Jumat, 25 Januari 2013

Perbudakan




Ngunandiko.38

Perbudakan 2
(slavery)

Pada tahun 1948 The United Nations General Assembly atau Sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengadopsi “Universal Declaration of Human Right” yang secara eksplisit mengutuk perbudakan dan perdagangan budak dalam segala bentuk. Sejak saat itu telah dilakukan banyak langkah untuk implementasinya. Pada waktu ini hampir semua semua negara  telah menandatangi konvensi yang melarang adanya perbudakan dan perdagangan budak.

Setelah pelarian orang-orang Yahudi dari Mesir, mereka (Yahudi) tetap mempertahankan perbudakan, bahkan perbudakan di antara mereka sendiri. Hal itu diatur oleh hukum Musa sebagai bagian dasar dari ekonomi dan budaya mereka.

Untuk memberi gambaran tentang perbudakan dan perdagangan budak yang telah berlangsung di dunia sampai dengan dihapuskanya, maka kiranya ada baiknya jika dalam uraian ini hal itu dikemukankan   dengan urutan sbb :

  •     Perbudakan pada jaman Kuno,

  •       Perbudakan pada jaman Yunani,

  •       Perbudakan pada jaman Romawi,

  •       Perbudakan di Eropa pada abad pertengahan,

  •       Perbudakan di Kerajaan  kapas,dan

  •        Perbudakan di Dunia Islam
Uraian singkat mengenai butir-butir tersebut diatas dalam garis besarnya adalah seperti uraian berikut ini.

  •  Perbudakan pada jaman Kuno
Seperti telah diterangkan dimuka adanya lembaga perbudakan  telah tercatat pada “Kode Hammurabi”. Kode Hammurabi tersebut  adalah peninggalan tertulis tertua (lk 1772 SM) dan masih terawat dengan baik yang memuat masalah-masalah perbudakan.
Sejak zaman Abraham, nenek moyang bangsa Ibrani telah memiliki budak atau mereka sendiri adalah budak. Yusuf, cicit dari  Ibrahim, dijual kepada kaum Ismail, yang pada gilirannya Ismail (keturunan Ismail, anak tertua dari Ibrahim) menjualnya kepada seorang kapten pengawal Firaun dari Mesir. Setelah Yusuf meninggal, orang-orang Yahudi (Ibrani) sesuai dengan kapasitasnya dibawa sebagai budak dan ditempatkan dalam perbudakan oleh orang Mesir.

Orang-orang Yahudi sebagai budak bukan hanya di Mesir, dan penaklukan bukan satu-satunya sumber pasokan budak. Para pelaku kriminal di Mesir kadang-kadang dihukum dengan dijadikan budak, dan laki-laki bisa diperbudak sebagai cara lain untuk membayar utang mereka yang tidak terbayarkan. Laki-laki miskin bisa menjual diri mereka sendiri dan anak-anak mereka.

Menuju ke Pasar  Budak 
Pada jaman kuno,  Mesir adalah pusat perdagangan budak, budak diimpor dari negara-negara tetangganya seperti Ethiopia, Nubia (wilayah disepanjang sungai Nile berada di bagian utara Sudan dan dibagian selatan Mesir), dan Assyria. Meskipun pada waktu itu budak dapat bebas karena memperoleh keberuntungan atau cukup pandai naik ke posisi dengan tanggung jawab yang lebih besar dan berpengaruh, tetapi sebagian besar budak harus melakukan kerja keras sebagai pembantu rumah tangga, pekerja tangan di ladang-ladang, pekerja bangunan (konstruksi) dll
Setelah pelarian orang Yahudi dari Mesir, orang Yahudi tersebut tetap mempertahankan perbudakan, bahkan perbudakan di antara mereka sendiri. Hal itu diatur oleh ajaran Musa sebagai bagian dasar dari ekonomi dan budaya mereka.
Menurut ajaran Musa, maka seorang budak dianggap sebagai anggota rumah tangga, bahkan dapat sungguh-sungguh menjadi anggota keluarga dari majikannya (master) :
 
o   Jika budak adalah seorang Yahudi, maka ia menjadi budak hanya  selama 6 tahun. Setelah 6 tahun menurut hukum majikannya wajib membebaskannya dengan gratis.
o Jika ia menikah sewaktu masih sebagai budak, maka istrinya dibebaskan pula bersamanya.

Para budak yang dibebaskan tidak dibiarkan pergi dengan tangan kosong begitu saja, tetapi mantan majikannya wajib memberinya domba, biji-bijian, dan anggur untuk bekal perjalanan.

  • Perbudakan pada jaman Yunani

. . . . . budak publik lebih sebagai milik  negara dari pada  milik  pribadi seorang tuan (master), maka mereka (budak-budak tersebut) mungkin memegang posisi terpercaya di angkatan kepolisian,  angkatan darat, atau angkatan laut
  
Orang Yunani tidak pernah benar-benar bebas dari kemungkinan menjadi budak. Seorang budak Yunani mungkin mendapat janji kebebasan dengan melakukan pengabdian yang besar bagi negara, dan budak yang dibebaskan itu mungkin dipilih untuk mendapatkan kewarganegaraan diantara 6000 warga. Tetapi setiap orang Yunani pada suatu hari dapat menjadi budak dari tuan (master) yang lain seperti terlihat dari kasus-kasus sbb :

o  Penduduk asli di suatu tempat di Yunani (misalnya di Korintus), kemudian tinggal di tempat lain (misalnya di Miletus), maka mereka dapat menjadi budak lagi ditempatnya yang baru.
o   Seorang warga  ada dalam bahaya jika diculik dan dijual sebagai budak di tempat lain (anak-anak Yunani sering dijual sebagai budak di tempat lain). Anak-anaknya juga akan mewarisi status seperti orang tuanya.
o   Jika ia gagal dalam tugas negara di kotanya yang baru, maka ia bisa menjadi budak.  
o  Jika seseorang berutang dan tidak dapat melunasi – Yunani memiliki tempat perdagangan budak hidup – maka ia dapat diperjual belikan dan hasilnya untuk melunai hutangnya.

Hal-hal tersebut diatas terjadi hingga awal masa pemerintahan Solon (638-559 SM), seperti diketahui Solon adalah  negarawan dan ahli hukum Athena yang terkemuka.Terlepas dari fakta-fakta yang menunjukkan buruknya kondisi perbudakan di Yunani  - kecuali di Sparta yaitu negara kota pada zaman Yunani Kuno di tepi sungai Euotas – sedemikian jauh perbudakan di Yunani masih lebih baik daripada di Mesir.
Sudah merupakan  kebiasaan seperti di Babylonia, bahwa hal-hal seperti berikut ini boleh dilakukan :

o  Budak diizinkan untuk mengumpulkan uang yang dapat  digunakan untuk membeli kebebasan mereka.
o  Budak diizinkan untuk mengambil bagian dalam upacara keagamaan swasta dan beberapa festival publik.
o  Budak boleh bersembunyi di kuil-kuil dan tempat-tempat lain yang membuat musuhnya takut, sebagai iempat berlindung sementara dari perlakuan kejam.
o  Budak yang telah memberikan layanan berharga kepada masyarakat (misalnya sebagai tentara pada saat perang) bisa berharap untuk  mendapat kebebasan melalui proses resmi, dan memperoleh status kewarganegaraan penuh.
o   Pernikahan antar budak diakui.

Kadang-kadang seorang laki-laki menjadi budak akibat ditangkap dalam perang, mereka ada yang lebih unggul daripada tuannya seperti dalam hal  belajar, cita rasa, dan budaya. Orang-orang seperti itu seringkali dipercaya dalam berbagai hal penting oleh tuannya. Mereka dapat menjadi manajer dan  pengawas perkebunan besar dari suatu perusahaan.
Sementara itu budak publik lebih sebagai milik  negara dari pada  milik  pribadi seorang tuan (master), maka mereka dapat memegang posisi terpercaya di angkatan kepolisian.  angkatan darat, atau angkatan laut.
Perlakuan terhadap budak di Sparta berbeda  dengan budak di negara kota Yunani lainnya. Budak Sparta yang disebut Helots adalah budak negara yang ditugasi mengabdi kepada seorang master individu. Budak yang memiliki kemampuan lebih (superior) sering dicurigai, sehingga secara teratur diberi tugas tertentu  sebagai kontrol, dan di Sparta sering berakhir dengan terbunuh budak tersebut


  •  Perbudakan pada jaman Romawi
Setelah penaklukan Yunani, maka Romawi menjadi tempat  perbudakan dengan gaya jaman kuno yang paling lengkap dan terorganisir. Kemenangan Roma atas Yunani, Mesir, Afrika Utara, dan Gallia telah membawa ribuan budak. Namun karena lebih besar dan lebih banyak wilayah berada di bawah kendali Roma, maka kebutuhan akan budak juga menjadi lebih besar.
Seperti di Yunani, maka budak di Roma terdiri dari dua golongan:

o   Budak publik (milik masyarakat atau negara),
Budak publik (masyarakat) bekerja di jalan-jalan, saluran air, bangunan  umum dan bangunan-bangunan sejenis.
o   Budak perorangan (milik swasta),
Budak milik pribadi melakukan pekerjaan  sesuai dengan kemauan tuan-nya biasanya di tempat para budak tersebut  cukup terampil melakukan tugasnya. Keluarga Romawi yang besar sering memiliki budak pribadi; mereka bekerja sebagai dokter, pustakawan, sekretaris, penghibur, guru dll.

Sampai abad ke-2, di Romawi para tuan memegang kekuasaan atas hidup dan matinya para budak. Beberapa  tuan (master) melatih budaknya sebagai gladiator. Budak dipakai sebagai taruhan, bahkan para master seringkali mengadu mereka dengan gladiator lain atau binatang buas dalam pertarungan sampai mati. Perbudakan yang sangat kejam menyebabkan budak Romawi berontak berkali-kali. Salah satu pemberontakan budak yang terbesar terjadi pada tahun 73 BC  yang dipimpin oleh Spartacus seorang budak dari Thrace.Bottom of Form

Meskipun telah terjadi praktek yang sangat kejam, namun perbudakan terus berlangsung sampai jatuhnya kota Roma sebagai ibukota bagian barat kekaisaran Romawi di tahun AD 476.
Pengaruh faham Kritiani  yang menentang praktek kejam  perbudakan mulai dirasakan pada tahun AD 150, pemikiran dan hukum yang mengatur perbudakan mulai melunak. Master tidak lagi memiliki kuasa atas hidup dan matinya budak mereka. Kristen mendorong emansipasi budak. Pria bebas tidak lagi diperbolehkan menjual diri mereka sendiri atau anak-anak mereka. Di bawah kekaisaran Constantine I atau Saint Constantine, Kaisar Romawi (306 - 337) itu dikenal sebagai kaisar Kristen, bersama sama Kaisar Licinius menerbitkan  “Edict of Milan” (313),  yang memproklamasikan “tolerance of all religions” diseluruh kekaisaran. Hal itu. memberi kecenderungan memudarnya hukum dan kekuasaan Roma atas para budak, Roma mempersiapkan jalan bagi perubahan dari sistem perbudakan. Perubahan ini berarti bahwa anggota kelas hamba tidak lagi boleh dimiliki secara langsung oleh master secara individu, namun hal ini pada waktu itu masih terus menjadi kontraversi.

  • Perbudakan di abad pertengahan.

Budak sedang bekerja
Pada abad pertengahan di Eropa, hamba  melekat pada tanah tempat mereka bekerja. Tanah itu dipegang atau dimiliki oleh para bangsawan, yang diterimanya dari raja sebagai ganti atas   kesetiaan-nya dan kepatuhan-nya terutama di masa perang. Hal ini didasarkan pada  pemikiran bahwa raja memiliki seluruh tanah di kerajaannya.
Dengan kesetiaan melayani dan dalam kondisi tertentu lainnya para “petani hamba”  diberi hak oleh raja  atas sedikit tanah untuk digunakan. Hal tersebut dapat dipandang sebagai langkah pertama menuju emansipasi.
Perbudakan seperti yang dipraktekkan pada zaman kuno  tidak dikenal di Eropa pada abad pertengahan. Bahwa praktek perbudakan kuno datang  dan hidup lagi di abad ke-15, di awal zaman modern telah terjadi dengan sendirinya seperti uraian berikut ini.


o   Ke koloni Inggris


Sejak sebelum Revolusi Amerika, banyak dari para pendiri Amerika Serikat yang menentang perbudakan (slavery). Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, John Adams, dan Patrick Henry tidak suka perbudakan. Meskipun mereka masing-masing memiliki budak sendiri,


Perdagangan budak ke koloni Inggris atau pemukiman yang berbahasa Inggris di Dunia Baru dimulai pada tahun 1619, ketika beberapa budak Afrika (mungkin sebanyak 20 orang) dibawa oleh seorang pedagang Belanda (Ductch) dan dijual di Jamestown, Virginia. Pada masa perbudakan pertama di koloni Inggris tersebut sistem perbudakan yang berlaku adalah mirip dengan sistem magang. Para budak setelah bekerja pada seorang tuan (master) untuk tidak lebih dari 21 tahun, maka budak dibebaskan.
Pada tahun 1663 baik  Virginia maupun di Maryland memiliki hukum yang mengatakan bahwa semua budak  Negro (dan budak  Negro yang baru diimpor) atau budak lainnya, untuk selanjutnya wajib melayani tuannya seumur hidup (“vita durate").
Pada tahun 1715 ada sekitar 23.000 budak di Virginia dan dalam jumlah yang kira-kira sama ada di Maryland dan Carolines. Hanya segelintir budak ada  di koloni New England, di mana tanahnya  berbatu yang tidak cocok untuk pengembangan perkebunan  dan pertanian dalam skala besar.
Seperti diketahui ternyata New Englander (a native or inhabitant of New England) juga  terlibat dalam perdagangan budak. Mereka membuat rum (alkohol) dan membawanya ke Afrika (dimana mereka mendapatkan  budak sebagai ganti rum yang dijualnya) dan menjual budak tersebut di Hindia Barat dan koloni-koloni di  selatan. Disana (di Selatan) mereka mendapat lebih banyak gula untuk membuat rum lebih banyak untuk kemudian ditukarkan kembali dengan budak Afrika. Perdagangan seperti itu dikenal sebagai “perdagangan segitiga”.
Ketika pada tahun 1807 perdagangan budak yang dilakukan oleh Inggris dengan Afrika secara legal dilarang, maka pembelian dan penjualan budak diantara para pemilik budak (slaveholding)  di Selatan meningkat, tetapi hanya sedikit New Englanders ambil bagian di dalamnya.
Perasaan antislavery telah berkembang di New England dan di antara orang-orang bijaksana di tempat lain. Sejak sebelum Revolusi Amerika, banyak dari para pendiri Amerika Serikat yang menentang slavery. Thomas Jefferson, Benjamin Franklin, John Adams, dan Patrick Henry tidak suka perbudakan. Meskipun mereka masing-masing memiliki budak sendiri, George Washington mengatakan bahwa salah satu keinginan pertamanya adalah untuk melihat perbudakan dihapuskan, dan dia menyebabkan beberapa orang Negro yang ikut berperang dalam Perang Revolusi Amerika (1775 - 1784) akan dibebaskan
Vermont pada tahun 1777 menjadi negara bagian pertama yang menghapus perbudakan. Massachusetts mengikutinya pada tahun 1783. Pennsylvania melakukan penghapusan perbudakan secara bertahap pada tahun 1780, Connecticut dan Rhode Island pada tahun 1784, dan New York pada tahun 1799. Pemasukan budak ke Amerika Serikat setelah tahun 1808 dilarang oleh konstitusi.

  • Perbudakan di Kerajaan  kapas
Budak di kebun kapas
Kiranya perlu pula diutarakan perbudakan di Amerika di wilayah yang dikenal sebagai sebuah Kerajaan     Kapas (the Cotton Kingdom). Wilayah tersebut terletak di Amerika Serikat bagian Selatan, dan memiliki kebun-kebun kapas yang sangat.
Pada saat keadaan Amerika Serikat telah mantap yaitu setelah Revolusi, kapas adalah tanaman yang merupakan sumber kehidupan di Selatan selain tembakau, tebu, dan padi-padian. Banyak orang Selatan percaya bahwa hasil tanaman-tanaman tersebut tidak dapat diproduksi tanpa bantuan tenaga kerja budak.
Di Amerika ada lebih dari 1.5 juta budak pada awal abad ke-19 ; ribuan bekerja di ladang dan ribuan lainnya  sebagai juru masak, pelayan, kusir , sementara itu ratusan orang  melakukan kerja terampil dari tukang batu, tukang kayu, wheelwrighters (a person who build and repair wheel), dan pandai besi.
Budak “Pekerja Tangan” di lapangan  kehidupannya adalah yang paling berat dan memperoleh perlakuan paling kejam.  Mereka adalah orang-orang yang paling mungkin untuk melarikan diri atau protes terhadap kondisi mereka.
Selatan sering khawatir terjadinya pemberontakan budak dan rumor akan adsanya pemberontakan. Namun Selatan menolak untuk menyerah pada sentimen anti perbudakan. Perkebunan di Selatan membutuhkan lahan baru yang subur dimana kapas dapat tumbuh, hal ini berarti dibutuhkan lebih banyak budak.
Selatan menggunakan kekuasaan politiknya untuk mempromosikan penyebaran perbudakan ke barat. Lousiana, yang dibeli Perancis pada tahun 1803, dijadikan wilayah budak. Meskipun harus menerima kondisi bahwa perbudakan tidak boleh melampaui garis lintang utara  36°30′, Selatan berhasil memiliki Missouri dan  Uni mengakui sebagai negara budak di tahun 1820 (“Kompromi Messouri”). Karena menginginkan Texas sebagai wilayah budak, maka Selatan mendorong perang dengan Meksiko di tahun 1840-an.
Daerah-daerah  yang ditanami kapas (cotton) tersebut, kemudian dikenal sebagai Kerajaan Kapas (The cotton kingdom), membentang sepanjang jalan dari South Carolina ke Texas.

  •  Perbudakan di Dunia Islam
Budak anak-anak
Seperti telah diterangkan dimuka, bahwa banyak orang berpikir perbudakan hanya dialami oleh orang hitam Afrika saja yang dibawa ke  Amerika. Hal seperti itu sesungguhnya adalah telah bertentangan dengan praktek perbudakan yang terjadi.
Perbudakan ternyata dijumpai hampir disegala penjuru dunia yang berpenduduk, demikian juga di dunia Islam khususnya Arab seperti yang terlihat di pasar-pasar  budak di sepanjang Sahara, Laut Merah dan Samudra India. Seperti diketahui keterlibatan Eropa di dalam pasar budak yang dibawa dari Afrika melalui Trans-Atlantic ke Amerika telah berakhir di abad 15, namun budak-budak yang diperdagangkan oleh pedagang Arab (dibeberapa negara Islam) masih terus berlangsung.
Budak-budak Afrika diperdagangkan oleh pedagang Arab sejak abad 14, dipercayai bahwa jumlah yang mati langsung sebelum  sampai pasar budak sangatlah tinggi (mati sakit, anak-anak yang terlampau kecil, orang cacat dan terbunuh karena bela diri).
Ketika Islam menjajah Kerajaan Sasanid Iran dan Byzantine (termasuk Syiria dan Mesir) di abad ke tujuh, selain   mereka juga merampas banyak harta benda (emas dan barang-barang berharga lain) juga budak-budak laki-laki, wanita maupun anak-anak.
Penguasa muslim tercatat memiliki budak-budak perempuan untuk dijadikan  penyanyi, penari,pemain musik dan  pekerja rumah tangga  (pembantu). Kafilah di Baghdad pada awal abad ke-10 memiliki budak Negro dan budak Eropa (kulit putih). Disamping itu ada pula budak wanita yang dijadikan selir oleh  para penguasa. Seperti diketahui Abdul Rahman III di Kordoba memiliki sejumlah  selir. Abdul Rahman III (Abd al-Rahmān ibn Muhammad ibn Abd Allāh) adalah Emir dan  Kalifah di Kordoba  (912–961) dari dinasti Ummayah di Andalusia (Spanyol). 

Hapusnya perbudakan dan perdagangan budak secara formal ternyata belum efektip 100 % ; di berbagai tempat tidak dapat dipungkiri masih berlangsung perbudakan dan perdagangan budak dalam berbagai bentuk.

Demikianlah gambaran singkat tentang perbudakan dan perdagangan budak yang telah berlangsung selama ini. Sudah barang tentu gambaran seperti uraian tersebut diatas jauh dari sempurna. Hal itu karena perbudakan telah berlangsung sangat lama dan terjadi hampir di segala penjuru dunia, disamping itu perbudakan dan perdagangan budak mengandung berbagai permasalahan yang komplek.
Perlu pula diketahui bahwa perbudakan dan perdagangan budak dalam segala bentuknya juga menjadi faktor yang menyebabkan berjalannya roda ekonomi di sejumlah negara. Perbudakan dan perdagangan budak pada masa kini sudah barang tentu tidak seperti pada masa yang lalu, namun pada hakekatnya kekejaman dan perlakuan yang tidak manusiawi masih terus berlangsung.
Usaha umat manusia untuk menghapus perbudakan yang diciptakannya sendiri sudah sangat lama. Hapusnya perbudakan dan perdagangan budak secara formal ternyata belum efektip  100 % ; di berbagai tempat tidak dapat dipungkiri masih berlangsung perbudakan dan perdagangan budak dalam berbagai bentuk.
Semoga bermanfaat !
*
We say that slavery has vanished from European civilization, but this is not true. Slavery still exists, but now it applies only to women and its name is prostitution (VICTOR HUGO},
*

1 komentar:

  1. Terhadap pertanyaan masih adakah perbudakan dan perdagangan budak pada abad ke-21 ? Perbudakan seperti pada masa lalu, pada abad ke-21 sudah tidak ada, tetapi dalam bentuk lain masih seperti perdagangan anak, buruh yang dibayar sangat rendah dll. Lihat juga quote (Victor Hugo) pada tulisan ini.

    BalasHapus