Senin, 06 Maret 2017

Definisi.

Ngunandiko.121




DEFINISI
(BATASAN)



I.                   Pendahulauan.


Pada kesempatan ini “Ngunandiko” ingin merenung dan membahas tentang “definisi (batasan)”. Seperti diketahui “definisi (batasan)” adalah sangat penting bagi sains atau ilmu pengetahuan.
Pada akhir-akhir ini (akhir tahun 2016 dan awal 2016) di Indonesia banyak dijumpai  suatu perdebatan yang melebar kemana-mana, sehingga perdebatan itu menjadi tidak efisien dan tidak menghasikan apa-apa.
Perdebatan yang melebar kemana-mana itu, utamanya karena tidak ada “definisi” yang menentukan batas-batas yang tepat dari perkataan atau hukum atau paham yang akan menjadi pokok perdebatan.
Oleh karena itu dalam suatu perdebatan, yang mesti dijawab terlebih dahulu adalah “definisi” dari apa yang akan diperdebatkan. 
Lalu apa arti “definisi” itu” ?. Tanpa ada “definisi” dari pokok perkara perdebatan, maka tak bisa ada perdebatan yang berdasar sains—ilmu pengetahuan, yakni seperti keadaan perdebatan yang terjadi di hampir seluruh dunia Asia sebelum Barat datang.

II.                Pengertian definisi.

Pengertian definisi, seperti yang dijelaskan oleh “kamus Merriam-Webster”  adalah sebagai berikut : Definition : a :  the action or the power of describing, explaining,   or making definite and clear <the definition of a telescope> <her comic genius is beyond definition> b (1) :  clarity of visual presentation :  distinctness of outline or detail <improve the definition of an image> (2) :  clarity especially of musical sound in reproductionc :  sharp demarcation of outlines or limits <a jacket with distinct waist definition>.
Jadi definisi (batasan) adalah kekuatan atau kemampuan menguraikan, menerangkan, serta membuat pasti dan terang sesuatu ; misalnya barang, tindakan (aksi)  atau  pokok perkara yang akan diperdebatkan.
Sebagai contoh cabang sains yang akan menjadi pokok perdebatan  adalah “Geografi (Ilmu bumi)”, maka pengertian “Geografi (ilmu bumi)” itu mesti di-definisi-kan terlebih dahulu. Kalau tidak perdebatan tentang “Geografi (Ilmu bumi)”itu, bisa meluap, mengembara kian kemari, melampaui dan meninggalkan cakupannya.
Contoh lain umpamanya yang akan menjadi pokok perdebatan adalah “Qu d’etat (Kudeta)”, maka “Qu d’etat (Kudeta)” mesti didefinisikan terlebih dahulu. Perkara lain yang berhubungan dan kena mengena dengan “Qu d’etat (Kudeta)”  sudah barang  tentu boleh dan mesti diuraikan, tetapi tak boleh melewati dan menyesatkan  pokoknya,  tujuan memperdebatkan “Qu d’etat (Kudeta)” tersebut.

III.             Menyusun definisi.

Disini akan diuraikan secara singkat bagaimana menyusun definisi, utamanya definisi dari apa yang akan diperdebatkan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam hal itu, yakni :

(1) apa yang akan jadi pokok perdebatan (mesti diberi batas) ; dan
(2) unsur (materi) dan hukum dalam perdebatan itu.

Jadi pertama adalah pengertian dari apa yang jadi pokok perdebatan atau apa yang akan  didiskusikan itu diberi batas ; kemudian unsur atau materi  yakni segala bukti yang menjadi sendi dari perdebatan itu dipastikan ; dan akhirnya hukum yang diperoleh sebagai hasil pemeriksaan yang tenang mesti juga dipastikan. Demikianlah pentingnya definisi itu dalam suatu perdebatan yang bedasar ilmu pengetahuan.
Sekarang marilah kita bahas dan renungkan lebih lanjut  tentang “definisi” itu. “Definisi”  disini mesti  mencakup dan cocok dengan pokok perdebatan (perkara) sacara akurat, jitu, dan tepat. “Definisi”  dikatakan akurat, jitu, dan tepat ; jika unsur (materi) itu terbatas, terpagar, dan semuanya berada dalam batas-batas  (mark of the thing, refer to all things). Kalau pagar pembatasannya tak rapi dan tak semua materi berada dalam pagar itu, maka definisi itu gagal.
Materi yang harus dipagari itu adalah materi yang satu golongan, satu kelas dengannya, tetapi mempunyai perbedaan. Definisi itu ditujukan untuk menentukan golongan kelas dari suatu barang dan perbedaan antar barang yang berada dalam satu kelas.
Definisi itu mesti menampakkan  sifat-sifat utama materi atau barang itu – essential attributes – Sifat-sifat utama itu ialah kelas dan perbedaan- perbedaannya.
Sebagai contoh : jika apa yang akan diperdebatkan itu adalah  “perilaku manusia”, maka untuk mencarinya kita perlu melakukan langkah sbb :
  • menetapkan golongan atau kelas.
  • menguji apakah definisi tadi betul-betul  memadai.
  • apakah definisi itu telah mencukupi segala syarat

Ketiga langkah tersebut dapat diuraikan atau dijelaskan secara singkat seperti dibawah ini.

  • Menetapkan golongan atau kelas.

Dalam contoh ini adalah menetapkan.golongan atau kelas dari “manusia”. Seperti diketahui manusia itu dapat dgolongkan  sebagai mahluk hidup, tetapi mahluk hidup  itu terlalu luas cakupannya. Cakupannya perlu dipersempit, maka disini  “manusia” digolongkan sebagai  “hewan”, hewan juga masih terlalu luas cakupannya, karena dalam hewan itu  termasuk ular, kerbau, monyet, dll. Monyet itu golongan hewan, dan manusia juga termasuk golongan hewan. Dalam hal ini manusia dan monyet adalah bersamaan (satu golongan).
Walaupun demikian kanak-kanak pun tahu bahwa manusia bukan monyet, dan monyet bukan manusia. Jadi definisi kita tadi, bahwa manusia itu hewan belumlah pas.
Kita mesti mencari perbedaan antara monyet dengan manusia yang satu kelas  itu. Kita tahu, atau sekarang ini kita percaya (mesti belum tentu dikemudian hari keyakinan ini tetap benar) bahwa manusia itu mempunyai akal, dan monyet tidak mempunyai akal, monyet cuma punya naluri (berinsting)
Manusia pandai berpikir menurut hukum yang kita namai hukum berpikir atau logika, tetapi monyet cuma mempunyai naluri (berinsting), berkecerdasan yang diberikan alam padanya. Pendeknya, menurut pengetahuan kita sekarang, perbedaan antara manusia dengan monyet adalah bahwa yang pertama pandai berpikir dan yang kedua tidak.
Definisi, kepastian yang sempurna tentang manusia sekarang kita dapatkan, yaitu  ”manusia ialah hewan yang berpikir”. Definisi semacam ini sudah bisa menjawab dua syarat definisi diatas : golongan atau kelas sebuah benda dan perbedaan antara benda itu.
  •   Masuk golongan apa manusia itu? Jawab: masuk golongan hewan.
  •    Apa perbedaan manusia dengan monyet, dimana keduanya masuk golongan hewan? Jawab: manusia pandai berpikir, sedangkan monyet tidak.

Selama kita mendapat kepastian bahwa monyet tak pandai berpikir, maka  daya upaya kita pada tingkat pertama untuk mendapatkan definisi manusia sudah selesai.

  • Menguji apakah definisi tadi betul-betul  memadai

Untuk menetahui apakah definisi tadi betul-betul  memadai, maka  kita mesti terus menguji  apakah definisi tadi memang betul-betul  memadai dengan memeriksa apakah :
  •   Semua barang yang mau kita definisikan itu (dalam hal ini manusia) masuk ke dalam pagar pembatas atau tidak.
  • Ada barang lain yang bukan manusia masuk ke dalam batas itu.

3.   Definisi ini satu sama lainnya berhubungan dan isi mengisi, tambah menambah.
Diawal sekali kita telah memakai kata definisi, yang artinya ketentuan, kepastian. Definisi penting sekali untuk segala macam sains, buat accurate thought. Penting buat matematika, ilmu alam dan logika.
Jika pemeriksaan berdasar ketiga hal tersebut diatas (menetapkan golongan, menguji ............ ) berhasil, maka untuk sementara ujian kita lulus ; definisi “semua manusia adalah hewan yang berpikir” itu bisa dipakai.

Sekarang  kita  memeriksa periksa sebaliknya, apakah “semua hewan yang berpikir itu manusia” :

Walaupun banyak cerita dari pemburu, penggembara, ahli hewan dan ahli tumbuhan yang membuktikan kecerdasan binatang seperti serigala, gajah, monyet, kancil dan pelanduk dalam peri kehidupannya, sementara boleh kita putuskan “tak ada di antara hewan yang bukan manusia itu pandai berpikir”. Sementara itu malaikat umpamanya pandai berpikir. Tetapi kita manusia biasa belum pernah berjumpa malaikat dan kita tak bisa memanggil malaikat pada tempat dan waktu yang kita pilih, seperti kita bisa nyalakan api asal ada alatnya pada waktu dan tempat yang kita kehendaki.
Untuk sementara, tak kita dapati barang yang bukan manusia termasuk dalam golongan hewan yang berpikir. Semua manusia termasuk hewan yang berpikir. Sebaliknya tak ada yang bukan hewan berpikir. Jadi semua hewan berpikir itu manusia belaka (A=B dan B=A). Untuk sementara benarlah definsi kita. Luluslah ujian pada tingkat kedua. Tetapi kerja kita belum lagi sempurna. Lalu kita mesti naik ke  tingkat penghabisan.

  • Apakah definisi itu telah mencukupi segala syarat

Pada tingkat akhir ini kita mesti memeriksa apakah definisi kita itu mencukupi segala syarat berikut :

1. Definisi sebisa-bisanya singkat, tetapi jangan terlalu luas atau terlalu sempit.
2.    Definisi tak boleh circular atau berputar-putar.
3. Definisi itu mesti general atau umum.
4. Definisi tak boleh memakai metafor, ibarat, kata figuratif, penggambaran, kata yang obscurate, menggunakan perkataan gaib, samar.
5. Definisi tak boleh memakai kalimat negatif.

Marilah kita jelaskan satu persatu kelima syarat tersebut diatas :

Ad 1. Definisi itu sebisa-bisanya singkat.
Sebisa-bisanya! Ada kalanya definisi tidak bisa dipendekkan. Kalau dipendekkan maknanya menjadi sempit. Definisi tak boleh terlalu sempit dan tak boleh terlalu luas. Kalau dibilang “manusia itu hewan”, maka betul definisi singkat tapi juga monyet dan ular termasuk hewan. Jadi kalau definisi ini kita balik, kita dapati “hewan itu manusia”. Tegasnya, ular, kerbau dan monyet itu manusia. Begitu juga kalau dibilang “manusia itu hewan bermata dua sebab kera dan ikan bermata dua.”
Definisi itu tak boleh sempit, ia mesti punya essential attributes: segala sifat penting yang tak boleh lupa. Kalau kita katakan kuda itu binatang memamah, maka definisi itu terlalu luas sebab kerbau juga binatang memamah. Tetapi jika kita berkata “kuda itu binatang memamah buat ditunggangi Pangeran Diponegoro”, maka artinya menjadi terlalu sempit sebab selain untuk ditunggangi Pangeran Diponegoro, dia juga dipakai buat penarik delma, bajak dsb.
Dalam matematika kita lebih mudah mencari contoh. Sebab memang matematika adalah buah pikiran yang pasti berdasar bukti yang didefinisikan lebih dahulu.
Demikianlah square, bujur-sangkar ialah satu gambar datar tertutup dibatasi oleh 4 garis lurus yang sama panjang, mempunyai 4 sudut siku-siku. Di sini bukan satu saja sifat yang penting. Pertama, dia mesti “gambar datar tertutup”, bukan gambar pada tempat bertinggi rendah. Bukan terbuka, melainkan semua sisinya bertemu. Kedua, dia mesti dibatasi oleh 4 garis lurus yang sama panjang, bukan 3 atau 5. Garisnya lurus tak boleh bengkok, panjang garis itu sama pula. Ketiga, 4 sudutnya mesti siku-siku. Satu pun dari ketiga sifat diatas tak boleh tertinggal. Kalau tertinggal bukan square yang kita peroleh.
Memang definsi sebisa-bisanya pendek, tapi mesti mengandung semua sifat penting.

Ad 2. Definisi itu tak boleh circular (berputar-putar).

Kesalahan ini didapat kalau kita memakai perkataan lain yang bersamaan artinya. Contoh dari Aristoteles. “Tumbuhan ialah benda hidup yang mempunyai jiwa vegetable”. Sedangkan vegetable itu artinya tumbuhan juga. Jadi sebenarnya definisi ini: “tumbuhan ialah barang hidup yang mempunyai jiwa tumbuhan”. Di sini nyata, tumbuhan balik artinya pada tumbuhan. Setali tiga uang. Dengan begitu kita tak mendapat kepastian penjelasan tentang tumbuhan. Demikianlah kalau Mahatma Gandhi mendefinisikan bahwa “ahimsa itu soul force”, kekuatan jiwa yang berdasar kasihan, seperti simpati, rohani. Apakah “kekuatan jiwa itu”? Itulah yang perlu lagi dibuktikan dengan mengganti nama baru yang mesti diterangkan pula, maka pekerjaan itu berputar-putar di sana saja, seperti menghesta kain sarung. Begitulah seorang kenalan saya tak akan memberi keterangan apa-apa, kalau definition itu dia jelaskan begini : “Definition, ialah satu ketentuan yang pasti, yang ditentukan oleh ketentuan yang tentu”. Disini dia pakai perkataan “ketentuan” dan “pasti” berulang-ulang, artinya sama dengan definisi. Meskipun definisinya itu panjang, dia tak memberi keterangan baru, karena keterangan yang diberikannya itu tak berpangkal tak berujung.

Ad 3. Definisi itu mesti general atau umum.
Definisi mesti bersifat umum, biasa, lebih dikenal dari para barang yang hendak didefinisikan. Hewan lebih umum, lebih luas cakupannya daripada manusia. Sebab ke dalam daerah hewan termasuk juga monyet, ular, ikan, dan bukan saja manusia. Tetapi walaupun cakupannya lebih luas, pengertian umum itu sebisa-bisanya lebih dikenal, jangan diketahui oleh kaum istimewa saja, kaum terpelajar saja umpamanya. Contohnya definisi berikut ini. Walaupun betul, cuma diketahui oleh sebagian kecil manusia saja. “Jam adalah sebuah kronometer untuk mengukur waktu dengan jitu”. Cukuplah kalau dibilang “jam adalah perkakas buat mengukur waktu”. Tak perlu kita pergi ke kapal, dimana orang pakai semacam jam istimewa yang bernama kronometer untuk pekerjaan yang kurang dikenal khalayak! Kecuali kalau tak ada cara alin daripada cara khusus itu tadi.

Ad 4. Definisi tak boleh memakai metafor, perumpamaan, kata figuratif dan kata yang obscurate, gaib.
Kita dengan definisi hendak memastikan, membuktikan dan menerangkan suatu barang. Dengan memakai ibarat saja, penggambaran saja dan memakai perkataan gaib yang tidak bisa dikenali panca indera, barang yang mau kita definisikan itu tak akan bertambah nyata. Malah sebaliknya.
Demikianlah kalau seorang penyair, tukang metafor yang tulen, mengumpamakan dirinya sebagai “sepantun anak ikan yang di waktu pasang besar hanyutlah ia”. Dalam satu hal dia memiliki persamaan dengan ikan. Ikan dihanyutkan oleh pasang dan si penyair dihanyutkan oleh sengsara hidup, walaupun sengsara hidupnya itu seringkali cuma didapat di ujung pena Parker-nya saja. Tapi lain dari itu tak banyak persamaan anak ikan tadi dengan penyair kita. Kalau dalam mendefinisikan penyair kita definisikan anak ikan sebagai gantinya, maka masuklah pula segala sifat anak ikan yang tak ada pada si penyair. Umpamanya kepala si anak ikan selalu dingin, kecuali kalau sudah masuk kuali. Sedangkan kepala si penyair belum tentu dingin, adem selalu.
Begitu juga dengan memakai gambaran atau memakai kata-kata gaib, barang yang akan dipastikan tak akan bertambah pasti, malah sebaliknya bertambah gaib.
Demikianlah kalau disajikan definisi tentang Rohani kepada pembaca yang terhormat: “Rohani itu ialah satu kodrat, laksana Sang Garuda Rajawali yang mengedari bulan dan matahari, dan menerbitkan bintang dan bumi yang bisa menjelma menjadi Kuman Pasopati memasuki Pagar Jasmani”.

Ad 5. Definisi tak boleh memakai kalimat negatif (tak ber-).
Kalau kita definisikan orang miskin sebagai orang yang tak kaya, maka definisi itu negatif. Tak bersifat yang nyata, yang positif. Bandingkanlah dengan definisi ini : orang miskin ialah orang yang tak punya harta benda apa-apa. Kadang dalam matematika sebuah definisi bersifat negatif, tapi ia sebenarnya positif. Umpamanya: satu garis lurus itu tak mengubah tujuannya. Di sini kata “tak mengubah” berarti “menetapkan”. Jadi definisi itu boleh diganti menjadi: satu garis itu menetapkan tujuannya. Kadang-kadang tak ada akal lain kecuali memberikan definisi yang negatif, umpamanya: gelap itu ialah tak terang.
Apabila Gautama Budha disesakkan oleh muridnya dengan pertanyaan yang berhubungan dengan sifat nirwana, rohani, atau jiwa, maka dia jawab: 1. Bukan ini. 2 Bukan itu, 3. Bukan ini atau itu (either this or that ). 4. Bukan tak ini dan tak itu (not neither this or that).
Barangkali sebagai pusaka dari putera raja kapilawastu yang memang pandai sekali memakai logika, walaupun berdasar mistika, maka di masyarakat Indonesia pun kita berjumpa dengan “jawaban main tidak” itu dalam ilmu gaib.

IV.              Penutup.

Cukup panjang uraian kita tentang definisi ini. Definisi itu kita anggap sebagai wilayah sains, wilayah ilmu pengetahuan.
Tan Malaka mengatakan ; jika kita tak memiliki definisi, maka semua ilmu tinggal satu onggok bukti saja, seperti seonggok pasir, tak ada pertalian masing-masing pasir.
Baru kalau didefinisikan, yang berarti juga di-organisir, di-susun, di-genaralisir, maka segala bukti yang teronggok tadi jadi sains. Onggokan pasir baru bersatu dan kokoh, kalau diikat dengan semen.
 
Demikianlah uraian  yang berisi bahasan dan renungan tentang definisi. Semoga bermanfaat.
*
The shepherd drives the wolf from the sheep's for which the sheep thanks the shepherd as his liberator, while the wolf denounces him for the same act as the destroyer of liberty. Plainly, the sheep and the wolf are not agreed upon a definition of liberty.
 Abraham Lincoln

*