Jumat, 30 November 2012

Umuk



Ngunandiko.34

Umuk
(pamer atau menunjukkan kelebihannya kepada orang lain)

Umuk adalah kata dari bahasa Jawa, sepengetahuan saya kata “umuk” berarti pamer atau menunjukkan kebihannya kepada orang lain, kelebihan tersebut dapat berupa benda maupun non-benda. Beberapa kejadian berikut ini mungkin dapat menggambarkan arti kata “umuk” tersebut.

Menunggu Dokter
Beberapa waktu yang lalu saya mengantar menantu saya ke dokter  untuk memeriksakan anakya yang sedang sakit. Kami – saya, menantu, dan cucu – datang ke poliklinik di daerah Tebet tempat dokter tersebut praktek lk jam 16.30  (biasanya dokter mulai praktek  jam 17.00-). Pada waktu kami datang diruang tunggu telah ada dua pasang suami isteri masing-masing dengan seorang anaknya. Pasangan pertama berbaju warna coklat, anaknya berkaos biru umurnya saya kira 1 - 2 tahun ; pasangan yang kedua berpakaian rapi dan mahal, suaminya berbaju lengan panjang warna biru-muda, isterinya berbaju warna hijau yang bagus. Anaknya digendong oleh ibunya, saya kira anak itu berumur kurang dari 1 tahun.

Pada waktu menunggu, ibu-ibu dengan anak-anaknya yang sakit duduk dideretan kursi di kanan pintu kamar dokter, sedangkan kami bapak-bapak dideretan kursi di kiri kamar dokter. Bapak berbaju biru-muda dekat pintu, disampingnya bapak berbaju coklat, dan disebelahnya saya. Para ibu tampak asyik berbicara satu dengan yang lain, mungkin tentang anaknya yang sedang sakit. 

Kami bapak-bapak bertiga diam tidak berbicara sepatahpun, hanya bapak berbaju biru-muda berkali-kali melihat arloji tangan yang tertutup lengan bajunya, mungkin gelisah menunggu dokter. Setiap lengan bajunya tersingkap, tampak arloji tangan mewah ke-emasan, saya duga  Arloji ber-merk dari emas yang sangat mahal.

Tiba-tiba Bapak berbaju coklat disamping saya bertanya kepada Bapak  berbaju biru-muda . . . . . . dan terjadi dialog singkat sbb :
  • Bapak baju coklat         : Jam berapa sekarang ?
  • Bapak baju biru-muda    : Sambil menyingsingkan lengan bajunya . . . . mungkin jam 16.45 . . .  jam saya menunjuk jam 18.45 waktu Tokyo . . . . saya belum sempat merubahnya sekembali saya dari Jepang.
  • Bapak baju coklat       : Trimakasih ! (sambil mengangguk).

Selang beberapa saat suster memberi tahu bahwa dokter sudah datang, dan harap yang datang pertama dipersilahkan masuk. Bapak berbaju biru-muda, isteri dan anaknya pun masuk ke kamar dokter untuk diperiksa.

Setelah mereka masuk Bapak berbaju coklat disamping saya  menoleh ke saya . . . . . dan berkata sbb:

  • Bapak berbaju coklat : Bapak tadi saya tanya jam berapa, jawabnya waktu Tokyo sambil memperlihatkan jam tangannya yang mahal. . . .  Umuk ya pak?
  • Saya                 :  Tersenyum sambil mengangguk tanda setuju.

Sekitar jam 18.00 sore kami sudah selesai dari dokter dan telah di rumah kembali. Setelah makan malam kira-kira jam 20.00  saya duduk sendiri di ruang tamu. Mengingat kejadian di poliklinik tadi, saya lalu teringat kejadian serupa pada waktu masih kecil.
Pada waktu saya masih kecil, saya tinggal dirumah orang tua saya di Yogyakarta. selain Bapak, Ibu, saya dan 2 orang adik saya, tinggal pula di rumah tersebut paman dan sepupu saya. Paman dan sepupu saya keduanya mahasiswa di Universitas Gajah Mada, sedang saya masih di kelas 1 SMP.

Seperti biasa kalau sore hari saya bersama-sama tetangga bermain di teras rumah, sedang paman dan sepupu saya membaca atau ngobrol bersama-sama temannya yang datang di kursi teras. 

Pada suatu hari ketika saya sedang asyik bermain bas-basan (semacam catur) dilantai teras dengan anak tetangga, seorang teman paman datang, dia berpakaian olah raga bercelana-pendek putih, kaos putih dan membawa raket badminton (bulutangkis) ; tidak berapa lama datang pula seorang teman sepupu saya dia berpakaian rapi, memakai pici hitam yang bagus dan berbaju hijau muda. Mereka berempat lalu asyik ngobrol, mula-mula kami (saya dan anak tetangga) tidak memperhatikan apa yang mereka bicarakan.

Karena tampaknya obrolan paman saya dan kawan-kawannya makin menarik dan disertai gelak tertawa , maka kami (saya dan anak tetangga) berusaha mencuri dengar. Pada waktu itu tamu yang berbaju olah raga sedang bercerita tentang kejuaraan Bulutangkis di Yogya, dan ringkasnya sbb : 
Memperagakan smash-nya

  • Tamu berbaju olahraga        : Si Ong hari Minggu kemarin jadi juara Bulutangkis daerah Yogya. wah mainnya bagus sekali ! . . . . . . (setelah diam sebentar) . . . . .  tapi  tadi si Ong tidak berkutik melawan saya (sambil berdiri memperagakan pukulan smashnya),
  • Sepupu saya dan yang lain    : Tersenyum sambil mengangguk-angguk memuji-nya!

Botak

Setelah itu mereka terdiam beberapa saat, dan tak lama kemudian tamu yang memakai pici hitam bercerita bahwa dia baru saja menghadiri pertemuan para ahli untuk membahas ciri-ciri orang pandai, dan dia meneruskan ceritanya sbb:


  • Tamu yang memakai pici       : Para ahli dalam pertemuan itu semuanya sepakat bahwa ciri-ciri orang pandai adalah kepalanya botak (saat mengatakan “botak”, dia mengangkat pici-nya) dan ternyata dia juga botak.


  • Sepupu saya dan yang lain : . . . . . serentak tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala !
Wah wah  . . . . . .  perilaku dari kedua tamu tersebut dapat digolongkan sebagai “umuk” ya ?
*
A stupid person laughs three times at a joke; once when everyone else is laughing, a second time when he actually gets the joke, and a third time when he realizes he was laughing without getting the joke at first (Anonymous)

*