Jumat, 25 Februari 2011

SOPIR OJO NGANTUKAN (Pengemudi jangan suka ngantuk)

Ngunandiko.8

Pada awal Januari 2011 saya melakukan perjalanan dari Kebumen ke Yogyakarta dengan bus umum “Raharja”. Bus tersebut mempunyai lk 40 tempat duduk diatur dalam beberapa deret , masing-masing deret terdiri dari 5 tempat duduk dibagi 3 di kiri dan 2 di kanan, diantaranya ada sebuah jalan (gang). Bus berangkat dari Kebumen lk pukul 14.00 dgn lk 20 orang penumpang dan sejumlah barang bawaan. Perjalanan dari Kebumen ke Yogyakarta memerlukan waktu lk 3 jam antara lain melewati kota Kutoarjo, Purworejo, dan Wates.
Saya duduk pada deret kedua kanan dibelakang pak supir dekat gang, kanan saya dekat jendela duduk seorang laki-laki berumur lk 60 tahun berpakaian bersahaja, tampaknya seorang petani atau pedagang hasil pertanian, kami berdua tidak berbicara hanya saling mengangguk dan tersenyum.
Kiri dan kanan jalan menuju ke Yogyakarta tersebut pada waktu ini telah penuh dengan bangunan, toko, warung dan rumah tinggal ; persawahan atau kebun yang langsung berbatasan dengan jalan sangat sedikit. Pohon, dinding bangunan, tiang listrik disepanjang jalan terlihat banyak ditempeli berbagai poster ; ada poster yang mempromosikan sabun, pasta gigi, obat-obatan dan berbagai jenis barang dagangan, dan ada pula poster yang mempromosikan calon wakil rakyat di DPRD atau DPR, calon Bupati, calon Gubernur, bahkan calon Presiden.
Bus seringkali berhenti menaikkan/menurunkan penumpang ataupun barang, beberapa saat sebelum kota Kutoarjo bus berhenti. Diseberang jalan – di sebelah kanan Bus – terlihat ada bangunan yang cukup besar, di bagian atas dinding bangunan tersebut terpampang poster gambar bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sudah lusuh tapi masih dapat dikenali ketampanan dan kegagahannya, dan disampingnya ada gambar yang tidak dapat dikenali lagi karena dimakan cuaca (mungkin gambar bapak Yusuf Kala atau bapak Budiyono). Saya kira poster tersebut bekas poster kampanye “PILPRES” yang lalu yang tidak sempat dibersihkan. Tidak jauh dari poster gambar bapak SBY tersebut, di tempat yang lebih rendah, terpampang sebuah papan poster dengan semboyan :

SOPIR OJO NGANTUKAN
YEN NGANTUKAN OJO NYOPIR
(Pengemudi jangan suka mengantukKalau suka mengantuk jangan jadi pengemudi)

Poster tersebut saya pikir baik karena mengingatkan para sopir (pengemudi) agar jangan tidur, saya pikir poster tersebut juga tidak ada hubungannya dengan poster gambar Sby yang sudah lusuh. Tetapi saya jadi terkejut setelah petani yang duduk disamping saya nyeletuk sambil menunjuk kearah poster tersebut . . . . . . . . niku nyindir pak Beye nggih pak ? (itu nyindir Sby ya pak?) . . . saya diam sejenak ….. lalu terjadi percakapan antara saya dan petani tersebut sbb :

Saya : Lho kok nyindir pak Beye ? Kados pundi ?( Begitu kok nyindir pak Beye ? Bagaimana? )

Petani : pak Beye niku ibarat sopir-e negoro lan bongso, dados sampun ngantos ngantukan ! ( pak Beye itu ibarat-nya seorang pengemudi negara dan bangsa, makajangan sampai lambat kerjanya )

Saya jadi berpikir . . . . . . ternyata stigma bahwa Sby itu seorang “pemimpin yang lambat” . . . . . . . telah merasuk pula sampai ke sejumlah orang desa diwilayah dimana bapak Sarwo Edhie Wibowo dilahirkan. Namun benarkah Sby seorang “pemimpin yang lambat” hanya waktu yang akan membuktikan.

*
Seorang pemimpin harus mempunyai keberanian dan kearifan, namun keberaniannya harus lebih daripada kearifannya (NA).
*
Berani tidak berarti tidak punya rasa takut (NA).

*

1 komentar: