Ngunandiko
No.49
Pencitraan
(Image
building)
Membangun citra atau sering disebut sebagai
pencitraan (image building) adalah salah satu sarana seseorang politikus dapat
mewujudkan cita-citanya.
Politikus
yang sukses adalah politikus yang dapat mewujudkan apa yang menjadi
cita-citanya. Untuk dapat mewujudkan cita-citanya, maka seorang politikus utama-nya
harus memiliki :
- ambisi dan fokus terhadap apa yang di cita-citakan ;
- kerja dengan semangat pantang menyerah dan dapat mengontrol emosi ;
- citra yang baik di mata masyarakat luas.
Dalam
kesempatan ini akan dicoba membahas dan merenungkan bagaimana para
politikus membangun citra (image building). Seperti diketahui membangun citra
atau sering disebut sebagai pencitraan (image building) adalah salah satu
sarana penunjang seorang politikus mewujudkan cita-citanya.
Sebagai
gambaran adalah langkah membangun citra yang dilakukan oleh Presiden RI, Susilo
Bambang Yudhoyono, dan hal yang lebih kurang sama kiranya juga dilakukan oleh tokoh-tokoh
lain seperti Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo ; Presiden Amerika Serikat, Barack Husein Obama
; Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew ; dan tokoh-tokoh lain.
Susilo Bambang Yudhoyono |
Kita sering membaca di surat-surat kabar bahwa Susilo Bambang Yudhoyono “Presiden Republik Indonesia” dalam berbagai kesempatan telah melakukan pencitraan.
“Pencitraan” adalah berasal dari kata “Citra” yang berarti pancaran atau reproduksi jatidiri atau bentuk orang perorangan, benda atau organisasi (lihat : “Building The Corporate Image” ; Siswanto Sutoyo).
Dalam hal ini citra adalah persepsi masyarakat
terhadap jati diri Susilo Bambang Yudhoyono. Sedemikian jauh Susilo Bambang
Yudhoyono dapat dianggap sebagai salah seorang tokoh politik yang berhasil.
“SBY” yang mudah diingat oleh rakyat
banyak dan “Partai Demokrat” yang
berwatak demokratis itulah yang menjadi identitas Susilo Bambang Yudhoyono
dalam membangun citra.
Citra
atau persepsi masyarakat terhadap jatidiri seseorang, menurut sejumlah pakar adalah
berdasar atas apa yang mereka ketahui
atau apa yang mereka kira tentang pribadi orang tersebut. Citra seorang
politikus siapapun orangnya akan mempengaruhi sikap masyarakat terhadapnya, sehingga
citra akan memberi peringkat buruk atau peringkat baik bagi-nya. Dalam suatu
perjuangan politik mau atau tidak mau, seorang politikus harus mampu membangun
citra yang baik.
Pada
periode awal Susilo Bambang Yudhoyono terjun ke dunia politik, ia membiarkan
khalayak memanggil dirinya “SBY” suatu singkatan dari namanya yang sangat mudah diingat oleh
rakyat banyak. Susilo Bambang Yudhoyono
berharap rakyat akan memandang-nya sebagai sosok yang dekat dengan rakyat,
bahkan bagian dari rakyat itu sendiri. Sementara itu predikat perwira tinggi militer pada masa orde-baru yang
masih disandang oleh Susilo Bambang Yudhoyono tidak menguntungkan dirinya
khususnya pada masa setelah reformasi. Untuk menghapus hal yang tidak
menguntungkan itu, maka Susilo Bambang Yudhoyono mendirikan “Partai Demokrat”
suatu partai yang menggambarkan watak demokratis yang jauh dari watak
otoritarian seorang militer.
Nama
“SBY” yang mudah diingat oleh rakyat banyak dan “Partai Demokrat” yang berwatak demokratis
itulah yang kemudian menjadi identitas Susilo Bambang Yudhoyono. Berbekal
identitas tersebut Susilo Bambang Yudhoyono mulai membangun citra dirinya dalam percaturan politik di Indonesia. Disamping adanya identitas tersebut,
ada faktor yang juga lebih mempermudah Susilo Bambang Yudhoyono masuk ke dunia
politik adalah kedudukan-nya sebagai Menteri di bidang politik pada awal masa
setelah reformasi. Identitas dan kedudukan-nya sebagai Menteri di bidang
politik tersebut kiranya salah satu penyebab Susilo Bambang Yudhoyono memperoleh citra yang
baik dimata rakyat Indonesia, dan akhirnya
setelah melalui kerja keras dapat memenangkan
Pemilihan Umum dan mencapai kedudukan
tertinggi di Indonesia yaitu Presiden Republik Indonesia.
Seperti
diketahui identitas adalah bukan citra, namun identitas adalah modal dan
landasan membangun suatu citra. Identitas yang mengena dihati rakyat adalah landasan
yang kuat untuk membangun citra baik di mata rakyat, suatu persepsi positip
dari rakyat pemilih terhadap jatidiri seseorang. Jika seorang politikus ingin sukses, maka ia harus memiliki suatu
identitas yang mengena dihati rakyat banyak.
Banyak
orang beranggapan bahwa Joko Widodo memiliki
identitas sebagai Gubernur yang dekat dengan rakyatnya, melalui “blusukan” ke
segenap pelosok Jakarta yang sering dilakukannya ; Barack Husein Obama memiliki
identitas sebagai Presiden Amerika Serikat berkulit hitam pertama, melalui
perjuangannya membela keberagaman masyarakat multi etnis di Amerika Serikat, dan Lee Kuan Yew memiliki identitas sebagai
Perdana Menteri Singapura yang sangat disegani, melalui ketegasannya menjaga
“disiplin & ketertiban” masyarakat di negara kota Singapura.
Tampak
bahwa para tokoh tersebut memiliki identitas yang tumbuh dari persepsi orang
banyak atas apa yang dimilikinya baik berupa nama panggilan-sikap (informasi),
kekuatan-tindakan (energi), ataupun kekayaan-sumberdaya (materi). Dari berbagai catatan
sejarah dan cerita dapat diketahui bahwa sesungguhnya para tokoh pada jaman
dahulupun dapat dikatakan menempuh jalan yang sama dalam usahanya memiliki
identitas ; misalnya identitas King Arthur (akhir abad ke-5 s/d awal abad ke-6)
sebagai raja Inggris yang perkasa,
karena mampu mencabut pedang-keramat yang tertanam di sebuah puncak
gunung batu; demikian pula identitas raja Suleiman (1494
– 1566) sebagai raja yang membawa kemakmuran Kekaisaran
Ottoman, karena mampu memiliki kekayaan yang melimpah ; dan identitas Panembahan Senopati (1587-1601) yang membawa kejayaan kerajaan Mataram di
Jawa, karena perkawinannya dengan Kanjeng Ratu Kidul penguasa laut selatan.
Sasaran pencitraan dari seorang
tokoh adalah masyarakat yang dipandang memiliki peranan penting bagi
keberhasilan tokoh tersebut.
Seperti
telah dijelaskan dimuka identitas adalah modal dan landasan membangun suatu
citra. Oleh karena itu seorang tokoh (politikus, negarawan dll) selain memiliki
identitas yang tepat, dalam membangun citra harus memperhatikan masyarakat yang dipandang memiliki peranan penting bagi berhasilnya tokoh tersebut mencapai
dan melaksanakan cita-cita-nya. Hal itu dapat dilakukannya melalui langkah-langkah sbb :
- Langkah pertama menetapkan bagian masyarakat yang diharapkan akan mendukung atau memilih-nya (misalnya : kalangan muda atau tua ; rakyat tani atau buruh ; rakyat pedesaan atau kota ; dan lain-lain).
- Langkah kedua menetapkan orang-orang yang akan membantu dalam usahanya melaksanakan cita-citanya ( misalnya : kalangan tehnokrat ; politisi ; pengusaha ; dan lain-lain )
- Langkah ketiga memilih kelompok-kelompok masyarakat yang akan menjadi mitra (partner) dalam usahanya melaksanakan cita-citanya (misalnya : Partai politik ; LSM ; para Ulama ; Pressure Groep ; Media-massa dan lain-lain) .
Dari
uraian tersebut diatas sasaran pencitraan dari seorang tokoh adalah masyarakat
yang dipandang memiliki peranan penting terhadap keberhasilan tokoh tersebut.
Setelah menetapkan sasaran pencitraan, maka secara systematis perlu melakukan :
- mempopulerkan citra-nya di kalangan sasaran (misalnya : melalui media massa cetak/elektronik ; seminar dan sejenisnya ; iklan dan propaganda ; dan lain-lain.
- membentuk persepsi baik terhadap citra-nya dikalangan sasaran khusus-nya pemilih (seperti diketahui menang tidaknya seorang tokoh dalam Pemilihan Umum ditentukan oleh pemilih) ; untuk itu pada dasarnya ada dua cara yaitu : (a) berperilaku sejalan dengan citra yang akan dibangun dan (b) melakukan sosialisasi a.l dengan iklan dan propaganda.
- memelihara persepsi baik dan kepopuleran citra-nya ( dengan cara yang sama seperti diatas).
- menyempurnakan citra (misalnya : berdasar umpan balik dari kawan, maupun serangan dari lawan).
Usaha
mempopulerkan citra, membentuk dan memelihara persepsi baik, serta menyempurnakan
citra tersebut pada dasarnya perlu dilakukan
dengan teknik sbb :
- Fokus : usaha tersebut perlu dilakukan dengan penuh konsentrasi atau fokus.
- Unik : usaha tersebut perlu dilakukan dengan cara yang specifik atau unik.
- Appropriate : usaha tersebut perlu dilakukan dengan cara yang memadai, tidak berlebihan dan tidak kurang.
- Menjemput bola : usaha tersebut perlu dilakukan dengan cara menjemput bola yang artinya pro aktip dengan mendatangi sasaran.
- Kontinu : usaha tersebut perlu dilakukan secara terus menerus atau kontinu.
- Realistik : usaha tersebut perlu dilakukan dengan memperhatikan situasi dan kondisi sumberdaya dan dana.
Disamping itu usaha
mempopulerkan citra tersebut diatas perlu pula memperhatikan situasi dan kondisi perasaan masyarakat,
bahkan seringkali perlu dihentikan atau diubah. Sebagai contoh : (a) Jika situasi
dan kondisi sedang berada dalam keadaan perang,
maka mempopulerkan suatu citra seorang demokrat
adalah tidak tepat ; (b) Jika situasi
dan kondisi sedang ada dalam keadaan tentram
dan damai, maka mempopulerkan suatu citra
seorang revolusioner yang ingin suatu perubahan secara cepat adalah tidak tepat
; (c) Jika situasi dan kondisi sedang
ada dalam keadaan membangun, maka
mempopulerkan suatu citra seorang bapak
pembangunan adalah tepat ; dan sebagainya. Namun semuanya itu memerlukan
seorang ahli psycho massa, agar segala sesuatu dapat berjalan secara efektip dan
efisien.
Ada
kalanya citra seorang tokoh menjadi berubah karena sesuatu sebab, dapat karena adanya
perubahan persepsi dari sasaran (masyarakat) ; atau dapat pula karena adanya
perubahan sasaran (masyarakat). Misalnya pak Harto (Jenderal Suharto) semula dihadapan
rakyat Indonesia memiliki citra sebagai tokoh yang lemah lembut (the Smiling
General), namun karena reformasi citra pak Harto menjadi menakutkan ; Mao Tse
Tung dihadapan rakyat China memiliki citra progresip revolusioner, namun
dihadapan rakyat Amerika memiliki citra sebagai seorang diktator yang otoriter.
Sebelum
menutup renungan ini ingin disampaikan bahwa :
- Citra adalah merupakan persepsi masyarakat terhadap jatidiri seseorang ; dapat baik dan dapat buruk.
- Untuk membangun citra, seseorang perlu memiliki identitas dan menetapkan sasaran terlebih dahulu.
- Identitas adalah modal dan landasan membangun suatu citra, sebaiknya mudah diingat dan bersifat positip.
- Sasaran pencitraan dari seseorang adalah bagian masyarakat yang dipandang memiliki peranan penting bagi keberhasilan-nya.
- Citra selain perlu dibangun (dibentuk), perlu pula dipopulerkan, dan dipelihara ; disamping itu ada kalanya citra menjadi berubah atau perlu diubah karena sesuatu sebab.
Demikianlah
renungan dan uraian singkat tentang
pencitraan (image building). Semoga bermanfat !
*
Democracy
is still a radical idea in a world where we often confuse images with
realities, words with actions (Hillary
Clinton)
*
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus