Minggu, 19 Februari 2012

Boikot

Ngunandiko.22



Boikot


Boikot adalah tindakan untuk tidak menggunakan, membeli, atau berurusan dengan seseorang atau suatu organisasi, sendiri-sendiri atau bersama-sama, sebagai wujud protes atau sebagai suatu bentuk pemaksaan (Wikipedia).

Boikot toko pakaian Yahudi di Jerman  (1933)

Perubahan politik di suatu negara yang dilakukan oleh massa atau rakyat pada umumnya dilakukan melalui aksi ekonomi atau politik, dimana   perwujudan  aksi  tersebut antara lain adalah penggunaan hak asli manusia seperti : demonstrasi, mogok, boikot, dan juga berdoa.

Aksi politik dalam bentuk demonstrasi atau unjuk rasa dan dalam bentuk doa telah pernah dibicarakan (lihat: Demonstrasi; Ngunandiko.2 dan: Doa; Ngunandiko.6), berikut ini akan dibicarakan aksi politik dan ekonomi dalam bentuk boikot. Boikot dilakukan oleh sejumlah orang atau organisasi di sejumlah tempat dan di sejumlah negara (baik di negara sendiri maupun di negara asing) , ada yang berhasil dan ada yang gagal.

Kata boikot (boycott) pertama kali diperkenalkan di Inggris, adapun sejarah digunakannya kata kerja boycott tersebut  lk sebagai berikut : 

  • Charles Boycott Cunningham adalah seorang purnawirawan kapten Angkatan Darat  (Army) Inggris    (12 Maret 1832 s/d 19 Juni 1897). Boycott bekerja pada  Lord Erne (John Crichton, 3rd Earl Erne) seorang tuan tanah di Lough Mask daerah County Mayo, Irlandia ;  ia dikucilkan oleh oleh masyarakat Irlandia  sebagai bagian dari kampanye hak-hak penyewa tanah (pada waktu itu kedudukan penyewa tanah Irlandia sangat lemah) . Kampanye hak-hak penyewa tanah tersebut (1880) dikenal sebagai kampanye menuntut adanya : “sewa yang adil, kepastian waktu sewa, dan penjualan hasil secara bebas“ atau :"Three Fs" (fair rent, fixity of tenure, and free sale).

  • Untuk mendukung kampanye "Three Fs" tersebut  Liga Tanah Irlandia – dipimpin oleh Charles Stewart Parnell dan Michael Davitt –  menarik tenaga kerja lokal yang diperlukan untuk menyimpan hasil panenan  perkebunan Lord Erne, dan kemudian  melakukan pula  isolasi terhadap kegiatan Boycott ;  toko-toko, binatu, dan petugas pos di Ballinrobe (wilayah di dekat kebun Earl Erne) menolak untuk melayani-nya.

  • Kampanye melawan Boycott tersebut menjadi populer di  Inggris, setelah ia menulis surat kepada surat kabar “The Times” mengadukan situasi yang dihadapainya di Irlandia.  Dari sudut pandang kerajaan Inggris pada waktu itu, hal yang dialami Boycott tersebut  adalah suatu pengorbanan seseorang yang setia terhadap kerajaan Inggris melawan semangat nasionalisme Irlandia. Jika hal semacam itu tidak dicegah, maka akan  membahayakan kewibawaan kerajaaan Inggris.

  • Untuk menyelamatkan hasil panen  perkebunan Lord Erne tersebut,  maka kerajaan Inggris mengirim lima puluh Orangemen (orang-orang yang setia kepada kerajaan Inggris) dari County Cavan dan County Monaghan  ke kebun Lord Erne, disamping itu satu resimen tentara dan lebih dari 1.000 pria dari Royal Irlandia Constabulary dikerahkan untuk melindungi para pemanen. Seluruh episode tersebut diperkirakan menelan biaya pemerintah Inggris lebih dari £ 10.000 ;  untuk melindungi hasil panen sekitar     £ 500.

Sejak peristiwa tersebut nama Boycott menjadi kata kerja bahasa Inggris boycott yaitu kegiatan  yang menggambarkan aksi kaum nasionalis Irlandia mengucilkan Charles Boycott Cunningham, dan dalam bahasa Indonesia adalah boikot.

Dengan demikian boikot dapat di-definisi-kan sebagai suatu tindakan untuk tidak menggunakan, membeli, atau berurusan dengan seseorang atau suatu organisasi, sendiri-sendiri atau bersama-sama, sebagai wujud protes atau sebagai suatu bentuk pemaksaan. Boikot pada umumnya dilakukan tanpa kekerasan (non-violence). Boikot disebut sukses jika pengorbanan selama melakukan boikot tersebut menghasikan sesuatu seperti apa yang diharapkan, dan nilai-nya sepadan dengan nilai pengorbanannya.

Boikot akan berhasil jika :

•     tujuannya jelas dan terukur ;
•    di dukung oleh kekuatan yang nyata (bukan khayalan) ;
•    dipersiapkan dengan baik ;
•    dilaksanakan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi ; dan
•    dipimpin oleh seorang yang cakap dan disegani.

Tujuan boikot jelas dan terukur berati : “Apa” ; “Bagaimana” ; dan “Untuk apa” boikot dilakukan harus jelas dan terukur. Sebagai contoh : “Boikot terhadap produk Amerika”, maka harus diketahui :

•    Apa yang akan diboikot ; misalnya : produk minuman Amerika, katakanlah minuman Coca-cola,
•  Bagaimana boikot dilakukan  ;  misalnya : tidak membeli/minum minuman Coca-cola, tetapi membeli/minum produk minuman negeri sendiri.
•    Untuk apa boikot dilakukan ; misalnya : agar pemerintah Amerika Serikat tidak lagi pro Israel dalam konflik antara Israel dengan Palestina, sehingga rakyat Palestina dapat menggunakan hak-haknya dengan bebas.

Hal tersebut harus diketahui oleh para partisipan aksi boikot, agar boikot dapat berjalan dengan efektip dan efisien.

Boikot bukan suatu tindakan yang melanggar hukum (boycotts are unquestionably legal under common law) dapat mengenai berbagai masalah dan dapat bertebaran diberbagai tempat. Boikot mengenai berbagai masalah dan  bertebaran di berbagai tempat oleh seorang pemimpin yang cerdas dapat diubah-nya menjadi satu kekuatan protes dan pemaksaan yang dahsyat. 

Seperti telah diterangkan dimuka bahwa perubahan politik di suatu negara yang dilakukan oleh massa atau rakyat, pada umumnya dilakukan melalui aksi  demonstrasi, mogok, boikot, dan berdoa. Keberhasilan aksi-aksi tersebut  selain  sejalan-nya satu aksi dengan aksi lain-nya, juga harus dapat dijaga semangat dari partisipan aksi-aksi tersebut untuk jangka waktu yang cukup.

Sesungguhnya ada berbagai macam boikot tergantung dari sudut pandang yang digunakan, dalam kesempatan ini hanya akan disajikan secara singkat beberapa aksi boikot dengan maksud memberi gambaran tentang aksi boikot yang pernah terjadi dan dikelompokkan sbb : 

•    boikot atau seruan boikot yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini ;
•    boikot thdp produk AS pd awal abad ke-21 karena konflik Israel vs Palestina ; dan
•    boikot terhadap produk Inggris pada awal abad ke-20 yang terjadi di India.


1.    Boikot di Indonesia.

Beberapa waktu yang lalu sejumlah tokoh menyerukan dilakukannya aksi boikot berkaitan dengan berbagai permasalahan di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa contoh dari aksi-aksi tersebut.

•  Pada akhir tahun 2010 Faisal Basri,  melalui tulisan ber-judul “Saatnya Pembangkangan Sipil” ,  melontarkan seruan agar dilakukan "Boikot Pajak". Hal itu dimaksudkan supaya rencana pembangunan gedung DPR baru dan mewah dibatalkan. Seruan “Boikot Pajak” tersebut mendapat sambutan positip dari masyarakat, lebih dari dari 160 orang menyatakan akan ikut dan akan men-sosialisasi-kannya. Beberapa diantaranya mengusulkan agar Faisal Basri yang mengkoordinir sikap yang disebut-nya sebagai  “Pembangkangan Sipil” tersebut. Aksi ini kemudian tidak lagi terdengar kelanjutannya, walaupun kabarnya pembangunan gedung DPR tersebut ditunda..

•   Pada akhir tahun 2011 sedikitnya 200 Kades (Kepala Desa) di Kabupaten Bandung yang tergabung dalam Perwakilan Kepala Desa Nusantara (Parade Nusantara) mengancaman akan melakukan boikot jika “RUU Desa” tidak segera disyahkan. Aksi boikot tersebut akan dilakukan dengan cara :

o    menolak melakukan pungutan Pajak Bumi Bangunan (PBB),
o    menolak menjadi panitia pemilihan Presiden (Pilpres), dan
o    menolak untuk membantu tugas-tugas Pemerintah Pusat lainnya yang diselenggarakan di daerah.

Ancaman aksi boikot tersebut dinyatakan oleh Ketua Umum Parade Nusantara Sudir Santoso atas nama lk 200 Kades, setelah ia mendengarkan sambutan Wakil Ketua DPR-RI Priyo Budi Santoso (Fraksi PG) di acara ”Evaluasi Perjuangan Rancangan UU Desa” di  Bandung. Para Kades  mengatakan sudah bosan dengan janji Pemerintah Pusat yang dinilai lamban dan mengulur-ngulur waktu, mereka menuntut Presiden SBY segera menandatangani RUU Desa tersebut. Isi draf RUU Desa yang diperjuangkan oleh kepala desa tersebut a.l adanya bantuan dari APBN ke desa sebesar 10% ( tahun sebelumnya sekitar 1,7% dari APBN). Pada  kenyataanya hingga sekarang (Januari 2012) Presiden belum juga menandatangani RUU Desa tersebut.

•    Pada akhir tahun 2011 Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (HIMPUH) melalui Baluki Ahmad (Ketua Umum HIMPUH)  mengancam akan memboikot maskapai penerbangan Garuda Indonesia, karena dinilai menaikkan biaya penerbangan terlalu tinggi. Pada 2009 biaya penerbangan Jakarta-Jeddah sebesar USD 960 ; pada 2010 sebesar USD 1.050 ; dan sekarang 2011  melonjak menjadi US$1.279.
Aksi boikot tersebut akan dilakukan dengan cara mengalihkan pilihan dari Garuda Indonesia ke maskapai penerbangan yang lebih murah biaya penerbangan-nya.
Perlu diketahui jumlah anggota HIMPUH sebanyak 228 perusahaan travel penyelenggara haji dan umrah. Setiap tahun sedikitnya ada 120.000 jemaah umrah yang diberangkatkan oleh anggota HIMPUH.
Ancaman boikot yang dilakukan oleh HIMPUH ini mendapat tanggapan positip dari Garuda Indonesia, walaupun tuntutannya belum dapat terpenuhi 100%.

2.    Boikot terhadap produk Amerika Serikat.

Boikot ini merupakan salah satu cara  bangsa Indonesia dalam ikut membantu menyelesaikan pertikaian antara Israel dan Palestina, dengan cara menekan Amerika Serikat melalui boikot terhadap semua produk Amerika (KH. Ma'ruf Amin).

Boikot terhadap produk Amerika Serikat (AS) yang dimaksud dalam tulisan ini adalah boikot yang berlangsung pada awal abad ke-21. Boikot (setidak-tidaknya seruan boikot) terhadap produk AS ini telah dilakukan oleh sejumlah orang atau organisasi diberbagai negara ;  dimaksudkan agar sikap pemerintah AS yang selalu menyokong Israel (kaum Zionis) –  dalam pertikaian antara Israel dengan rakyat Palestina –  dapat berubah setidak-nya AS bersikap netral. 

    Indonesia : Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerukan kepada umat Islam di Indonesia untuk melakukan aksi boikot terhadap seluruh produk-porduk Amerika Serikat. Seruan ini disampaikan oleh salah satu Ketua Komisi Fatwa MUI, KH Ma'ruf Amin (30/12/11). Tujuan seruan ini, agar Presiden Amerika Serikat yang baru Barack Obama, tidak lagi mengikuti jejak pendahulunya George W Bush yang tidak bersikap netral dalam  konflik Palestina dan Israel.
Menurut Ma’ruf Amin boikot ini merupakan salah satu cara  bangsa Indonesia dalam ikut membantu menyelesaikan pertikaian antara Israel dan Palestina, dengan cara menekan Amerika Serikat melalui boikot terhadap semua produk Amerika.
Ma'ruf Amin  berharap boikot ini akan diikuti oleh umat Islam Indonesia. Seruan boikot ini juga didasari oleh sikap keras kepala Israel terhadap rakyat Palestina, hanya dengan Amerika Serikat Israel takut  karena  merasa selalu dilindungi oleh  Amerika Serikat. 

    Itali : Pada medio 2011 aksi massa di Italia juga menyerukan boikot terhadap produk AS (AS dianggap pro Zionis).  Seruan boikot ini juga di dukung oleh Giancarlo Desiderati anggota lembaga perdagangan di Italia.

    Malaysia : Organisasi-organisasi Muslim di Malaysia pada medio 2011 menyerukan boikot terhadap produk-produk AS seperti : minuman Coca Cola, sajian burger Mac Donald, sajian kopi Starbucks, dan lain-lain. Seruan boikot ini juga didukung oleh mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohammad.

    Mesir : Pada medio 2011 (tepatnya 24/06/2011) para demonstran Mesir di alun-alun Tahrir menyerukan kepada pemerintah Mesir memboikot produk-produk Amerika, karena pemerintah Amerika Serikat dianggapnya selalu mendukung kaum Zionis. 

Boikot terhadap produk AS seperti itu terlihat  belum dapat mengubah sikap pemerintah AS yang pro Israel (kaum Zionis) dalam pertikaian antara Israel dengan Palestina.

3.    Boikot terhadap produk Inggris.

Inggris terpaksa membebaskan Gandhi, setelah Gandhi bersedia menghentikan gerakan boikotnya dengan kompensasi bahwa bangsa India diberi hak untuk menentukan sendiri masa depan-nya.

Tilak

Boikot terhadap produk Inggris yang dimaksud dalam tulisan ini adalah boikot yang berlangsung pada awal abad ke-20. Boikot terhadap produk Inggris pada masa itu adalah dalam rangka menuntut kepada pemerintah kolonial Inggris agar memberi rakyat India hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
Boikot terhadap produk-produk Inggris (tahun 1900-1905) dilakukan oleh India dibawah  pimpinan Tilak. Aksi boikot tersebut a.l karena adanya kebijakan pemerintah kolonial Inggris yang mengharuskan kapas hasil kebun milik tuan-tuan tanah India di ekspor ke Inggris dengan harga yang sangat murah. Kapas tersebut kemudian diolah oleh pabrik milik para kapitalis Inggris, hasilnya berupa tekstil & produk tekstil dijual dengan harga yang berlipat ganda kepada para pembeli bangsa India.

Kebijakan tersebut sangat merugikan rakyat India terutama pemilik kebun kapas, pemilik pabrik tenun, petani dan buruh. Oleh karena itu Tilak lalu menggalang aksi boikot. Tujuan aksi boikot tersebut adalah tidak membeli dan tidak menggunakan produk-produk ex Inggris serta menggantikannya dengan produk ex India, supaya industri dan perdagangan nasional India dapat hidup dan berkembang.
Tilak (nama lengkapnya Bal-Gangadhar-Tilak (Lokmanya Tilak), beliau meninggal tahun 1920) dalam melaksanakan aksi boikot tersebut menggunakan kekayaan yang dimilikinya. Aksi boikot terhadap produk  ex Inggris cq tekstil tersebut ternyata didukung oleh : kaum cendekiawan ; pemilik tanah ; saudagar besar & kecil ; buruh ; dan tani India. Dukungan tersebut berupa dukungan dana, alat, dan juga dukungan semangat Meskipun penuh dengan rintangan politik, ekonomi, keuangan dan kendala peralatan yang luar biasa akhirnya aksi boikot Tilak dkk tersebut dapat meraih kemenangan.
Pemerintah kolonial Inggris terpaksa merubah kebijakan-nya terhadap kebun-kebun kapas di India dan produk-produk ikutannya (Inggris si penjajah memang cerdik, cukup ambil pajaknya), sehingga selain pabrik-pabrik tenun, pabrik-pabrik di India lainnya seperti ; pabrik besi-baja ; mesin-mesin ; batubara dll memetik hasil dari aksi Tilak tersebut. Pada Perang Dunia yang lalu produk industri nasional India seperti gerbong dan lokomotip “Tata”  telah dipesan oleh Inggris ;  bahkan kemudian produk India (tidak hanya tekstil) mulai masuk ke pasar internasional. 

Kemenangan aksi boikot Tilak tersebut membangkitkan aksi serupa yang dipelopori Mahatma Gandhi yang terkenal dengan nama SATYAGRAHA. Satyagraha semula adalah sebutan bagi gerakan perlawanan rakyat sipil yang melakukan protes terhadap monopoli garam yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Inggris di India.

Dengan alasan garam merupakan kebutuhan vital bangsa India, pemeritah kolonial Inggris menetapkan aturan monopoli garam yang  berisikan larangan untuk mengumpulkan atau menjual garam, dan dengan paksaan rakyat India harus membeli  garam dari Inggris dengan harga yang mahal ( pajak yang tinggi).
Pada Maret 1930, Mahatma Gandhi (dan 78 pengikutnya) mempelopori pembuatan garam sendiri dari air laut di kota Dandi yang terletak di Pantai Laut Arab sebagai aksi protes terhadap monopoli garam tersebut. Gerakan pembuatan garam sendiri ini dengan segera meluas diikuti oleh wilayah-wilayah  lain di India, termasuk Mumbai (d/h Bombai) dan Karachi (sekarang termasuk Pakistan).
Pemerintah kolonial Inggris berusaha menghentikan gerakan tersebut a.l dengan kekuatan tentara menangkap Gandhi dan sejumlah pengikutnya, namun gerakan Satyagraha terus berlangsung. Inggris akhirnya terpaksa membebaskan Gandhi yang bersedia menghentikan gerakan-nya itu, dengan kompensasi  bangsa India diberi hak untuk menentukan sendiri masa depan-nya.

Sebagai penutup uraian diatas, kiranya perlu dikemukakan bahwa aksi boikot  umumnya dilakukan oleh orang-orang atau organisasi terhadap kekuatan yang lebih besar. Namun aksi boikot akan dapat berhasil  seperti yang diharapkan, jika syarat-syarat seperti yang telah diterangkan dimuka harus dipenuhi. Selain itu seorang pemimpin yang cerdas akan dapat menyatukan aksi-aksi boikot yang bertebaran menjadi kekuatan penekan dan pemaksa yang dahsyat. Di masa mendatang dimana telah terjadi “globalisasi”, maka aksi boikot memerlukan pimpinan yang selain cerdas dan berani, juga harus berpengetahuan luas.

Demikianlah semoga uraian singkat ini bermanfaat !

* 
 . . . . . . berhasil mengerahkan kaum buruh yang berjuta juta agar meninggalkan pekerjaannya, dan yang bukan buruh agar tak mau bekerja sama, serta seluruh rakyat berdemonstrasi untuk menuntut hak ekonomi dan politik tanpa melempar sebutir kerikilpun kepada pegawai pemerintah, niscaya akibat politik moral dari aksi itu sangat besar artinya, ia akan mendatangkan keuntungan dalam perjuangan politik dan ekonomi, lebih besar dari seratus Pemberontakan (Tan Malaka).

*