Selasa, 15 April 2014

Kesilapan



Ngunandiko.67


Kesilapan

Aristoteles
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita  keliru dalam menilai suatu peristiwa atau keadaan, baik itu peristiwa atau keadaan alam seperti ruang angkasa (mis : jatuhnya meteor), bumi  (mis :gempa), mahluk hidup (mis : penyakit), dan lain-lain atau non alam seperti ekonomi (mis : inflasi), politik (mis : kudeta), peristiwa sosial (mis : kerusuhan) dan lain-lain.
Kekeliruan dalam menilai suatu peristiwa tersebut dalam renungan dan bahasan ini, kita namakan kesilapan yaitu perbuatan keliru atau salah yang tidak kita sengaja. Kesilapan ini telah dikenali pada masa Aristoteles (384 SM – 322 SM), dalam membahas masalah Logika. Kesilapan tersebut dapat  timbul karena : 

(1) Paham dijadikan bukti (fakta). Menilai suatu peristiwa  berdasar bukti yang secara a priori kita anggap benar, kita belum betul-betul mengamati  kebenaran bukti tersebut ; 

(2) Salah atau lupa memperamati suatu bukti. Lupa atau salah dalam mencari dan memperhatikan suatu bukti. Lupa atau salah tersebut dapat karena pancaindera tidak mampu (mis :Usia), pendidikan, dan pengalaman ; 

(3) Salah dalam menyusun bukti. Salah dalam menyusun bukti untuk mendapatkan undang (hukum). Kesilapan  ini ada tiga ragam :
(a) Kesilapan Analogy, karena persamaan rupa ;
(b) Kesilapan berhubung dengan tempo dan tempat ;
(c) Kesilapan post hoc . . . . . . . . . sebab tunggal ; kesilapan sebab tunggal ini juga bersifat dua macam. 

  • Pertama bersifat (terutama) berhubungan dengan cara berpikir (Logika). 
  • Kedua  (lebih banyak) berhubung dengan Point of View, penjuru dari mana si pemeriksa memandang ;
(4) Kesilapan dalam pelaksanaan. Kalau penjuru memandang telah ditentukan lebih dahulu (lebih-lebih dalam Ilmu Mayarakat) dan bukti cukup, jumlah (quantity) dan mutu (quality) memadai sifat dan bilangannya, dan undang menurut syarat Dialektika dan/atau Logika yang sempurna, maka pelaksanaannya mesti awas sekali memperhatikan Undang Syllogism[1] dan lain-lain. Pada pelaksanaan ini-lah terutama Logika berperan besar.

(5)  Kesilapan karena keliru. Kesilapan ini terbagi pula atas tiga ragam yaitu :

  • Karena kata berlipat (ambiquonus);     
  • Karena akibat sama dengan pokok (Petitio Principli Begging the Question[2]), seperti menghasta kain sarung ;
  • Karena akibat yang tidak berkaitan dengan pokok pembicaraan (Ignoratio Elenchi[3]) ; cara menyimpang, jalan mengapusi.

Dalam renungan dan bahasan ini ke-5 (lima) kesilapan tersebut akan kita periksa satu per satu, serta akan kita sertai beberapa contoh sederhana (lihat : Madilog). Contoh-contoh tersebut adalah  dari peristiwa-peristiwa yang sering kita temui, semoga merupakan contoh yang tepat.

Pertama : Paham dijadikan bukti (fakta) ; Kesilapan yang timbul pada pemeriksaan bukti, sesuatu yang masih berupa faham atau pendapat  telah dianggap sama (a priori) dengan bukti (fakta). Kesilapan seperti itu dinamai kesilapan a priori – disebut pula sebagai “mystifikasi” – tampak tiada berhubungan dengan kecerdasan si pemeriksa (pemikir) memakai Logika. Di negara-negara yang tingkat pendidikannya rendah seperti Indonesia, kesilapan karena “mystifikasi” banyak terjadi, walaupun hal itu terjadi pula di negara-negara maju. 

Sebagai contoh :
  • Sejumlah prajurit dengan mengucapkan mantera-mantera maju menghadapi berondongan peluru musuh tanpa  perlindungan yang memadai, akhir-nya sebagian besar para prajurit tersebut mati tertembak.  kesilapan : prajurit tersebut a priori percaya akan kebal peluru, jika mengucapkan  mantera   
  • Seorang raja mengangkat adik kandungnya menjadi komandan “pasukan kerajaan”   untuk  mencegah terjadinya kudeta  militer, ternyata adiknya tersebut memimpin suatu kudeta untuk menggulingkan-nya. kesilapan : sang raja a priori percaya bahwa keluarga se-ayah dan se-ibu akan saling melindungi
Kedua : Salah atau lupa memperamati suatu bukti ; Kesilapan yang berhubungan dengan pekerjaan mencari bukti, ini adalah kesilapan karena lupa atau salah memperhatikan bukti. Salah dan lupa ini, tidak dapat dianggap sebagai salah dan lupa dalam memakai pancaindera buat memperamati bukti. Seorang cukup umur, cukup didikan, dan cukup pengalaman kalau berkali-kali menghadapi kejadian yang berlawanan dengan kepercayaannya, tetapi terus percaya bahwa kejadian itu cocok dengan anggapannya semula, maka salah atau lupa seperti itu tidak dapat sebagai salah atau lupa dalam arti biasa. Lain dari pada itu memang ada kesilapan psikologi, lupa atau salah memperamati sebab kejadian yang amat mendahsyatkan. Jadi kesilapan kedua ini setengah mystifikasi dan setengahnya psikologis.

Sebagai contoh :
  • Di Indonesia banyak orang meminta bantuan paranormal  untuk mencari barang-barangnya yang hilang. Hasilnya barang-barangnya yang hilang tidak ketemu.– kesilapan : orang itu lupa bahwa paranormal telah sering gagal mengetahui barang-barang yang hilang –
  • Rakyat di suatu Negara mengagumi  garis keturunan, maka rakyat negara tersebut telah memilih seseorang berdasar garis keturunannya untuk memimpin negara (mis : keturunan bekas Presiden untuk menjadi Presiden negara-nya). Ternyata negaranya tidak menjadi makmur.– kesilapan : salah menganggap bahwa garis keturunan  sama dengan kecakapan memimpin negara – 
Ketiga : Kesilapan dalam menyusun bukti mendapatkan undang. Kesilapan ini ada dibagi atas tiga ragam pula : 
(a) Kesilapan Analogy, persamaan rupa ;

Sebagai contoh :
  • Matahari dan bulan adalah dua benda bundar dilangit yang  memancarkan sinar. Jika orang lalu menarik kesimpulan bahwa matahari dan bulan keduanya memancarkan sinar dari dirinya sendiri, maka kesimpulan itu adalah salah. Bulan memancarkan sinar, karena memantulkan sinar matahari.– kesilapan : matahari di-analogi-kan dengan bulan, karena kedua-nya beredar dilangit, bundar dan bersinar –  
  • George Stephenson  (1781 – 1846) dan Thomas Alva Edison (1847 – 1931) keduanya adalah orang yang berkulit putih dan berbahasa Inggris. Jika  orang lalu menarik kesimpulan bahwa kedua orang tersebut adalah warga negara Inggris, maka kesimpulan itu salah. Thomas Alva Edison adalah warga negara Amerika Serikat dan George Stephenson adalah warga negara Inggris. – kesilapan : orang Inggris di-analogi-kan dengan orang Amerika, karena kedua-nya berkulit putih dan berbahasa Inggris.   
(b)  kesilapan berhubung dengan tempo dan tempat ;

Sebagai contoh :
  • Pemilu pada masa Orde Baru selalu dimenangkan oleh Golkar, pada masa Reformasi orang memilih lagi Golkar. Golkar kalah! – kesilapan : Golkar dahulu selalu menang dalam Pemilu, maka sekarang Golkar juga akan menang –   
  • Di Jakarta si Polan sarapan jam 8.00 WIB (waktu Indonesia Barat). Jika di Tokyo si Polan juga sarapan jam 8.00 WIB, maka sarapan si Polan itu mungkin terlalu siang.– kesilapan : jam 8.00 WIB (waktu) di Tokyo dianggap sama dengan waktu  di Jakarta –   
(c) Kesilapan posthoc, ergo propter hoc . . . . . sebab tunggal ; kesilapan ini dapat dikatakan bersifat 2 (dua) macam, yaitu :

Ke-1 : Terutama bersifat berhubungan dengan Logika.

Sebagai contoh :
  • Orang Minang adalah orang yang pandai bedagang ; Kita bisa membuat kesilapan dengan mengatakan bahwa semua orang pandai berdagang adalah orang Minang.
                                         
  • Si Polan adalah orang beragama. Si Polan adalah dermawan ; Kita bisa membuat kesilapan dengan menyimpulkan bahwa semua orang  beragama adalah dermawan.
Ke-2 : Lebih banyak berhubung dengan Point of View, penjuru dari mana sipemeriksa memandang. Dalam perkara berhubungan dengan Benda semata-mata Ilmu Alam & Co boleh jadi kesilapan itu disebabkan salah memakai undang Logika. Tetapi dalam Ilmu Masyarakat, seperti Agama, Politik, Economi & Co pasti kesilapan itu berhubung dengan penjuru memandang. Pemikir kapitalis mesti menyalahkan simpulan pemikir Sosialis dan Komunis. Begitu juga pemikir Sosialis dan Komunist. Tak akan membenarkan simpulan ahli Kapitalist dalam Ilmu Masyarakat itu ! Hidup si Kapitalis, si Komunis mesti mati. Hidup si Komunist mesti mati si Kapitalist. Disini ada perlawanan dan peperangan mati-matian.

Sebagai contoh :
  • Menurut Cluterbuck ; “teroris bagi seseorang adalah pejuang kemerdekaan bagi orang lain”. “Sayap kanan” melihat ada aktor-aktor komunis di balik setiap gerilya yang mereka perangi, begitu pula “sayap kiri” akan memandang ada CIA dengan kacamata yang serupa (lihat : Gerakan Bawah Tanah).
  • Keuntungan suatu perusahaan di Indonesia tergantung dari nilai tukar uang Rupiah terhadap Dolar Amerika (valuta Asing). Kita bisa membuat kesilapan dengan mengatakan ; jika nilai tukar uang Rupiah terhadap Dolar Amerika naik, maka keuntungan perusahaan itu juga naik.  
Ke-empat : Kesilapan dalam pelaksanaan. Kalau penjuru memandang sudah ditentukan lebih dahulu, lebih-lebih dalam Ilmu Mayarakat, dan bukti cukup, quality dan quantitynya, sifat dan bilangannya dan undang diperoleh dengan syarat Dialektika dan/atau Logika yang sempurna, maka penglaksanaan mesti awas sekali memperhatikan Undang Syllogism dsb. Pada penglaksanaan ini terutama Logika bersimaharajalela.

Sebagai contoh :
  • Semua muslim wajib melaksanakan semua perintah Allah. Salah satu perintah Allah adalah sholat 5 kali sehari. Adalah suatu kesilapan dengan mengatakan bahwa seorang yang pernah sholat adalah muslim.
  • Semua dokter adalah  lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Kedokteran. Si Polan adalah lulusan Perguruan Tinggi. Kita bisa membuat kesilapan jika menyatakan bahwa si Polan adalah dokter,
Kelima : Kesilapan karena keliru. Kesilapan ini terbagi pula atas tiga ragam ;
a) kata berlipat ;

Sebagai contoh :
  • Pembunuh itu mesti seorang yang paling kejam. Pangeran Diponegoro banyak membunuh musuhnya. Kita bisa membuat kisilapan dengan menyimpulkan bahwa Diponegoro mesti seorang yang paling tamak dan kejam.
  • Penipu itu adalah pekerjaan yang tidak terpuji. Pekerjaan tukang sulap adalah menipu penonton. Apakah pekerjaan tukang sulap pekerjaan yang tidak terpuji ?
b) cara menghasta kain sarung (petitio principli) ; 

Sebagai contoh :
  • Konsultan menerangkan bahwa permintaan (demand) pupuk di Indonesia sangat besar, karena Indonesia memerlukan sangat banyak pupuk. (Permintaan  = memerlukan !).
  • Seorang tertuduh mengatakan bahwa dia tidak bohong, karena telah mengatakan kebenaran. ( tidak bohong = mengatakan kebenaran !)
c) cara menyimpang (ignoratio elenci).

Sebagai contoh :
  • Seorang kontraktor yang gagal melaksanakan tugasnya, si kontraktor tersebut malah menceritakan penderitaannya yang membangkitkan rasa hiba.
  • Pembela (lawyer) koruptor, yang dalam pembelaannya mengemukakan jasa-jasa si koruptor sewaktu perang yang  membangkitkan kekaguman dan simpati, dan bukan mengemukakan bukti-bukti bahwa si koruptor tidak melakukan korupsi. Pembelaan tersebut tergolong sebagai kesilapan dengan “cara menyimpang (ignoratio elenchi)”.
Sebagai penutup ingin kami sampaikan hal-hal sbb :   
  • Dalam kehidupan sehari-hari kita sering keliru dalam menilai suatu peristiwa atau keadaan. Keliru dalam menilai suatu peristiwa atau kesilapan ini dapat berakibat buruk bagi diri kita maupun masyarakat luas. Kesilapan seyogyanya harus selalu kita hindari.
  • Untuk menghidari terjadinya kesilapan, maka dalam menilai suatu peristiwa atau keadaan harus didasari bukti (fakta) dan dilakukan dengan undang (hukum) berpikir yang benar. Disamping itu dalam mendapatkan  bukti (fakta) tersebut, harus dilakukan secara  saksama dan akurat.
  • Ada lima sebab “Kesilapan” yaitu : (1) paham dijadikan bukti (fakta) ; (2) salah atau lupa memperamati suatu bukti (fakta) ; (3) silap dalam menyusun bukti untuk mendapatkan undang (hukum) ; (4) silap dalam pelaksanaan ; dan (5) keliru.
  • Kesilapan karena faham dijadikan bukti (fakta), adalah kesilapan yang seringkali terjadi di negara-negara dengan tingkat pendidikan rakyatnya rendah seperti Indonesia. Kesilapan ini disebut pula sebagai “mystifikasi”.  Mystifikasi” ini  tiada berhubungan dengan kecerdasan sipemikir memakai Logika, mystifikasi dapat dilakukan oleh orang bodoh maupun pandai.
  • Mystififikasi dalam politik sering digunakan untuk meneguhkan kekuasaan ; baik pada masa yang lalu maupun pada masa kini, baik di negara maju maupun dinegara berkembang. Propaganda sering menggunakan mystifikasi (lihat : Propaganda).
Demikianlah semoga renungan dan bahasan ini bermanfaat !
*
Kalau kausingkirkan semua yang mustahil, apa pun yang tersisa, betapapun mustahilnya, adalah kebenaran.” (Arthur-Conan-Doyle).
*


[1] Syllogism: a formal argument in logic that is formed by two statements and a conclusion which must be true if the two statements are true.
[2] Petitio Principii : (circular reasoning, circular argument, begging the question) in general, the fallacy of assuming as a premiss a statement which has the same meaning as the conclusion
[3] Ignoratio Elenchi : a fallacy in logic of supposing a point proved or disproved by an argument proving or disproving something not at issue