Ngunandiko.67
Kesilapan
Aristoteles |
Dalam kehidupan
sehari-hari sering kali kita keliru
dalam menilai suatu peristiwa atau keadaan, baik itu peristiwa atau keadaan alam
seperti ruang angkasa (mis : jatuhnya meteor), bumi (mis :gempa), mahluk hidup (mis : penyakit),
dan lain-lain atau non alam seperti ekonomi (mis : inflasi), politik (mis : kudeta), peristiwa sosial (mis : kerusuhan) dan lain-lain.
Kekeliruan dalam menilai
suatu peristiwa tersebut dalam renungan dan bahasan ini, kita namakan kesilapan
yaitu perbuatan keliru atau salah yang tidak kita sengaja. Kesilapan ini telah
dikenali pada masa Aristoteles (384 SM – 322 SM), dalam membahas masalah Logika. Kesilapan
tersebut dapat timbul karena :
(1) Paham dijadikan bukti
(fakta). Menilai suatu peristiwa berdasar
bukti yang secara a priori kita anggap benar, kita belum betul-betul mengamati kebenaran bukti tersebut ;
(2) Salah atau lupa
memperamati suatu bukti. Lupa atau salah dalam mencari dan memperhatikan suatu bukti.
Lupa atau salah tersebut dapat karena pancaindera tidak mampu (mis :Usia),
pendidikan, dan pengalaman ;
(3) Salah dalam menyusun
bukti. Salah dalam menyusun bukti untuk mendapatkan undang (hukum).
Kesilapan ini ada tiga ragam :
(a) Kesilapan Analogy, karena
persamaan rupa ;
(b) Kesilapan berhubung
dengan tempo dan tempat ;
(c) Kesilapan post hoc . .
. . . . . . . sebab tunggal ; kesilapan sebab tunggal ini juga bersifat dua
macam.
- Pertama bersifat (terutama) berhubungan dengan cara berpikir (Logika).
- Kedua (lebih banyak) berhubung dengan Point of View, penjuru dari mana si pemeriksa memandang ;
(4) Kesilapan dalam
pelaksanaan. Kalau penjuru memandang telah ditentukan lebih dahulu (lebih-lebih
dalam Ilmu Mayarakat) dan bukti cukup, jumlah (quantity) dan mutu (quality)
memadai sifat dan bilangannya, dan undang menurut syarat Dialektika dan/atau
Logika yang sempurna, maka pelaksanaannya mesti awas sekali memperhatikan
Undang Syllogism[1]
dan lain-lain. Pada pelaksanaan ini-lah terutama Logika berperan besar.
(5) Kesilapan karena keliru. Kesilapan ini terbagi
pula atas tiga ragam yaitu :
Dalam renungan dan bahasan
ini ke-5 (lima) kesilapan tersebut akan kita periksa satu per satu, serta akan
kita sertai beberapa contoh sederhana (lihat : Madilog). Contoh-contoh tersebut adalah dari peristiwa-peristiwa yang sering kita
temui, semoga merupakan contoh yang tepat.
Pertama : Paham dijadikan bukti (fakta) ; Kesilapan yang timbul
pada pemeriksaan bukti, sesuatu yang masih berupa faham atau pendapat telah dianggap sama (a priori) dengan bukti
(fakta). Kesilapan seperti itu dinamai kesilapan a priori – disebut pula sebagai
“mystifikasi” – tampak tiada berhubungan dengan kecerdasan si pemeriksa (pemikir)
memakai Logika. Di negara-negara yang tingkat pendidikannya rendah seperti
Indonesia, kesilapan karena “mystifikasi” banyak terjadi, walaupun hal itu
terjadi pula di negara-negara maju.
Sebagai contoh :
- Sejumlah prajurit dengan mengucapkan mantera-mantera maju menghadapi berondongan peluru musuh tanpa perlindungan yang memadai, akhir-nya sebagian besar para prajurit tersebut mati tertembak. – kesilapan : prajurit tersebut a priori percaya akan kebal peluru, jika mengucapkan mantera –
- Seorang raja mengangkat adik kandungnya menjadi komandan “pasukan kerajaan” untuk mencegah terjadinya kudeta militer, ternyata adiknya tersebut memimpin suatu kudeta untuk menggulingkan-nya. – kesilapan : sang raja a priori percaya bahwa keluarga se-ayah dan se-ibu akan saling melindungi –
Kedua : Salah atau lupa memperamati suatu bukti ; Kesilapan yang
berhubungan dengan pekerjaan mencari bukti, ini adalah kesilapan karena lupa
atau salah memperhatikan bukti. Salah dan lupa ini, tidak dapat dianggap sebagai
salah dan lupa dalam memakai pancaindera buat memperamati bukti. Seorang cukup
umur, cukup didikan, dan cukup pengalaman kalau berkali-kali menghadapi
kejadian yang berlawanan dengan kepercayaannya, tetapi terus percaya bahwa
kejadian itu cocok dengan anggapannya semula, maka salah atau lupa seperti itu
tidak dapat sebagai salah atau lupa dalam arti biasa. Lain dari pada itu memang
ada kesilapan psikologi, lupa atau salah memperamati sebab kejadian yang amat
mendahsyatkan. Jadi kesilapan kedua ini setengah mystifikasi dan setengahnya psikologis.
Sebagai contoh :
- Di Indonesia banyak orang meminta bantuan paranormal untuk mencari barang-barangnya yang hilang. Hasilnya barang-barangnya yang hilang tidak ketemu.– kesilapan : orang itu lupa bahwa paranormal telah sering gagal mengetahui barang-barang yang hilang –
- Rakyat di suatu Negara mengagumi garis keturunan, maka rakyat negara tersebut telah memilih seseorang berdasar garis keturunannya untuk memimpin negara (mis : keturunan bekas Presiden untuk menjadi Presiden negara-nya). Ternyata negaranya tidak menjadi makmur.– kesilapan : salah menganggap bahwa garis keturunan sama dengan kecakapan memimpin negara –
Ketiga
:
Kesilapan dalam menyusun bukti mendapatkan undang. Kesilapan ini ada dibagi
atas tiga ragam pula :
(a) Kesilapan Analogy,
persamaan rupa ;
Sebagai contoh :
- Matahari dan bulan adalah dua benda bundar dilangit yang memancarkan sinar. Jika orang lalu menarik kesimpulan bahwa matahari dan bulan keduanya memancarkan sinar dari dirinya sendiri, maka kesimpulan itu adalah salah. Bulan memancarkan sinar, karena memantulkan sinar matahari.– kesilapan : matahari di-analogi-kan dengan bulan, karena kedua-nya beredar dilangit, bundar dan bersinar –
- George Stephenson (1781 – 1846) dan Thomas Alva Edison (1847 – 1931) keduanya adalah orang yang berkulit putih dan berbahasa Inggris. Jika orang lalu menarik kesimpulan bahwa kedua orang tersebut adalah warga negara Inggris, maka kesimpulan itu salah. Thomas Alva Edison adalah warga negara Amerika Serikat dan George Stephenson adalah warga negara Inggris. – kesilapan : orang Inggris di-analogi-kan dengan orang Amerika, karena kedua-nya berkulit putih dan berbahasa Inggris. –
(b) kesilapan berhubung dengan tempo dan tempat ;
Sebagai contoh :
- Pemilu pada masa Orde Baru selalu dimenangkan oleh Golkar, pada masa Reformasi orang memilih lagi Golkar. Golkar kalah! – kesilapan : Golkar dahulu selalu menang dalam Pemilu, maka sekarang Golkar juga akan menang –
- Di Jakarta si Polan sarapan jam 8.00 WIB (waktu Indonesia Barat). Jika di Tokyo si Polan juga sarapan jam 8.00 WIB, maka sarapan si Polan itu mungkin terlalu siang.– kesilapan : jam 8.00 WIB (waktu) di Tokyo dianggap sama dengan waktu di Jakarta –
(c) Kesilapan posthoc,
ergo propter hoc . . . . . sebab tunggal ; kesilapan ini dapat
dikatakan bersifat 2 (dua) macam, yaitu :
Ke-1 : Terutama bersifat berhubungan dengan Logika.
Sebagai contoh :
- Orang Minang adalah orang yang pandai bedagang ; Kita bisa membuat kesilapan dengan mengatakan bahwa semua orang pandai berdagang adalah orang Minang.
- Si Polan adalah orang beragama. Si Polan adalah dermawan ; Kita bisa membuat kesilapan dengan menyimpulkan bahwa semua orang beragama adalah dermawan.
Ke-2 : Lebih banyak
berhubung dengan Point of View, penjuru dari mana sipemeriksa memandang. Dalam
perkara berhubungan dengan Benda semata-mata Ilmu Alam & Co boleh jadi
kesilapan itu disebabkan salah memakai undang Logika. Tetapi dalam Ilmu
Masyarakat, seperti Agama, Politik, Economi & Co pasti kesilapan itu
berhubung dengan penjuru memandang. Pemikir kapitalis mesti menyalahkan
simpulan pemikir Sosialis dan Komunis. Begitu juga pemikir Sosialis dan
Komunist. Tak akan membenarkan simpulan ahli Kapitalist dalam Ilmu Masyarakat
itu ! Hidup si Kapitalis, si Komunis mesti mati. Hidup si Komunist mesti mati
si Kapitalist. Disini ada perlawanan dan peperangan mati-matian.
Sebagai contoh :
- Menurut Cluterbuck ; “teroris bagi seseorang adalah pejuang kemerdekaan bagi orang lain”. “Sayap kanan” melihat ada aktor-aktor komunis di balik setiap gerilya yang mereka perangi, begitu pula “sayap kiri” akan memandang ada CIA dengan kacamata yang serupa (lihat : Gerakan Bawah Tanah).
- Keuntungan suatu perusahaan di Indonesia tergantung dari nilai tukar uang Rupiah terhadap Dolar Amerika (valuta Asing). Kita bisa membuat kesilapan dengan mengatakan ; jika nilai tukar uang Rupiah terhadap Dolar Amerika naik, maka keuntungan perusahaan itu juga naik.
Ke-empat
:
Kesilapan dalam pelaksanaan. Kalau penjuru memandang sudah ditentukan lebih
dahulu, lebih-lebih dalam Ilmu Mayarakat, dan bukti cukup, quality dan
quantitynya, sifat dan bilangannya dan undang diperoleh dengan syarat
Dialektika dan/atau Logika yang sempurna, maka penglaksanaan mesti awas sekali
memperhatikan Undang Syllogism dsb. Pada penglaksanaan ini terutama Logika
bersimaharajalela.
Sebagai contoh :
- Semua muslim wajib melaksanakan semua perintah Allah. Salah satu perintah Allah adalah sholat 5 kali sehari. Adalah suatu kesilapan dengan mengatakan bahwa seorang yang pernah sholat adalah muslim.
- Semua dokter adalah lulusan Perguruan Tinggi Ilmu Kedokteran. Si Polan adalah lulusan Perguruan Tinggi. Kita bisa membuat kesilapan jika menyatakan bahwa si Polan adalah dokter,
Kelima :
Kesilapan karena keliru. Kesilapan ini terbagi pula atas tiga ragam ;
a) kata berlipat ;
Sebagai contoh :
- Pembunuh itu mesti seorang yang paling kejam. Pangeran Diponegoro banyak membunuh musuhnya. Kita bisa membuat kisilapan dengan menyimpulkan bahwa Diponegoro mesti seorang yang paling tamak dan kejam.
- Penipu itu adalah pekerjaan yang tidak terpuji. Pekerjaan tukang sulap adalah menipu penonton. Apakah pekerjaan tukang sulap pekerjaan yang tidak terpuji ?
b) cara menghasta kain sarung
(petitio principli) ;
Sebagai contoh :
- Konsultan menerangkan bahwa permintaan (demand) pupuk di Indonesia sangat besar, karena Indonesia memerlukan sangat banyak pupuk. (Permintaan = memerlukan !).
- Seorang tertuduh mengatakan bahwa dia tidak bohong, karena telah mengatakan kebenaran. ( tidak bohong = mengatakan kebenaran !)
c) cara menyimpang (ignoratio
elenci).
Sebagai contoh :
- Seorang kontraktor yang gagal melaksanakan tugasnya, si kontraktor tersebut malah menceritakan penderitaannya yang membangkitkan rasa hiba.
- Pembela (lawyer) koruptor, yang dalam pembelaannya mengemukakan jasa-jasa si koruptor sewaktu perang yang membangkitkan kekaguman dan simpati, dan bukan mengemukakan bukti-bukti bahwa si koruptor tidak melakukan korupsi. Pembelaan tersebut tergolong sebagai kesilapan dengan “cara menyimpang (ignoratio elenchi)”.
Sebagai penutup ingin kami
sampaikan hal-hal sbb :
- Dalam kehidupan sehari-hari kita sering keliru dalam menilai suatu peristiwa atau keadaan. Keliru dalam menilai suatu peristiwa atau kesilapan ini dapat berakibat buruk bagi diri kita maupun masyarakat luas. Kesilapan seyogyanya harus selalu kita hindari.
- Untuk menghidari terjadinya kesilapan, maka dalam menilai suatu peristiwa atau keadaan harus didasari bukti (fakta) dan dilakukan dengan undang (hukum) berpikir yang benar. Disamping itu dalam mendapatkan bukti (fakta) tersebut, harus dilakukan secara saksama dan akurat.
- Ada lima sebab “Kesilapan” yaitu : (1) paham dijadikan bukti (fakta) ; (2) salah atau lupa memperamati suatu bukti (fakta) ; (3) silap dalam menyusun bukti untuk mendapatkan undang (hukum) ; (4) silap dalam pelaksanaan ; dan (5) keliru.
- Kesilapan karena faham dijadikan bukti (fakta), adalah kesilapan yang seringkali terjadi di negara-negara dengan tingkat pendidikan rakyatnya rendah seperti Indonesia. Kesilapan ini disebut pula sebagai “mystifikasi”. Mystifikasi” ini tiada berhubungan dengan kecerdasan sipemikir memakai Logika, mystifikasi dapat dilakukan oleh orang bodoh maupun pandai.
- Mystififikasi dalam politik sering digunakan untuk meneguhkan kekuasaan ; baik pada masa yang lalu maupun pada masa kini, baik di negara maju maupun dinegara berkembang. Propaganda sering menggunakan mystifikasi (lihat : Propaganda).
Demikianlah semoga renungan dan bahasan ini bermanfaat !
*
Kalau
kausingkirkan semua yang mustahil, apa pun yang tersisa, betapapun mustahilnya,
adalah kebenaran.” (Arthur-Conan-Doyle).
*
[1]
Syllogism: a formal argument in logic that is
formed by two statements and a conclusion which must be true if the two
statements are true.
[2]
Petitio Principii : (circular reasoning, circular argument, begging
the question) in general, the fallacy of assuming as a premiss a statement
which has the same meaning as the conclusion
[3]
Ignoratio Elenchi : a fallacy in logic of
supposing a point proved or disproved by an argument proving or disproving
something not at issue
Sip
BalasHapusBung Yos ! Masih banyak dari kita yang menyimpulkan suatu berita tanpa mengindahkan kaidah-kaidah logika ! Kesimpulannya bisa salah sama sekali !
BalasHapus