Ngunandiko.7
I. Pendahuluan.
Seperti diketahui ASEAN adalah singkatan dari Association of South East Asia Nations yang didirikan di Bangkok pada tahun 1967 oleh negara-negara : Malaysia, Pilipina, Singapura, Thailand dan Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan ASLIA adalah singkatan dari Asia – Australia, merupakan kawasan yang terdiri dari gabungan negara-negara ber-iklim tropis yang terbentang diantara benua Asia dan Australia seperti : Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, Pilipina, Vietnam, Laos, Kambodja, Thailand, Burnai, Malaysia, Singapura, Burma, dan Australia bagian Utara yang ber-iklim panas. Pada waktu ini keberadaan Asean sebagai suatu organisasi telah nyata, sementara Aslia masih belum nyata, masih dalam bentuk suatu idea atau gagasan.
II. Faktor-faktor yg membentuk gabungan-negara di suatu kawasan.
III. Dapatkah ASEAN menjadi gabungan-negara (negara raksasa) ASLIA.
Dengan kemampuan menyediakan sumberdaya sebesar itu, maka ASLIA akan dapat memiliki industri yang kuat. Seperti diketahui menurut Tan Malaka ; batubara, minyak bumi adalah roh-nya industri,dan besi-baja adalah tulang punggung-nya industri. Oleh karena itu dengan memiliki sumberdaya batubara, minyak bumi,dan “besi-baja yang cukup ; maka dapat dibangun industri yang kuat sekuat industri Amerika Serikat beserta Canada pada waktu ini. Dengan industri yang kuat dan luas wilayah yang cukup yaitu lk 7,000,000 sqkm untuk lk 450,000,000 orang, maka kebutuhan akan sandang, pangan, papan, mesin/peralatan dll dapat dicukupi secara mandiri.
V. Penutup.
I. Pendahuluan.
Bendera negara-negara ASEAN |
Pada dasarnya istilah ASLIA ini muncul dari suatu “hipotesa” : bahwa dunia akan relatip stabil dan damai, jika terdiri dari sejumlah gabungan-negara (negara raksasa) yang masing-masing mempunyai kekuatan yang kurang lebih sama, serta masing-masing mandiri seperti yang akan diuraikan dalam tulisan ini. Diperkirakan jumlah gabungan-negara (negara raksasa) tersebut adalah 8 sampai 9, salah satu dari gabungan-negara (negara raksasa) tersebut dinamai ASLIA.
Bahwa negara-negara di suatu kawasan tertentu cenderung membentuk suatu gabungan-negara tampak dengan munculnya ikatan atau asosiasi antar negara disuatu kawasan, misalnya ; UNI EROPA di Eropa Barat dan ASEAN di Asia Tenggara. Ikatan atau asosiasi antar negara tersebut pada dasarnya untuk melindungi kepentingan bersama negara-negara yang tergabung dan tidak secara eksplisit ditujukan untuk menciptakan perdamaian dunia (Lihat: Deklarasi pembentukan OEEC atau Organization for European Economic Cooperation th 1947, dan deklarasi pembentukan ASEAN atau Assosation of South East Asia Nations th 1967), namun menurut hemat kami adanya ikatan atau asosiasi antar negara seperti ASEAN dapat menjadi sarana untuk membawa dunia lebih stabil dan lebih damai. Untuk mencapai adanya dunia yang lebih stabil dan damai itu perlu diperhatikan hal-hal sbb :
- Apakah faktor-faktor yang dapat membawa sejumlah negara di suatu kawasan tertentu menjadi gabungan-negara (negara raksasa), dan mengapa bumi yang hanya diisi oleh beberapa gabungan-negara akan lebih stabil dan lebih damai.
- Dapat-kah ASEAN menjadi gabungan-negara (negara raksasa) ASLIA dan menjadi perintis munculnya gabungan-negara (negara raksasa) dikawasan-kawasan lain menuju bumi yang stabil dan damai ?
- Dapatkah Republik Indonesia membawa ASEAN menjadi gabungan-negara (negara raksasa) ASLIA
Assessment tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas akan diuraikan dalam bab-bab berikut ini.
Telah disinggung dimuka bahwa sesungguhnya usaha membentuk gabungan-negara sudah lama diinginkan oleh umat manusia, hal itu antara lain tampak dari adanya rancangan gabungan PAN EROPA oleh Briand & Kalergi di Eropa dan PAN AMERIKA oleh Henry Clay di Amerika pada awal abad ke-19.Seperti diketahui pd tahun 1820 Henry Clay telah membentangkan prinsip-prinsip Pan Amerikanisme, dan tidak lama sesudah itu di-deklarasikan doktrin Monroe. Namun doktrin Monroe ini oleh negara-negara Amerika Latin dicurigai sebagai kedok ambisi imperialistis dari Amerika Serikat.
Disamping itu ada pula rancangan gabungan PAN GERMANIA, PAN ROMANA, ataupun ASIA TIMUR RAYA oleh kaum facis. Gabungan yang terakhir tersebut tidak semata-mata untuk melindungi kepentingan bersama negara-negara pembentuknya, tetapi ditujukan untuk menjadi kekuatan yang dapat menguasai suatu kawasan tertentu, sehingga pembentukan gabungan seperti itu diwarnai oleh semangat imperalisme.
Imperialisme dalam arti luas adalah perluasan kekuasaan atau pengaruh suatu bangsa terhadap bangsa lain. Imperialisme kuno mencapai puncaknya di kerajaan Romawi dan kemudian di kemaharajaan Usmania. Sedangkan imperialisme modern dapat dikatakan dimulai dari ekspansi negara-negara Eropa ke Asia dan Afrika (1884 – 1914) dengan menjadikan daerah-daerah di Asia dan Afrika tanah-tanah jajahan atau koloni.
Pan Eropa a’ la Briand-Kalergi dimaksudkan untuk menjadikan Eropa Barat basis imperialisme yang bebas dari pengaruh Amerika Serikat dan Rusia. Sedangkan Pan Amerika melalui doktrin Monroe untuk mencegah pengaruh negara-negara Eropa dan kulit berwarna terhadap benua Amerika ( Lihat: Prof.Mohammad Yamin SH, ”Tan Malaka Bapak Republik Indonesia”, Yayasan Massa Jakarta 1990, hal 42-4)
Pada tahun 1947, segera setelah Perang Dunia II, sejumlah negara Eropa seperti Perancis, Inggris, Jerman Barat, Itali, Belanda, Belgia dll membentuk Organisasi Kerjasama Eropa ( Organization for European Economic Cooperation atau OEEC ), organisasi ini khususnya ditujukan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi antar anggotanya. Dengan tujuan yang hampir sama pada tahun 1967 bekas negara-negara terjajah di Asia Tenggara ; Malaysia, Pilipina, Singapura, Thailand dan Indonesia membentuk Persatuan Bangsa-bangsa Asia Tengagara ( Assosation of South East Asia Nations atau ASEAN) di Bangkok.
Kehendak membentuk gabungan atau asosiasi negara-negara tersebut tidak hanya terjadi di Eropa Barat dan Asia Tenggara, tetapi juga terjadi dibagian bumi lainnya seperti di Amerika Utara, Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah (negara-negara Arab), dll. Dalam perkembangannya gabungan atau asosiasi tersebut merupakan kerjasama antar negara disuatu kawasan, tidak hanya kerjasama dalam aspek ekonomi namun juga dalam berbagai aspek lain seperti politik, sosial, budaya, dan militer.
Sementara itu tumbuhnya kapitalisme setelah revolusi borjuis di Perancis dan revolusi industri di Inggris telah melahirkan imperalisme modern. Sejumlah negara imperialis di Eropa seperti Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Belanda dll berebut menguasai negara-negara lain, khususnya di Asia dan Afrika. Negara-negara yang dikuasainya – negara jajahan (koloni) – dipakai sebagai sumber bahan baku dan pasar bagi hasil industrinya. Perebutan sumber bahan baku dan pasar tersebut menyebabkan timbulnya pertentangan antar negara-negara imperialis, pertentangan itu mencapai puncaknya pada Perang Dunia I serta terulang kembali pada Perang Dunia II.
Negara-negara yang ada sebelum Perang Dunia II dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi negara-negara imperialis disatu fihak dan negara-negara jajahan di lain fihak, ditambah dengan munculnya negara sosialis Uni Soviet. Keadaan seperti sebelum Perang Dunia II tersebut tidak membawa planet bumi menjadi damai, persaingan antar negara imperialis dalam memperebutkan pengaruh membawa planet bumi tidak stabil dan jauh dari damai.
Ke-prihatin-nan terhadap hal-hal tersebut diatas, serta impian adanya bumi yang stabil dan damai menyebabkan timbulnya suatu “hipotesa” ; Jika bumi ini ber-isi-kan sejumlah “gabungan-negara (negara raksasa)” yang lebih kurang sama kuat dan masing-masing mandiri, maka planit bumi akan menjadi lebih stabil dan damai. Hipotesa tersebut tersirat dalam berbagai tulisan Tan Malaka, oleh karena itu Tan Malaka dapatlah dianggap sebagai penggagas adanya gabungan negara (negara raksaksa) ASLIA, disamping itu Tan Malaka menurut menurut KepPres RI No.53 tahun 1963 adalah Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan menurut Prof M.Yamin SH adalah Bapak Republik Indonesia.
Sebelum adanya “hipotesa” tersebut, usaha manusia untuk mewujudkan impian adanya bumi yang stabil dan damai antara lain adalah dengan pembentukan Liga Bangsa-bangsa pada tahun 1919 yang ternyata gagal. Hal itu kemudian disempurnakan dengan pembentukan PBB atau Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 1942, yang masih berjalan sampai pada waktu ini.
Pada tahun 1940 Tan Malaka memperkirakan gabungan negara (negara raksasa) tersebut berjumlah 8 atau 9 (Lihat: M.Yamin SH, “Tan Malaka Bapak Republik Indonesia”, Yayasan Massa Jakarta 1990,hal 42-43) seperti berikut ini.
- Aslia dengan luas daratan 3 juta mil persegi dan jumlah penduduk 150 juta jiwa ;
- Tiongkok dengan luas daratan 4.5 juta mil persegi dan jumlah penduduk 400 juta jiwa ;
- Indo-Iran dengan luas daratan 3 juta mil persegi dan jumlah penduduk 450 juta jiwa;
- Amerika Serikat dan Canada dengan luas daratan 8 juta mil persegi dan jumlah penduduk 160 juta jiwa ;
- Amerika Selatan dengan luas daratan 7 juta mil persegi dan jumlah penduduk 150 juta jiwa ;
- Afrika (dapat 2 gabungan) dengan luas daratan 3 juta mil persegi dan jumlah penduduk 100 juta jiwa
- Eropa Barat dengan luas daratan 3.75 juta mil persegi dan jumlah penduduk 350 juta jiwa ; dan
- Soviet Rusia dengan luas daratan 9 juta mil persegi dan jumlah penduduk 200 juta jiwa.
Jika planit bumi terbagi ke dalam 8 atau 9 gabungan-negara, maka masing-masing akan mandiri dan memiliki kekuatan yang seimbang karena setiap gabungan-negara (negara raksasa) akan memiliki :
- Sumberdaya yang cukup untuk seluruh kebutuhannya, baik untuk kebutuhan pangan, kebutuhan energi, kebutuhan industri, maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya.
- Luas wilayah (daratan dan lautan) dan jumlah penduduk yang lebih kurang sama, sehingga memungkinkan setiap penduduk memiliki cukup ruang bagi hidupnya.
- Iklim yang hampir sama disertai dengan adat-istiadat yang lebih kurang sama, maka penduduknya akan mudah berkomunikasi dan menjalin saling pengertian.
Selain ketiga butir tersebut diatas, adanya pemerintahan yang demokratis dimana prinsip persamaan, keadilan dan kebebasan bagi seluruh rakyatnya di masing-masing gabungan-negara (negara raksasa) dijunjung tinggi mutlak diperlukan. Hal inilah yang menjaga agar semangat imperalisme tidak tumbuh.
Dengan sumberdaya energi dan besi-baja yang cukup bagi seluruh kebutuhan khususnya kebutuhan untuk industrinya, dan adanya sumberdaya lain yang cukup untuk sandang, pangan, papan yang dibutuhkannya, maka setiap gabungan-negara (negara raksasa) akan mandiri dan tidak ada alasan untuk berperang memperebutkan sumberdaya yang diperlukannya.
Sumberdaya dan luas kawasan yang cukup, disertai dengan jumlah penduduk yang lebih kurang sama menyebabkan masing-masing gabungan-negara (negara raksasa) mempunyai kekuatan dasar yang lebih kurang sama atau seimbang ; hal ini ikut pula mencegah terjadinya peperangan.
Sementara itu iklim dan adat-istiadat yang lebih kurang sama di masing-masing gabungan-negara (negara raksasa) akan mempermudah komunikasi serta saling pengertian antar penduduknya, keadaan seperti itu membantu terciptanya pemerintahan yang demokratis. Dan adanya pemerintahan yang demokratis akan membawa internal masing-masing gabungan-negara (negara raksasa) lebih stabil dan lebih damai.
Jika keadaan masing-masing gabungan-negara (negara raksasa) mandiri, mempunyai kekuatan dasar yang sama, mempunyai pemerintahan yang demokratis, dan dalam keadaan stabil ; maka pada gilirannya akan mencegah tumbuhnya imperalisme dan membawa seluruh muka bumi menjadi damai.
Seperti diketahui salah satu asosiasi negara-negara di suatu kawasan, yang pada waktu ini telah bekerja secara aktip, adalah ASEAN. Dapat-kah ASEAN menjadi gabungan-negara (negara raksasa) ASLIA dan menjadi perintis munculnya sejumlah gabungan-negara (negara raksasa) dikawasan-kawasan lain ?
Terhadap pertanyaan seperti itu pertama-tama perlu dijawab : apakah ASLIA (Asean ditambah Timor Leste, Papua Nugini dan Australia bagian utara yang beriklim panas) memiliki pra-syarat seperti yg telah disebut pada bab II, yaitu ;
- Sumberdaya yang cukup untuk seluruh kebutuhannya,
- Luas wilayah yang memungkinkan setiap penduduk memiliki ruang yang cukup bagi hidupnya.
- Iklim dan penduduk dengan adat-istiadat yang lebih kurang sama,
- Dapat membentuk suatu pemerintahan yang demokratis.
Pra-syarat pada butir ke-1 s/d ke-2 kiranya akan dapat dipenuhi, karena ASLIA memiliki sumberdaya pangan (padi-padian,biji-bijian dll), energi (minyak bumi,batubara dll), bijih besi dan lain-lain yang cukup bagi seluruh kebutuhannya. Sebagai gambaran sumberdaya pangan, energi, dan bijih besi yang dapat disediakan oleh bumi ASLIA, setidak-tidaknya sampai akhir abad ke-21, adalah sbb :
- Pangan lk 270 juta ton eqivalent beras per tahun.
- Energi lk 360 juta ton equivalent minyak per tahun
- Bijih besi lk 100 juta ton per tahun
Asean & Aslia |
Prasyarat ke-3 kiranya akan dapat dipenuhi pula, karena sebagian besar penduduk ASLIA memiliki adat-istiadat yang hampir sama dan bertempat tinggal di kawasan dengan iklim yang sama pula yaitu iklim tropis. Sedangkan pra-syarat pada butir ke-4 yaitu adanya pemerintahan yang demokratis kiranya akan dapat dipenuhi pula, walaupun ada hambatan-hambatan sbb :
- Pertama adalah hambatan tingkat pendidikan ; Persentase buta huruf (adult illiteracy) negara-negara Asean adalah antara 5 % – 65 % dari jumlah penduduknya. Hanya Singapura yang hampir 100% penduduknya dapat membaca.
- Kedua adalah hambatan tingkat pendapatan ; Tingkat pendapatann penduduk negara-negara ASEAN masih rendah, hanya penduduk Singapura yang memiliki tingkat pendapatan tinggi (tergolong negara “high income economies”). Disamping itu secara ekonomi negara-negara Asean masih tergantung dari negara-negara lain terutama bekas penjajahnya,
- Ketiga bangsa-bangsa Asean terlalu lama berada dibawah penjajajahan,walaupun pada waktu ini sudah lebih dari setengah abad merdeka. Lamanya berada dibawah penjajahan itu menyebabkan sebagian elite bangsa-bangsa Asean masih berpikir seperti bangsa terjajah atau berpikir neo-liberal seperti cara berpikir elite bekas penjajahnya.
Hambatan-hambatan tersebut kiranya akan dapat diatasi oleh rakyat ASLIA, seperti yang telah dibuktikan dalam mengusir kaum kolonialis dan kaum facis pada waktu yang lalu. Hal itu antara lain tampak pada :
- Rakyat Burma atau Myanmar dalam melawan tentara pendudukan Jepang pada Perang Dunia II dibawah kepemimpinan a.l Aung San dari Partai Thakin dan AFPFL atau Anti-Fascist People’s Freedom Leauge,
- Rakyat Indonesia dalam menuntut kemerdekaannya pada masa penjajahan Belanda dibawah kepemimpinan Sukarno Ketua Partai Nasional Indonesia, dan pada saat mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dibawah kepemimpinan Panglima Besar Sudirman,
- Rakyat Philipina dalam perlawanannya terhadap tentara pendudukan Jepang pada masa Perang Dunia II dibawah kepemimpinan Manuel Roxas (Presiden Pertama Pilipina Merdeka),
- Rakyat Vietnam dalam melawan tentara pendudukan Jepang pada masa Perang Dunia II, dan terhadap tentara Perancis maupun tentara Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Ho Chin Min pada masa setelah proklamasi Kemerdekaan Vietnam 2 September 1945, dan
- Rakyat negara-negara Asia Tenggara lainnya pada saat berjuang membebaskan diri dari cengkeraman kaum kolonialis barat maupun dari kaum fasis Jepang.
IV. Dapatkah Republik Indonesia membawa ASEAN menjadi gabungan-negara ASLIA .
Dari gambaran yang telah diuraikan diatas ASLIA atau gabungan negara yang meliputi negara-negara ASEAN , Timor Leste, Papua Nugini ditambah dengan Australia bagian utara yang beriklim panas memiliki pra-syarat menjadi gabungan-negara atau negara raksasa. Pada abad ke-20 yang lalu sesungguhnya telah ada gabungan negara atau negara raksasa yaitu Uni Soviet, namun Uni Soviet gagal membentuk suatu pemerintahan yang demokratis dan cerai-berai. Sehubungan dengan hal itu timbul pertanyaan ; dapatkah Republik Indonesia membawa ASEAN menjadi gabungan-negara (negara raksasa) ASLIA ? Ada beberapa faktor positip yang memungkinkan Republik Indonesia melakukan hal itu, yaitu :
- Penggagas gabungan-negara (negara raksasa) ASLIA adalah Tan Malaka seorang putra Indonesia. Tan Malaka adalah yang pertama-tama menulis tentang gabungan-negara atau negara raksasa ASLIA a.l di buku Madilog. Disamping itu gagasan-gagasan Tan Malaka yg anti imperalisme juga telah membuka mata rakyat Philipina dan rakyat semenanjung Malaya agar membebaskan dirinya dari penjajahan, maka adalah tepat jika Republik Indonesia menjadi pelopor pembentukkan Aslia. Kepeloporan itu telah dimulai oleh Sukarno (Presiden Pertama Republik Indonesia) dengan mendukung usulan Diosdado Macapagal (Presiden Republik Philipina) membentuk MAPHILINDO pada 1 Juli 1963 di Manila. Perlu diketahui bahwa MAPHILINDO adalah singkatan dari Malaysia – Philipina – Indonesia, merupakan bagian dari impian pemimpin Philipina Jose Rizal’s yaitu terbentuknya Malaya Irredenta. Pembentukan MAPHILINDO tersebut dapat dipandang sebagai awal pembentukan ASEAN (Association of South East Asia Nations) yang bebas dari pengaruh asing. Dalam pidato Sukarno pada 17 Agustus 1964 antara lain menyatakan bahwa non Asia harus meninggalkan Asia. Pada waktu itu (1964) tentara Amerika Serikat dan Inggris itu masih berada di Vietnam, Laos, Malyasia dll, karena itu Bung Karno menghendaki mereka harus ditarik agar MAPHILINDO dapat mandiri.
- Republik Indonesia terletak di tengah-tengah kawasan ASLIA ; sangat strategis sebagai jembatan antara ASLIA bagian benua Asia dan ASLIA bagian benua Australia. Disamping itu Republik Indonesia mempunyai jumlah penduduk terbesar (lebih dari 200 juta jiwa) dan wilayah terluas (lk 2000 sqkm) di ASLIA.
- Republik Indonesia berdasar konstitusinya (Lihat : Pembukaan UUD RI tahun 1945) adalah anti imperialisme, dan pada awal abad ke-21 ini merupakan negara demokrasi terbesar ketiga dimuka bumi.
Republik Indonesia dengan faktor-faktor positip yang dimiliknya, salah satu pendiri ASEAN dan kemerdekaannya diperolehnya melalui revolusi 17 Agustus 1945, maka Indonesia memiliki peluang membawa ASEAN menjadi gabungan-negara (negara raksasa) ASLIA.
ASLIA yang mandiri, kuat, dan demokratis akan membawa lemahnya imperalisme dunia (Amerika Serikat, Inggris dan lain-lain),karena posisi ASLIA diantara benua Asia & Australia dan diantara samudra India & Pacifik akan menutup salah satu kunci penting beroperasinya imperialisme.
Sebagai penutup ingin kami kemukakan hal-hal sbb :
- Sebagaimana diketahui untuk mencegah terjadinya peperangan, maka segera setelah Perang Dunia I berdirilah Liga Bangsa-bangsa yang ternyata gagal mencegah Perang Dunia II, dan kemudian berdirilah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sampai pada saat ini. Disamping berdirinya Liga Bangsa-bangsa, dan kemudian Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tersebut muncul suatu “hipotesa” : “Jika bumi ini hanya ber-isi-kan sejumlah gabungan-negara (negara raksasa) yang lebih kurang sama kuat dan masing-masing mandiri, maka planit bumi akan menjadi lebih stabil dan damai “.
- Pencetus “hipotesa” tersebut adalah Tan Malaka, diperkirakan oleh Tan Malaka bahwa bumi akan damai jika terdiri dari 8 atau 9 gabungan-negara (negara raksasa) yang masing-masing mandiri, sama kuat dan mempunyai pemerintahan yang demokratis. Salah satu dari gabungan-negara (negara raksasa) tersebut adalah ASLIA . ASLIA (singkatan dari Asia – Australia) merupakan kawasan yang terdiri dari gabungan negara-negara ber-iklim tropis yang terbentang diantara benua Asia dan Australia yatu ; Burma, Burnai Darusalam, Indonesia, Kambodja, Laos, Malaysia, Papua Nugini, Pilipina, Singapura, Thailand,Timor Leste, Vietnam,dan Australia bagian Utara yang ber-iklim tropis. Sementara itu pada tahun 1967 ; Malaysia, Pilipina, Singapura, Thailand dan Indonesia mendirikan Association of South East Asia Nations (ASEAN).
- Indonedia sebagai salah satu pendiri ASEAN menutut hemat kami memiliki peluang yang kuat untuk mempelopori terbentuknya gabungan-negara (negara raksasa) ASLIA mengingat:
- Republik Indonesia terletak di tengah-tengah kawasan ASLIA, memiliki jumlah penduduk terbesar (lebih dari 200 juta jiwa), wilayah terluas ( lk 2000 sqkm ), serta kaya akan sumberdaya alam.
- Republik Indonesia sesuai konstitusinya adalah anti imperialisme, dan pada awal abad ke-21 merupakan negara demokrasi terbesar ketiga dimuka bumi.
Peluang mempelopori terbentuknya ASLIA tersebut merupakan tantangan, kehormatan dan sekaligus kewajiban yang digariskan oleh konstitusi Indonesia untuk ikut serta melaksanakan ketertiban dunia. Dengan rakyat Indonesia yang bersatu dalam negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 niscaya peluang tersebut akan dapat dilaksanakan dengan sukses.
Terbentuknya ASLIA yang mandiri, kuat, dan demokratis, akan memicu munculnya gabungan-negara (negara-raksasa) sejenis di kawasan lain, serta membawa surutnya kekuatan imperalisme dan akhirnya Bumi akan menjadi lebih tertib, stabil dan damai.
*
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, . . . . . . . . . (Preambule, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea 4)
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar