan kompleks industri petrokimia, industri baja, dan industri lainnya yang dibangun dengan menggunakan teknologi mutakhir terdapat industri kecil milik para perajin Iran yang masih menggunakan teknologi sederhana yang telah digunakannya selama ratusan tahun.
  • Pabrik-pabrik modern dengan cahaya listrik yang terang benderang, berdampingan dengan desa yang redup tanpa listrik di waktu malam.
  • Rumah-rumah modern dengan perlengkapan ala Amerika seperti TV, mesin pendingin (AC), kitchen set dll berdampingan dengan perkampungan yang kumuh tanpa listrik dan air bersih.
Ketimpangan tersebut diatas berakibat rakyat banyak (yang mayoritas beragama Islam)mempunyai persepsi negatip terhadap pemerintahan Shah, hal itu tampak dari munculnya ide adanya pemerintahan Islam (al-Hukũmah al-Isãmiyyah) yang dianggapnya lebih berkeadilan. Ide pemerintahan Islam tersebut mendapat dukungan yang luas dari rakyat Iran khususnya di pedesaan. Sudah barang tentu ide pembentukan pemerintahan Islam ini berbenturan dengan kekuasaan monarki baik semasa Reza Shah Pahlevi maupun semasa putranya Shah Mohammad Reza Pahlevi. Seperti diketahui Shah mengaku pewaris monarki Cyrus Agung seperti yang diucapkannya pada 13 Oktober 1971 di makam Cyrus Agung di Pasargade Iran.
Pada tahun 1950-an pemimpin nasionalis Dr. Mohammad Hidayat Mossadeq (Mossadegh atau Musaddiq lahir 19 Mei 1882 dan meninggal 5 Maret 1967) adalah Perdana Menteri Iran 1951-1953, ia terpilih secara demokratis namun kemudian dilengserkan secara paksa dengan dukungan CIA (Central Intelligence Agency). Mossadeq memiliki latar belakang aristokrat, penulis, administrator, lawyer, anggota parlemen yang menonjol, dan politikus ; Mossadeq didukung oleh pemimpin Islam Ayatullah Kasyani dan kaum buruh industri berhasil menjadi perdana menteri dan mengendalikan pemerintahan Reza Shah untuk sementara waktu,ia berhasil menutup pabrik penyulingan minyak bumi milik Inggris dan melakukan nasionalisasi AIOC. Kebijaksanaan tersebut bertentangan dengan kepentingan kapitalis Inggris, kemudian kebijaksanaan tersebut juga ditentang oleh Amerikat Serikat dan akhirnya Mossadeq jatuh.

. . . . . . . . . . Khomeini (1963) menentang keras kebijaksanaan Shah dibidang pertanahan (program landreform) dan dibidang wanita. Kebijakan dibidang pertanahan dipandangnya akan menghancurkan ekonomi agraris Iran . . . . . . . . . .

Sementara itu Khomeini (1963) menentang keras kebijaksanaan Shah dibidang pertanahan (program landreform) dan dibidang wanita. Kibijaksanaan dibidang pertanahan dipandangnya akan menghancurkan ekonomi agraris di Iran, disamping akan membuat rakyat menjadi budak sejumlah konglomerat yang didominasi oleh keluarga kerajaan, kelompok orang-orang kaya Iran, dan pengusaha-pengusaha Asing. Diduga kuat motif dibalik program landreform tersebut adalah agar petani pergi dari tanah yang mereka tempati dan menjadi buruh murah bagi pabrik-pabrik. Sedangkan kebijaksanaan Shah dibidang wanita antara lain adalah emansipasi wanita, penerapannya dipandang merendahkan martabat wanita itu sendiri serta akan menciptakan kerusakan moral masyarakat.
Pendapat Khomeini tsb mendapat dukungan luas dari masyarakat khususnya masyarakat Islam Iran, protes terhadap Shah mengenai kebijaksanaannya itu terjadi dimana-mana. Protes tersebut ditanggapi dengan keras berakibat sedikitnya lebih kurang 15.000 rakyat mati, peristiwa ini dikenal sebagai “Tragedi 15 Khurdad” (bulan ke-4 kalender Persia)
Golongan Islam yang sebagian besar adalah petani, sejumlah basaaris, mullah, dan cendekiawan; golongan Nasionalis yang sebagian besar adalah basaaris dan cendekiawan; serta golongan Komunis yang sebagian besar adalah buruh industri dan sejumlah kaum miskin kota, mereka secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama menentang kesewenang-wenangan pemerintahan monarki. Pada awalnya perlawanan dari ketiga golongan tersebut masih terjadi secara sporadis dan seringkali tidak terkoordinasikan.

III. Revolusi Pebruari 1979


Revolusi yang menyebabkan tergulingnya suatu pemerintahan tidak terjadi secara tiba-tiba, banyak faktor yang menjadi sebab terjadinya peristiwa tersebut. Berikut ini adalah gambaran singkat jalannya Revolusi Pebruari 1979 yang terjadi di Iran pada masa berakhirnya kekuasaan Reza Shah Pahlevi.

a. Bangkitnya perlawanan.

Revolusi adalah perbenturan secara terbuka antara kekuatan-kekuatan social yang saling bertentangan dalam memperebutkan kekuasaan (DR. Zayar, “Revolusi Iran Sejarah & Hari Depannya”, hal 64)
Pada pertengahan tahun 70-an rakyat Iran yang semula terpecah-pecah dalam aksinya menentang pemerintahan Shah setahap demi setahap secara mantab telah menemukan titik temunya, sehingga timbullah kekuatan dahsyat yang dapat meruntuhkan pemerintah. Semuanya itu dalam garis besarnya disebabkan faktor-faktor:
  •  pemerintahan Shah yang sewenang-wenang serta lebih berfihak pada kaum kapitalis asing daripada rakyatnya,
  • pemerkosaan terhadap agama Islam, kebudayaan dan adat-istiadat yang dianut oleh sebagian besar rakyat Iran, dan
  • timbulnya kesadaran akan hak-hak asasi manusia khususnya dikalangan cendekiawan.
Ketiga faktor tersebut ditambah adanya elemen yang sama diantara sebagian terbesar rakyat Iran yaitu agama Islam. Sejak dahulu agama Islam aliran Shi’ah berakar kuat di hati orang Iran.
Protes-protes dan berbagai demonstrasi terjadi di berbagai tempat di Iran, antara lain diilhami oleh kampanye Amerika Serikat terhadap perlindungan hak asasi manusia diseluruh dunia, telah meningkatkan tekanan oposisi tergadap Shah. Oleh karena itu Shah terpaksa memberi konsesi kepada para penentangnya dengan melakukan :
  1. Tidakan keras terhadap koruptor,
  2. Penutupan tempat maksiat (judi, panti pijat dll-nya), dan
  3. Kembali ke sistem penanggalan Islam.
Disamping itu Shah juga segera melakukan reformasi dan liberalisasi, termasuk mengundang parlemen untuk bersidang dengan tujuan meredam perlawanan para penentangnya.

b. Suasana revolusioner.

Usaha Shah untuk meredam perlawanan dengan melakukan langkah reformasi dan lliberalisasi ternyata tidak berhasil. Sementara itu sejalan dengan pertumbuhan industri dan pendapatan dari minyak bumi yang meningkat, maka Gross National Product (GNP) Iran naik dengan pesat pada tahun 1973/1974 naik lk 34.0 % dan tahun 1974/ 1975 naik lk 42.0 . Kenaikan GNP tersebut tidak diimbangi dengan pemerataan kesegenap lapisan rakyat secara adil. Ke tidak adilan itu mengakibatkan segala kontradiksi sosial muncul dan makin lama menjadi semakin tajam. Selain daripada itu jumlah serta kekuatan kelas pekerja sebagai salah satu unsur penentang Shah, juga terus meningkat secara menyolok.
Usaha-usah pemerintah Iran dengan (1) menerbitkan Undang-undang Perang 7 September 1977, (2) melakukan pengusiran terhadap Ayatollah Khomeini dari Najef Irak, dan (3) tindakan-tindakan represip lainnya ; tidak berhasil menenteramkan perlawanan-perlawanan. Hal tersebut ditambah dengan ketidak mampuan pemerintahan Shah mengendalikan inflasi yang menyebabkan timbulnya kesulitan ekonomi. Kesemuanya itu menjadi pemicu peristiwa kerusuhan besar pada tahun 1977. Akibat kerusuhan pada tahun 1977 tersebut ketegangan makin meningkat, sehingga terjadilah suasana revolusioner di Iran.
Pada tahun 1978 kerusuhan dan perusakan besar-besaran terjadi terhadap gedung bioskop, tempat judi, panti-panti pijt dan kantor-kantor di Teheran seperti di avenue Pahlavi ; avenue Hafez ; boulervard Elizabeth dan tempat-tempat lain. Tanggal 8 September 1978 terjadi apa yang dikenal sebagai Jumat Kelabu tentara melakukan pembantaian atas ribuan demonstran di Teheran, dan tanggal 9 September 1978 para pekerja minyak menyerukan pemogokan sebagai protes atas pembantaian tersebut. Kerugian keuangan dari kerusuhan-kerusuhan tersebut ditaksir lk 5000.oo juta dolar Amerika,
Selain kerusuhan dan pembantaian tersebut pada waktu yang bersamaan terjadi pula gelombang pemogokan para wartawan dan pekerja suratkabar, kemudian diikuti oleh pekerja-pekerja kantor pemerintah dan bank-bank, rumah-rumah sakit dan para dokter, serta guru-guru. Pemerintah mengancam para pemogok agar bekerja kembali, tetapi tidak diindahkan. Sementara itu pada tanggal 19 Nopember 1978 Uni Soviet memperingatkan Amerika Serikat supaya jangan mencapuri urusan dalam negeri Iran (Shah Reza semula didukung Amerika Serikat), hal itu menambah keberanian rakyat Iran melakukan perlawanan.
Pada bulan Muharam (1 Desember 1978) di Teheran rakyat turun kejalanan, tentara memblokir jalan-jalan raya dan menembaki rakyat yang turun kejalanan, mengakibatkan ratusan orang meninggal. Tindakan tentara tersebut menambah kemarahan rakyat, sehingga pada tanggal 11 dan 12 Desember lebih kurang tiga juta orang berdemontrasi di Teheran (terutama di Avenue Shah Reza) menentang Pemerintah. Di provinsi-provinsi jutaan orang melakukan hal yang sama secara serentak.
Walaupun Amerika Serikat masih menunjukkan dukungannya pada Shah seperti terlihat dari pernyataan presiden Carter pada 12 Desember 1978, dan tentara Iran melakukan ofensif yang kejam terhadap para penentang Shah hampir diseluruh negeri ; namun penolakan terhdap pemerintahan Shah tidak menjadi kendor, bahkan pemogokan berjalan terus yang membawa kelumpuhan ekonomi Iran dan keretakan dikalangan pendukung Shah. Seorang pejabat Iran mengatakan “ Semakin lama Shah menurunkan tentara dijalanan, maka semakin besar pula bahaya kontaminasi terhadap kesetiaan tentara terhadap Shah.

. . . . . . . . . . Gelombang pemogokan tersebut dapat bangkit secara berkelanjutan karena di-organisir oleh apa yang dinamakan “shura” . . . . . . . . . .

Puncak kelumpuhan terjadi ketika para pekerja minyak NIOC (National Iranian Oil Company) mogok, pemogokan itu diikuti oleh para pekerja pengangkutan : udara (pesawat terbang), laut (kapal laut), dan darat (kereta api). Dan pada 27 Desember 1978 seluruh ekspor minyak Iran terhenti. Gelombang pemogokan tersebut dapat bangkit secara berkelanjutan karena di-organisir oleh apa yang dinamakan “shura”. Shura adalah soviet atau dewan perserikatan pekerja, namun shura di Iran tidak dikembangkan seperti soviet di Rusia pada Revolusi Oktober 1917.
Pemogokan para pekerja tersebut khususnya buruh minyak Iran menjadi perhatian internasional, karena minyak adalah produk strategis bagi industri dunia yang dikuasai oleh negara-negara kapitalis. Situasi semakin buruk ; produksi minyakpun terus menurun yang biasanya 6 juta barel menjadi 3.5 juta dan akhirnya hanya 0.3 juta barel per hari. Di Iran sendiri terjadi kelangkaan minyak; pabrik-pabrik tutup dan rumah-rumah tanpa pemanas.

c. Runtuhnya dinasti Shah Mohammad Reza Pahlevi

Walaupun telah digunakan segala cara untuk meredam termasuk penggunaan kekuatan senjata namun perlawanan rakyat yang tidak dapat dipadamkan. Adanya perlawanan rakyat tersebut ditambah dengan tekanan internasional menyebabkan Shah harus terus mencari jalan keluar. Setelah berunding cukup lama dengan DR. Shapur Baktiar seorang tokoh borjuis pemimpin Front Nasional. maka ditunjuklah DR. Shapur Baktiar sebagai Perdana Menteri dengan harapan perlawanan rakyat menjadi reda. Pada tanggal 6 Januari DR. Shapur Baktiar mulai memangku jabatan tersebut, namun perlawanan rakyat dan kerusuhan-kerusuhan masih terus berlangsung di provinsi-provinsi.

. . . . . . . . . . negara dibawah pemerintahan Shah telah benar-benar tercerai berai dan kekuasaannya berserakan dijalanan menunggu siapa yang akan memungutnya  . . . . . . . . . .

Ayatollah Khomeini
Pada tanggal 19 Januari 1979 keadaan pergolakan revolusioner menentang kekuasaan Shah di Iran makin memuncak. Shah tidak lagi memperoleh dukungan dari cendekiawan, kelas menengah, sebagian kaum petani dan juga tentara yang semula mendukungnya. Tampak jelas tidak ada harapan tersisa bagi Shah untuk tetap tinggal di tanahair-nya, Shah harus meloloskan ke Mesir. Larinya Shah ke luar negeri menandai telah runtuhnya dinasti Pahlavi. Pada waktu itu secara teori Shah masih berkuasa melalui Perdana Menteri Baktiar yang ditunjuknya, namun sesungguhnya seluruh mesin pemerintahan ; polisi, tentara, birokrasi dan lembaga-lembaga lain yang menyokongnya telah menjadi keropos keperkasaannya.
Sebagaimana diketahui telah cukup lama dikenal adanya seorang pemimpin Islam anti Shah yang gigih yaitu Ayatollah Khomeini yang pada awal 1979 masih berada di pengasingan di Perancis. Sebelumnya Khomeini berada di pengasingan di Irak dan selama itu banyak waktu yang dihabiskannya untuk menyerukan kepada para pemimpin Islam agar bergerak bahu membahu dengan para penentang Shah. Pada 1 Pebruari 1979 Khomeini memutuskan untuk pulang kembali ke tanah air. Pada saat Khomeini tiba kembali di Iran perjuangan melawan kekuasaan dinasti Shah Pahlevi praktis sudah selesai, negara dibawah pemerintahan Shah telah benar-benar tercerai berai dan kekuasaannya berserakan dijalanan menunggu siapa yang akan memungutnya.

d. Pasca runtuhnya dinasti Shah Mohammad Reza Pahlevi

Ternyata ditunjuknya Baktiar menjadi Perdana Menteri oleh Shah tidak mampu membuat roda kehidupan sehari-hari berjalan kembali. Pabrik, bazar, dan kantor-kantor hampir seluruhnya masih belum dibuka. Bazar adalah semacam pasar atau sekumpulan kedai tempat menjual segala macam barang di Arab.
Pada saat Khomeini menginjakkan kakinya kembali di tanah airnya tanggal 1 Pebruari 1979 berjuta-juta orang mengelu-elukannya sebagai pahlawan. Walaupun Baktiar menyatakan bahwa ia secara resmi masih mengendalikan pemerintahan di Irak atas nama Shah, namun dinasti Shah secara de facto telah runtuh.
Khomeini secara terbuka menentang pemerintahan Baktiar, dinyatakannya pemerintahan dinasti Pahlevi sesungguhnya adalah pemerintahan ilegal, karena sejak mulanya didirikan dengan ujung bayonet. Dengan cerdik Khomeini mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi di hadapan wartawan-wartawan internasional. Dewan Revolusi ini akan memimpin Iran selama masa peralihan, nama-nama anggota Dewan Revolusi akan diumumkan kemudian. Baktiar dimintanya mundur, namun Baktiar menolaknya dan tidak mau mundur.
Pada tanggal 5 Pebruari Khomeini meningkatkan tekanannya terhadap Baktiar dengan mengangkat Bazargan sebagai Perdana Menteri. Pada awalnya Baktiar masih juga belum bersedia mundur, sehingga terjadi dualisme pemerintahan. Baktiar mewakili kepentingan-kepentingan Shah, dan Bazargan mewakili kekuatan-kekuatan anti Shah yang dipimpin oleh Khomeini. Keadaan seperti itu menyebabkan terjadinya ketegangan dan bentrokan-bentrokan dimana-mana. Akhirnya pada tanggal 12 Pebruari 1979 Baktiar mengundurkan diri (catatan : Baktiar melarikan diri ke Perancis dan memimpin Gerakan Perlawanan Nasional Iran melawan Republik Islam, dan pada 7 Agustus 1991, Baktiar dibunuh bersama dengan sekretarisnya Soroush Katibeh oleh tiga orang pembunuh ), namun ketegangan dan suasana revolusioner masih terus berlanjut. Dalam suasana revolusioner seperti itu ternyata Bazargan tidak mampu menjalankan pemerintahan dengan baik, dan pada tanggal 6 Nopember 1979 iapun mengundurkan diri.
Setelah Bazargan mundur praktis tidak ada lagi sisa-sia kekuasaan dinasti Pahlavi. Iran pada saat itu diperintah oleh Dewan Revolusi yang didominasi oleh Khomeini seorang diri sampai terpikihnya Presiden (Januari 1980) dan anggota Parlemen Iran (Maret 1980)

IV. Penutup.

Revolusi Iran dapat dikatakan dimulai pada awal 1977 melalui perlawanan dengan berbagai unjuk rasa menuntut kebebasan dan keadilan. Unjuk rasa tersebut menyuarakan aspirasi berbagai golongan mulai dari cendekiawan, mullah, pedagang kecil, petani, pekerja industri dan lain-lain yang merasa tertekan dibawah pemerintahan Shah yang otoriter. Perlawanan tersebut ber-implikasi pada kekuatiran Amerika Serikat akan terganggunya kepentingan-kepentingannya, sihingga menekan Shah agar melakukan langkah reformasi dan liberalisasi. Gerakan yang paling berbahaya bagi pemerintahan yang buruk adalah gerakan yang meng-artikulasi-kan reformasi (Alexis de Tocqueville).
Langkah reformasi dan liberalisasi yang dilakukan oleh Shah ternyata tidak berhasil meredam perlawanan, sehingga pada tahun 1977 terjadi peristiwa kerusuhan besar. Bahkan perlawanan rakyat Iran yang semula terpecah-pecah setahap demi setahap mulai menemukan titik temunya, akhirnya menjadi kekuatan perlawanan yang dahsyat yang melumpuhkan pemerintahan Shah.
Puncak kelumpuhan terjadi ketika para buruh minyak mogok, kemudian diikuti oleh buruh angkutan (pesawat, kapal, dan kereta api), sehingga seluruh ekspor minyak Iran terhenti. Pemogokan para buruh Iran itulah yang sesungguhnya menentukan keruntuhan dinasti Shah.
Pada Pebruari 1979 jutaan massa rakyat ikut melakukan demonstrasi di jalan-jalan, tiga juta orang dari semua golongan (Islam-mullah, Nasionalis-basar, dan Komunis-pekerja) yang menentang Shah turun kejalan di Teheran. Dalam suatu revolusi campurtangan kekuatan rakyat ke dalam kekuasaan pemerintahan bagi kepentingan dirinya tidak dapat dihindarkan (Trotsky).
Dihadapkan dengan gerakan massa sebesar itu : Shah beserta kaki tangannya rontok seperti rumah kardus diterjang topan. Situasi berubah dalam waktu yang sangat singkat, pemerintahan Shah hancur berkeping-keping dan kekuasaannya berserakan di jalanan menunggu pemungutnya.

. . . . . . . . . . dimana kemapanan telah rontok dan masing-masing partai atau golongan dari kekuatan perlawanan mulai berjuang memperebutkan kekuasaan negara, maka kesiapan kepemimpinan masing-masing partai atau golonganlah yang menentukan . . . . . . . . . .

Dalam situasi seperti itu, sesungguhnya peranan masing-masing partai atau golongan yang memimpin kekuatan perlawanan terhadap kemapanan adalah yang utama dan krusial. Di saat mencapai persimpangan yang kritis, dimana kemapanan telah rontok dan masing-masing partai atau golongan dari kekuatan perlawanan mulai berjuang sendiri-sendiri memperebutkan kekuasaan negara, maka kesiapan kepemimpinan masing-masing partai atau golonganlah yang menentukan.
Golongan pekerja (kelas buruh) penentu keruntuhan dinasti Shah tidak mempunyai kepemimpinan yang kuat, maka golongan pekerja Iran menjadi lumpuh dan tidak mampu berperan secara mandiri. Golongan pekerja tak memperoleh apapun. Di Iran pada saat Shah tumbang ; banyak pimpinan pekerja yang membiarkan dirinya dikendalikan oleh Khomeini. Sementarai tu partai Tudeh yang mengaku pemimpin golongan pekerja (kelas buruh) tidak memiliki perspektip mengambil kekuasaan, dan Moskow tidak berani mengambil resiko membantu.
Sedangkan Khomeini, sebagai pimpinan kaum ulama beserta pengikutnya, pada waktu itu adalah yang paling siap memungut kekuasaan Shah yang telah hancur berkeping-keping. Direruntuhan kekuasaan Shah itu-lah didirikannya Republik Islam Iran yang sampai sekarang telah berumur lebih dari dua dasawarsa. Apakah akhirnya Republik Islam Iran dapat menjawab cita-cita Revolusi Iran, Revolusi Pebruari 1979 ? Sejarahlah yang akan membuktikannya!

*
Suatu negara bisa tumbuh untuk jangka yang lama, yakni selama kaum yang berpunya dan berkuasa masih sanggup mengadakan kemajuan (teknik, sosial, politik dan budaya). Negara yang lama tumbang dan negara yang baru timbul kalau yang lama tak sanggup lagi memberi kemajuan, dan kalau kelas baru dalam masyarakat, yakni yang selama ini tertindas sanggup berorganisasi, berjuang dan menggantikan yang lama, serta mengadakan kemajuan dalam semua lapangan masyarakat (Tan Malaka)