Rabu, 13 Juli 2011

Tinggal di rumah petak


Ngunandiko.12


Rumah Petak
Hampir semua kota di Indonesia memiliki apa yang dikenal sebagai “rumah petak”, biasanya merupakan rumah sewaan atau kontrakan . Rumah petak adalah bagian dari sebuah bangunan rumah yang cukup besar, dimana bangunan tersebut dibagi menjadi beberapa unit atau petak, tiap-tiap unit itulah yang disebut “rumah petak”. Satu “rumah petak”memiliki pintu keluar masuk tersendiri, umumnya terdiri dari satu kamar-tidur dan satu kamar-serbaguna untuk tamu, makan, masak dll, kadang-kadang dilengkapi pula dengan satu kamar lagi untuk mandi, cuci dan kakus. Tempat “mandi-cuci-kakus” tersebut sering kali berada di tempat lain yang terpisah dan digunakan bersama oleh beberapa rumah petak.
Penghuni rumah petak umumnya orang-orang yang tidak cukup kuat ekonominya atau berpenghasilan pas-pasan seperti ; pedagang kecil, tukang, buruh pabrik, sopir dll dan ada pula pelajar atau mahasiswa. Mereka menyewa bulanan, dapat pula kontrak tahunan dengan pemiliknya. Hubungan antara penghuni rumah petak terbatas, namun pada umumnya hubungan kekeluargaan diantara para penghuni cukup baik, mereka saling menghargai dan saling membantu.
Di suatu pinggiran kota Jakarta tinggal dua keluarga – keluarga Amin dan keluarga Amat – masing-masing tinggal di sebuah “rumah petak” yang berdampingan. Rumah tersebut bagian bawahnya dinding batubata, bagian atasnya terbuat dari papan-kayu, dan ber-atap-kan asbes.
Keluarga Amin terdiri dari ; Amin, isteri dan seorang anak-nya laki-laki yang beberapa saat lagi berulang tahun ke-tujuh, sedang keluarga Amat terdiri dari ; Amat, isteri dan seorang anak-nya perempuan yang sudah berumur 7 tahun. Amin buruh pabrik tekstil, sedang Amat buruh pabrik elektronika. Hubungan antara Amin dan Amat sangat baik mereka saling tolong menolong, jika Amin perlu sesuatu sering pinjam ke Amat, begitu sebaliknya.
Umumnya penghuni rumah petak tersebut tidur pada sekitar jam 11.00 malam - termasuk keluarga Amin dan Amat – , karena pagi-pagi mereka sudah harus berangkat kerja. Pada suatu malam walaupun sudah lebih dari jam 12.00 malam, Amat belum tidut dan masih duduk diteras rumahnya. Malam makin larut dan makin sepi Amat belum juga tidur, bahkan Amat sebentar keluar dan sebentar masuk rumah petaknya. Hal itu menyebabkan Amin terbangun, dari tempat tidurnya didengarnya langkah Amat yang keluar masuk rumah petaknya. Sebagai teman dekat, maka keluarlah Amin dari rumah-nya ingin mengetahui keadaan Amat, dan kemudian terjadilah dialog antara Amin dan Amat sbb :
  •  Amin : Ada apa ?( Amat biasa dipanggilnya Abang atau Kakak) Sudah larut malam begini belum juga tidur ?
  • Amat : Ah tidak apa-apa ! . . . ' (setelah terdiam sebentar berkatalah Amat) . . . . apa saya dapat berbicara sedikit ?
  • Amin : Tentu . . . . . silahkan Bang !
  • Amat : . . . dengan terbata-bata . . . Saya kan punya kwajiban ke adik besok pagi !
  • Amin : . . . Kwajiban apa ?
  • Amat : Kan saya punya hutang . . . .dan janji melunasi ke adik besok pagi, saya belum punya uang . . . . . jadi saya tidak dapat tidur memikirkan hal itu !
  • Amin : Aah ah . . . . tidak apa apa Bang . . . . dapat lain waktu !
  • Amat : Alkamdulilah terimakasih (diucapkannya berkali-kali) sambil di-jabat-nya tangan Amin erat-erat.

Setelah itu masing-masing terdiam sejenak  . . . . . . . . . . Amat dan Amin pun kemudian masuk ke rumah petak masing-masing.
Beberapa saat kemudian Amat pun tertidur dgn pulas karena hutang-nya tidak perlu dibayarnya besok pagi. Sementara itu Amin tidak dapat tidur, karena sesungguhnya uang pengembalian hutang dari Amat tersebut direncanakannya untuk membeli sepeda bagi anaknya yang akan berulang tahun ke-tujuh.

*
Humor adalah senjata orang-orang tak bersenjata : humor membantu orang-orang tertindas untuk tersenyum pada situasi mereka yang terluka  ( Simon Wiesenthal )
*