Senin, 01 Oktober 2012

nDableg



Ngunandiko No.31


ndableg 
(mengikuti  kemauan sendiri saja).


nDableg berasal dari kata bahasa Jawa, teman saya di Yogya (seorang Jawa) yang umurnya lk 70 tahun mengatakan bahwa arti “ndableg” adalah mengikuti kemauan sendiri tanpa memperhatikan aturan atau pendapat orang lain. Saya tidak hendak membahas arti ndableg tersebut, tetapi hanya ingin menyoroti fenomena ndableg yang diderita oleh sementara oknum orang Indonesia. Saya menggunakan istilah oknum orang Indonesia untuk membedakan dengan orang Indonesia pada umumnya.

Parkir ditempat yang dilarang.

Pada bulan Agustus 2012 saya berada di Yogya, Pada suatu sore kira-kira jam 15.30 dengan membonceng sepeda motor bersama kemenakan ; saya dari sekitar MONJALI (Monumen Yogya Kembali) menuju ke Perumahan Pegawai Gedung Agung di Pingit melalui Jl Magelang. Di suatu perempatan, sepeda motor berhenti karena lampu merah, dengan tidak diduga-duga bus penumpang berwarna coklat menerobos lampu merah tersebut. Saya tidak dapat melihat jelas bus apa itu, tetapi tidak berapa lama bus tersebut dapat kami susul karena ada kemacetan, terbaca oleh saya bus tersebut bernama “nDABLEG”.

Keesokan harinya dengan membonceng sepeda motor bersama kemenakan saya, saya ke rumah teman di belakang TVRI Jogya di Jl Magelang. Di sebelah utara perempatan Jl. Magelang (per-empat-an tersebut lk 500 m disebelah barat Tugu ), saya kembali melihat bus bernama “nDABLEG” berhenti menunggu penumpang,  tepat dibawah tanda dilarang parkir, (dalam hati saya) pantas sopir bus tersebut berani mengabaikan tanda lampu merah dan tanda dilarang parkir karena telah menyandang nama “nDABLEG”.


Kencing di tempat terlarang


Seperti biasa setelah sholat subuh saya jalan-jalan pagi melewati beberapa tempat dan kampung, beberapa kampung di Yogya tampak bersih, namun kampung - kampung yang berada di dekat pasar umumnya masih kotor dan kumuh.

Trotoir jalan di muka dan di samping pasar yang diberi tanda dilarang parkir, dari pagi telah penuh dengan sepeda motor yang parkir. 
Gang yang berada disela-sela toko walaupun telah diberi tanda dilarang kencing, bau kencing yang menyengat masih sangat terasa. 
Di sejumlah tempat yang telah diberi tanda dilarang buang sampah, penuh dengan sampah. 

Keadaan seperti itu rupanya tidak hanya di kampumg-kampung tempat penduduk miskin, di kantor-kantor pemerintah maupun swasta dan tempat umum lainnya, fenomena  “nDABLEG” juga masih kita lihat dan jumpai misalnya : di tempat dilarang merokok juga masih banyak orang merokok, di tempat orang harus antri juga masih banyak orang yang menyerobot tidak mau antri dsbnya, bahkan orang dipanggil oleh instansi resmi (mis: polisi) sering ndableg tidak mau datang.

Berebut, tidak mau "Antri"
Mudah-mudahan fonomena “nDABLEG” semacam itu hanyalah pelimpasan  rasa humor orang Indonesia dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari, dan bukan pembangkangan terhadap aturan serta kemapanan. 
*
Bangsa dengan sejarah dan ekonomi berbeda, dan sejumlah besar kesombongan tidak akan pernah mencapai kesepakatan lengkap, bahkan ketika mereka menginginkan tujuan yang sama ( Arthur Hays Sulzberger, hidup tahun  1891 – 1968 ; ia adalah penerbit  “The New York Times”  dari tahun 1935 – 1961)
*

3 komentar:

  1. Ndableg...saya setuju dengan kata itu, karena bisa dirasakan, dialami, dan ya..kalau keadaan tertentu disadari atau tidak, saya sendiri melakukan hal yang sama dengan yang digambarkan dalam komentar di atas.

    Ndableg sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita, yang mudah2an saya berdo'a untuk tidak jadi budaya.., walaupun kenyataannya sudah dirasakan semua.

    Mungkin perlu ditelti, direnungkan bahkan dikaji untuk yang tertarik dari kata nDABLEG ini bisa jadi bahan tesis yang berkaitan dengan adanya perubahan perilaku ini (psikologi masyarakat)...perlu dipertanyakan apakah perilaku nDABLEG....bisa dikatakan kegilaan tingkat awal atau...?

    Terima kasih, sekali lagi saya berdo'a semoga perilaku Ndableg ini dijauhkan dari kita semua...Aamin...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih ! Semoga kibiasaan nDableg dalam konotasi jelek tidak menjadi budaya kita !

      Hapus
  2. Saya rundingkan dg teman-teman dulu !

    BalasHapus