Ngunandiko.38
Perbudakan 2
(slavery)
Pada tahun 1948 The United
Nations General Assembly atau Sidang
Umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengadopsi “Universal Declaration
of Human Right” yang secara eksplisit mengutuk perbudakan dan perdagangan budak
dalam segala bentuk. Sejak saat itu telah dilakukan banyak langkah untuk
implementasinya. Pada waktu ini hampir semua semua negara telah menandatangi konvensi yang melarang
adanya perbudakan dan perdagangan budak.
Setelah pelarian
orang-orang Yahudi dari Mesir, mereka (Yahudi)
tetap mempertahankan perbudakan, bahkan perbudakan di antara mereka sendiri. Hal itu diatur oleh
hukum Musa sebagai
bagian dasar dari ekonomi dan
budaya mereka.
Untuk memberi gambaran tentang
perbudakan dan perdagangan budak yang telah berlangsung di dunia sampai dengan
dihapuskanya, maka kiranya ada baiknya jika dalam uraian ini hal itu dikemukankan dengan urutan sbb :
- Perbudakan pada jaman Kuno,
- Perbudakan pada jaman Yunani,
-
Perbudakan pada jaman
Romawi,
-
Perbudakan di Eropa pada
abad pertengahan,
-
Perbudakan di Kerajaan kapas,dan
-
Perbudakan di Dunia Islam
Uraian singkat mengenai butir-butir tersebut
diatas dalam garis besarnya adalah seperti uraian berikut ini.
- Perbudakan pada jaman Kuno
Seperti telah diterangkan dimuka
adanya lembaga perbudakan telah tercatat pada “Kode Hammurabi”. Kode Hammurabi tersebut adalah
peninggalan tertulis tertua (lk 1772 SM) dan masih
terawat dengan baik yang memuat masalah-masalah perbudakan.
Sejak zaman Abraham, nenek moyang bangsa Ibrani telah
memiliki budak atau mereka sendiri adalah budak. Yusuf, cicit dari Ibrahim, dijual kepada kaum Ismail, yang pada
gilirannya Ismail (keturunan Ismail, anak tertua dari Ibrahim) menjualnya
kepada seorang kapten pengawal Firaun dari Mesir. Setelah Yusuf meninggal, orang-orang
Yahudi (Ibrani) sesuai dengan kapasitasnya dibawa sebagai budak dan ditempatkan
dalam perbudakan oleh orang Mesir.
Orang-orang
Yahudi sebagai budak bukan hanya di Mesir, dan penaklukan bukan satu-satunya sumber pasokan budak. Para
pelaku kriminal di Mesir kadang-kadang
dihukum dengan dijadikan budak, dan laki-laki bisa diperbudak
sebagai cara lain untuk membayar utang
mereka yang tidak terbayarkan. Laki-laki
miskin bisa menjual diri mereka
sendiri dan anak-anak mereka.
Menuju ke Pasar Budak |
Setelah pelarian orang Yahudi dari Mesir, orang Yahudi tersebut tetap mempertahankan perbudakan, bahkan perbudakan
di antara mereka sendiri. Hal itu diatur
oleh ajaran Musa sebagai bagian
dasar dari ekonomi dan budaya mereka.
Menurut ajaran Musa,
maka seorang budak dianggap
sebagai anggota rumah tangga, bahkan
dapat sungguh-sungguh menjadi anggota keluarga
dari majikannya (master) :
o
Jika budak
adalah seorang Yahudi, maka ia menjadi
budak hanya selama 6
tahun. Setelah 6 tahun menurut hukum majikannya wajib membebaskannya dengan
gratis.
o Jika ia
menikah sewaktu masih sebagai budak,
maka istrinya dibebaskan pula
bersamanya.
Para budak yang dibebaskan tidak dibiarkan pergi dengan tangan kosong begitu saja, tetapi mantan majikannya wajib memberinya domba, biji-bijian, dan anggur untuk bekal perjalanan.
- Perbudakan pada jaman Yunani
. . . . . budak publik lebih sebagai milik negara dari pada milik
pribadi seorang tuan (master), maka mereka (budak-budak tersebut)
mungkin memegang posisi terpercaya di angkatan kepolisian, angkatan darat, atau angkatan laut.
Orang Yunani tidak pernah benar-benar
bebas dari kemungkinan menjadi
budak. Seorang budak Yunani mungkin mendapat janji kebebasan dengan melakukan pengabdian
yang besar bagi negara, dan budak yang dibebaskan
itu mungkin dipilih untuk
mendapatkan kewarganegaraan diantara 6000 warga. Tetapi setiap orang Yunani pada suatu hari dapat menjadi budak dari
tuan (master) yang lain seperti terlihat dari kasus-kasus sbb :
o Penduduk asli di
suatu tempat di Yunani (misalnya di Korintus), kemudian tinggal
di tempat lain (misalnya di Miletus), maka mereka dapat menjadi budak lagi ditempatnya yang baru.
o
Seorang warga ada dalam
bahaya jika diculik dan dijual
sebagai budak di tempat lain (anak-anak Yunani sering dijual sebagai budak di
tempat lain). Anak-anaknya juga akan
mewarisi status seperti orang tuanya.
o
Jika ia gagal dalam tugas negara di kotanya yang baru, maka
ia bisa menjadi budak.
o Jika seseorang berutang dan tidak dapat melunasi – Yunani memiliki tempat perdagangan budak hidup – maka ia dapat
diperjual belikan dan hasilnya untuk melunai hutangnya.
Hal-hal tersebut
diatas terjadi hingga awal masa pemerintahan Solon (638-559 SM),
seperti diketahui Solon adalah negarawan
dan ahli hukum Athena yang terkemuka.Terlepas
dari fakta-fakta yang menunjukkan buruknya kondisi perbudakan di Yunani - kecuali di Sparta yaitu negara kota
pada zaman Yunani Kuno di tepi sungai Euotas – sedemikian jauh perbudakan di Yunani masih lebih
baik daripada di Mesir.
Sudah merupakan kebiasaan seperti di Babylonia, bahwa hal-hal
seperti berikut ini boleh dilakukan :
o Budak diizinkan untuk mengumpulkan uang yang dapat
digunakan untuk membeli kebebasan mereka.
o Budak diizinkan untuk mengambil bagian dalam upacara
keagamaan swasta dan beberapa festival publik.
o Budak boleh bersembunyi di kuil-kuil dan tempat-tempat
lain yang membuat musuhnya takut, sebagai iempat berlindung sementara dari
perlakuan kejam.
o Budak yang telah memberikan layanan berharga kepada
masyarakat (misalnya sebagai tentara pada saat perang) bisa berharap untuk mendapat kebebasan melalui proses resmi, dan
memperoleh status kewarganegaraan penuh.
o
Pernikahan antar budak diakui.
Kadang-kadang seorang laki-laki
menjadi budak akibat ditangkap dalam perang, mereka ada yang lebih unggul
daripada tuannya seperti dalam hal
belajar, cita rasa, dan budaya. Orang-orang seperti itu seringkali
dipercaya dalam berbagai hal penting oleh tuannya. Mereka dapat menjadi manajer
dan pengawas perkebunan besar dari suatu
perusahaan.
Sementara itu budak publik lebih
sebagai milik negara dari pada milik
pribadi seorang tuan (master), maka mereka dapat memegang posisi
terpercaya di angkatan kepolisian.
angkatan darat, atau angkatan laut.
Perlakuan terhadap budak di Sparta
berbeda dengan budak di negara kota
Yunani lainnya. Budak Sparta yang disebut Helots adalah budak negara yang ditugasi
mengabdi kepada seorang master individu. Budak yang memiliki kemampuan lebih
(superior) sering dicurigai, sehingga secara teratur diberi tugas tertentu sebagai kontrol, dan di Sparta sering berakhir dengan
terbunuh budak tersebut
- Perbudakan pada jaman Romawi
Setelah penaklukan Yunani, maka Romawi menjadi tempat perbudakan dengan gaya jaman
kuno yang paling lengkap dan terorganisir. Kemenangan Roma atas Yunani, Mesir,
Afrika Utara, dan Gallia telah membawa ribuan budak.
Namun karena lebih besar dan lebih banyak wilayah berada di bawah kendali Roma, maka kebutuhan
akan budak juga menjadi lebih besar.
Seperti di Yunani, maka budak di Roma terdiri dari dua golongan:
o
Budak publik (milik masyarakat
atau negara),
Budak
publik (masyarakat) bekerja di jalan-jalan, saluran air, bangunan umum dan
bangunan-bangunan sejenis.
o
Budak perorangan (milik swasta),
Budak milik pribadi
melakukan pekerjaan sesuai dengan
kemauan tuan-nya biasanya di tempat para
budak tersebut cukup
terampil melakukan tugasnya. Keluarga Romawi yang besar
sering memiliki budak
pribadi; mereka bekerja sebagai dokter, pustakawan,
sekretaris, penghibur, guru dll.
Sampai abad ke-2, di Romawi para tuan memegang kekuasaan atas hidup dan matinya para
budak. Beberapa
tuan (master) melatih budaknya sebagai
gladiator. Budak dipakai sebagai taruhan,
bahkan para master seringkali mengadu
mereka dengan gladiator lain atau binatang buas dalam pertarungan sampai mati. Perbudakan
yang sangat kejam menyebabkan budak Romawi
berontak berkali-kali. Salah satu
pemberontakan budak yang terbesar terjadi
pada tahun 73 BC yang dipimpin oleh Spartacus seorang budak dari Thrace.
Meskipun telah
terjadi praktek yang sangat kejam, namun
perbudakan terus berlangsung sampai jatuhnya kota Roma sebagai ibukota bagian barat kekaisaran
Romawi di tahun AD 476.
Pengaruh faham
Kritiani yang menentang praktek
kejam perbudakan mulai
dirasakan pada tahun AD 150, pemikiran
dan hukum yang mengatur perbudakan mulai
melunak. Master tidak lagi memiliki kuasa atas hidup
dan matinya budak mereka. Kristen mendorong emansipasi
budak. Pria bebas tidak lagi diperbolehkan menjual diri mereka sendiri atau
anak-anak mereka. Di bawah
kekaisaran Constantine I atau
Saint Constantine, Kaisar Romawi
(306 - 337) itu dikenal sebagai kaisar Kristen, bersama sama Kaisar Licinius
menerbitkan “Edict of Milan” (313), yang memproklamasikan “tolerance of all
religions” diseluruh kekaisaran. Hal itu. memberi kecenderungan memudarnya hukum dan kekuasaan Roma atas para
budak, Roma mempersiapkan
jalan bagi perubahan dari sistem
perbudakan. Perubahan ini berarti
bahwa anggota kelas hamba tidak lagi boleh dimiliki
secara langsung oleh master secara
individu, namun hal ini pada waktu itu masih terus menjadi
kontraversi.
- Perbudakan di abad pertengahan.
Budak sedang bekerja |
Dengan kesetiaan
melayani dan dalam kondisi tertentu
lainnya para “petani hamba” diberi hak oleh raja atas sedikit tanah untuk digunakan. Hal tersebut dapat dipandang sebagai langkah pertama menuju emansipasi.
Perbudakan
seperti yang dipraktekkan pada zaman
kuno tidak dikenal di Eropa
pada abad pertengahan. Bahwa praktek perbudakan kuno
datang dan hidup lagi di abad ke-15, di
awal zaman modern telah terjadi
dengan sendirinya seperti uraian berikut ini.
o
Ke koloni Inggris
Sejak sebelum Revolusi Amerika, banyak dari para pendiri
Amerika Serikat yang menentang perbudakan (slavery). Thomas Jefferson, Benjamin Franklin,
John Adams, dan
Patrick Henry tidak
suka perbudakan. Meskipun mereka
masing-masing memiliki budak
sendiri,
Perdagangan budak ke koloni Inggris atau pemukiman yang berbahasa Inggris
di Dunia Baru dimulai pada tahun 1619, ketika beberapa budak Afrika (mungkin
sebanyak 20 orang) dibawa oleh seorang pedagang Belanda (Ductch) dan dijual di
Jamestown, Virginia. Pada masa perbudakan pertama di koloni Inggris tersebut
sistem perbudakan yang berlaku adalah mirip dengan sistem magang. Para budak
setelah bekerja pada seorang tuan (master) untuk tidak lebih dari 21 tahun,
maka budak dibebaskan.
Pada tahun 1663 baik Virginia maupun
di Maryland memiliki hukum yang mengatakan bahwa semua budak Negro (dan budak Negro yang baru diimpor) atau budak lainnya,
untuk selanjutnya wajib melayani tuannya seumur hidup (“vita durate").
Pada tahun 1715 ada sekitar 23.000 budak di Virginia dan dalam jumlah yang
kira-kira sama ada di Maryland dan Carolines. Hanya segelintir budak ada di koloni New England, di mana tanahnya berbatu yang tidak cocok untuk pengembangan
perkebunan dan pertanian dalam skala
besar.
Seperti diketahui ternyata New Englander (a
native or
inhabitant of New
England) juga terlibat dalam perdagangan budak. Mereka
membuat rum (alkohol) dan membawanya ke Afrika (dimana mereka mendapatkan budak sebagai ganti rum yang dijualnya) dan
menjual budak tersebut di Hindia Barat dan koloni-koloni di selatan. Disana (di Selatan) mereka mendapat
lebih banyak gula untuk membuat rum lebih banyak untuk kemudian ditukarkan kembali
dengan budak Afrika. Perdagangan seperti itu dikenal sebagai “perdagangan
segitiga”.
Ketika pada tahun 1807 perdagangan budak yang dilakukan oleh Inggris dengan
Afrika secara legal dilarang, maka pembelian dan penjualan budak diantara para
pemilik budak (slaveholding) di Selatan
meningkat, tetapi hanya sedikit New Englanders ambil bagian di dalamnya.
Perasaan antislavery telah berkembang
di New England dan di antara orang-orang bijaksana di tempat lain. Sejak sebelum Revolusi Amerika, banyak dari para pendiri
Amerika Serikat yang menentang slavery. Thomas Jefferson, Benjamin Franklin,
John Adams, dan
Patrick Henry tidak
suka perbudakan. Meskipun mereka
masing-masing memiliki budak
sendiri, George Washington
mengatakan bahwa salah satu keinginan pertamanya adalah
untuk melihat perbudakan dihapuskan, dan dia menyebabkan
beberapa orang Negro yang ikut berperang
dalam Perang Revolusi Amerika (1775 - 1784) akan dibebaskan
Vermont pada tahun 1777 menjadi negara bagian pertama yang menghapus perbudakan. Massachusetts mengikutinya pada tahun 1783.
Pennsylvania melakukan penghapusan
perbudakan secara bertahap pada tahun
1780, Connecticut dan Rhode Island pada tahun 1784, dan New York pada tahun 1799. Pemasukan budak ke
Amerika Serikat setelah tahun 1808
dilarang oleh konstitusi.
- Perbudakan di Kerajaan kapas
Budak di kebun kapas |
Pada saat
keadaan Amerika Serikat telah
mantap yaitu setelah Revolusi, kapas adalah tanaman yang
merupakan sumber kehidupan di Selatan
selain tembakau, tebu, dan
padi-padian. Banyak orang Selatan percaya bahwa hasil tanaman-tanaman
tersebut tidak dapat diproduksi tanpa bantuan tenaga kerja budak.
Di Amerika ada lebih dari 1.5 juta budak pada
awal abad ke-19 ; ribuan bekerja di ladang dan ribuan lainnya sebagai juru masak, pelayan, kusir , sementara
itu ratusan orang melakukan kerja terampil dari tukang
batu, tukang kayu, wheelwrighters
(a person who build and repair wheel), dan pandai besi.
Budak “Pekerja Tangan”
di lapangan kehidupannya adalah yang paling berat dan memperoleh perlakuan paling kejam. Mereka
adalah orang-orang yang paling mungkin untuk melarikan diri
atau protes terhadap kondisi mereka.
Selatan sering khawatir terjadinya pemberontakan budak dan
rumor akan adsanya pemberontakan. Namun Selatan
menolak untuk menyerah pada sentimen anti perbudakan. Perkebunan di Selatan
membutuhkan lahan baru yang subur dimana kapas dapat tumbuh, hal ini berarti
dibutuhkan lebih banyak budak.
Selatan menggunakan kekuasaan
politiknya untuk mempromosikan penyebaran perbudakan ke barat. Lousiana, yang
dibeli Perancis pada tahun 1803, dijadikan wilayah budak. Meskipun harus
menerima kondisi bahwa perbudakan tidak boleh melampaui garis lintang utara 36°30′,
Selatan berhasil memiliki Missouri dan
Uni mengakui sebagai negara budak di tahun 1820 (“Kompromi Messouri”). Karena
menginginkan Texas sebagai wilayah budak, maka Selatan mendorong perang dengan
Meksiko di tahun 1840-an.
Daerah-daerah yang ditanami kapas (cotton) tersebut,
kemudian dikenal sebagai Kerajaan Kapas (The cotton kingdom), membentang
sepanjang jalan dari South Carolina ke Texas.
- Perbudakan di Dunia Islam
Budak anak-anak |
Perbudakan ternyata
dijumpai hampir disegala penjuru dunia yang berpenduduk, demikian juga di dunia
Islam khususnya Arab seperti yang terlihat di pasar-pasar budak di sepanjang
Sahara, Laut Merah dan Samudra India. Seperti diketahui keterlibatan Eropa di
dalam pasar budak yang dibawa dari Afrika melalui Trans-Atlantic ke Amerika
telah berakhir di abad 15, namun budak-budak yang diperdagangkan oleh pedagang
Arab (dibeberapa negara Islam) masih terus berlangsung.
Budak-budak Afrika diperdagangkan
oleh pedagang Arab sejak abad 14, dipercayai bahwa jumlah yang mati langsung
sebelum sampai pasar budak sangatlah
tinggi (mati sakit, anak-anak yang terlampau kecil, orang cacat dan terbunuh
karena bela diri).
Ketika Islam menjajah Kerajaan
Sasanid Iran dan Byzantine (termasuk Syiria dan Mesir) di abad ke tujuh, selain mereka juga merampas banyak harta benda (emas
dan barang-barang berharga lain) juga budak-budak laki-laki, wanita maupun anak-anak.
Penguasa muslim tercatat memiliki
budak-budak perempuan untuk dijadikan
penyanyi, penari,pemain musik dan
pekerja rumah tangga (pembantu). Kafilah
di Baghdad pada awal abad ke-10 memiliki budak Negro dan budak Eropa (kulit
putih). Disamping itu ada pula budak wanita yang dijadikan selir oleh para penguasa. Seperti diketahui Abdul Rahman
III di Kordoba memiliki sejumlah selir.
Abdul Rahman III (Abd al-Rahmān ibn Muhammad ibn Abd Allāh)
adalah Emir dan Kalifah di
Kordoba (912–961) dari dinasti Ummayah
di Andalusia (Spanyol).
Hapusnya
perbudakan dan perdagangan budak secara formal ternyata belum efektip 100 % ;
di berbagai tempat tidak dapat dipungkiri masih berlangsung perbudakan dan
perdagangan budak dalam berbagai bentuk.
Demikianlah gambaran singkat
tentang perbudakan dan perdagangan budak yang telah berlangsung selama ini.
Sudah barang tentu gambaran seperti uraian tersebut diatas jauh dari sempurna. Hal
itu karena perbudakan telah berlangsung sangat lama dan terjadi hampir di
segala penjuru dunia, disamping itu perbudakan dan perdagangan budak mengandung
berbagai permasalahan yang komplek.
Perlu pula diketahui bahwa perbudakan
dan perdagangan budak dalam segala bentuknya juga menjadi faktor yang
menyebabkan berjalannya roda ekonomi di sejumlah negara. Perbudakan dan
perdagangan budak pada masa kini sudah barang tentu tidak seperti pada masa
yang lalu, namun pada hakekatnya kekejaman dan perlakuan yang tidak manusiawi
masih terus berlangsung.
Usaha umat manusia untuk
menghapus perbudakan yang diciptakannya sendiri sudah sangat lama. Hapusnya
perbudakan dan perdagangan budak secara formal ternyata belum efektip 100 % ; di berbagai tempat tidak dapat
dipungkiri masih berlangsung perbudakan dan perdagangan budak dalam berbagai
bentuk.
Semoga bermanfaat !
*
We say that slavery has vanished from European civilization, but this is
not true. Slavery still exists, but now it applies only to women and its name
is prostitution (VICTOR HUGO},
*
Terhadap pertanyaan masih adakah perbudakan dan perdagangan budak pada abad ke-21 ? Perbudakan seperti pada masa lalu, pada abad ke-21 sudah tidak ada, tetapi dalam bentuk lain masih seperti perdagangan anak, buruh yang dibayar sangat rendah dll. Lihat juga quote (Victor Hugo) pada tulisan ini.
BalasHapus