Ngunandiko.121
DEFINISI
(BATASAN)
I.
Pendahulauan.
Pada kesempatan ini
“Ngunandiko” ingin merenung dan membahas tentang “definisi (batasan)”. Seperti
diketahui “definisi (batasan)” adalah sangat penting bagi sains atau ilmu
pengetahuan.
Pada akhir-akhir ini (akhir
tahun 2016 dan awal 2016) di Indonesia banyak dijumpai suatu perdebatan yang melebar kemana-mana,
sehingga perdebatan itu menjadi tidak efisien dan tidak menghasikan apa-apa.
Perdebatan yang melebar
kemana-mana itu, utamanya karena tidak ada “definisi” yang menentukan batas-batas yang tepat dari perkataan atau
hukum atau paham yang akan menjadi pokok perdebatan.
Oleh
karena itu dalam suatu perdebatan, yang mesti dijawab terlebih dahulu adalah “definisi” dari apa yang akan diperdebatkan.
Lalu apa arti “definisi” itu” ?. Tanpa ada “definisi” dari pokok perkara perdebatan, maka tak bisa ada perdebatan yang berdasar sains—ilmu pengetahuan, yakni seperti keadaan perdebatan yang terjadi di hampir seluruh dunia Asia sebelum Barat datang.
Lalu apa arti “definisi” itu” ?. Tanpa ada “definisi” dari pokok perkara perdebatan, maka tak bisa ada perdebatan yang berdasar sains—ilmu pengetahuan, yakni seperti keadaan perdebatan yang terjadi di hampir seluruh dunia Asia sebelum Barat datang.
II.
Pengertian definisi.
Pengertian definisi, seperti yang dijelaskan oleh
“kamus Merriam-Webster” adalah sebagai berikut : Definition : a : the action or the power of describing,
explaining, or making definite and clear <the definition of a telescope> <her comic genius is beyond definition> b (1) : clarity of visual presentation : distinctness of
outline or detail <improve
the definition of an
image> (2) : clarity especially of musical sound in
reproductionc : sharp demarcation of outlines
or limits <a jacket with distinct waist definition>.
Jadi definisi
(batasan) adalah kekuatan atau kemampuan menguraikan, menerangkan, serta
membuat pasti dan terang sesuatu ; misalnya barang, tindakan (aksi) atau pokok
perkara yang akan diperdebatkan.
Sebagai
contoh cabang sains yang akan
menjadi pokok perdebatan adalah “Geografi
(Ilmu bumi)”, maka pengertian “Geografi (ilmu bumi)” itu mesti di-definisi-kan terlebih
dahulu. Kalau tidak perdebatan tentang “Geografi (Ilmu bumi)”itu, bisa meluap,
mengembara kian kemari, melampaui dan meninggalkan cakupannya.
Contoh
lain umpamanya yang akan menjadi pokok perdebatan adalah “Qu d’etat (Kudeta)”, maka
“Qu d’etat (Kudeta)” mesti didefinisikan terlebih dahulu. Perkara lain yang
berhubungan dan kena mengena dengan “Qu d’etat (Kudeta)” sudah barang tentu boleh dan mesti diuraikan, tetapi tak
boleh melewati dan menyesatkan pokoknya,
tujuan memperdebatkan “Qu d’etat (Kudeta)” tersebut.
III.
Menyusun definisi.
Disini akan diuraikan secara singkat bagaimana
menyusun definisi, utamanya definisi dari apa yang akan diperdebatkan. Ada dua
hal yang perlu diperhatikan dalam hal itu, yakni :
(1) apa yang
akan jadi pokok perdebatan (mesti diberi batas) ; dan
(2)
unsur (materi) dan hukum dalam perdebatan itu.
Jadi pertama adalah pengertian dari apa yang jadi pokok perdebatan atau apa yang akan didiskusikan itu diberi batas ;
kemudian unsur atau materi yakni segala bukti yang menjadi sendi dari
perdebatan itu dipastikan ; dan akhirnya hukum yang diperoleh sebagai hasil
pemeriksaan yang tenang mesti juga dipastikan. Demikianlah pentingnya definisi itu
dalam suatu perdebatan yang bedasar ilmu pengetahuan.
Sekarang
marilah kita bahas dan renungkan lebih lanjut
tentang “definisi” itu. “Definisi” disini mesti mencakup dan cocok dengan pokok perdebatan (perkara)
sacara akurat, jitu, dan tepat. “Definisi” dikatakan akurat, jitu, dan tepat ; jika unsur
(materi) itu terbatas, terpagar, dan semuanya berada dalam batas-batas (mark of the thing, refer to all things).
Kalau pagar pembatasannya tak rapi dan tak semua materi berada dalam pagar itu,
maka definisi itu gagal.
Materi yang harus dipagari itu adalah materi
yang satu golongan, satu kelas dengannya, tetapi mempunyai perbedaan. Definisi
itu ditujukan untuk menentukan golongan kelas dari suatu barang dan perbedaan antar
barang yang berada dalam satu kelas.
Definisi itu mesti menampakkan sifat-sifat
utama materi atau barang itu – essential attributes – Sifat-sifat utama itu
ialah kelas dan perbedaan- perbedaannya.
Sebagai
contoh : jika apa yang
akan diperdebatkan itu adalah “perilaku
manusia”, maka untuk mencarinya kita perlu melakukan langkah sbb :
- menetapkan golongan atau kelas.
- menguji apakah definisi tadi betul-betul memadai.
- apakah definisi itu telah mencukupi segala syarat
Ketiga
langkah tersebut dapat diuraikan atau dijelaskan secara singkat seperti dibawah
ini.
- Menetapkan golongan atau kelas.
Dalam
contoh ini adalah menetapkan.golongan atau kelas dari “manusia”. Seperti
diketahui manusia itu dapat dgolongkan sebagai
mahluk hidup, tetapi mahluk hidup itu terlalu
luas cakupannya. Cakupannya perlu dipersempit, maka disini “manusia” digolongkan sebagai “hewan”, hewan juga masih terlalu luas
cakupannya, karena dalam hewan itu termasuk
ular, kerbau, monyet, dll. Monyet itu golongan hewan, dan manusia juga termasuk
golongan hewan. Dalam hal ini manusia dan monyet adalah bersamaan (satu
golongan).
Walaupun
demikian kanak-kanak pun tahu bahwa manusia bukan monyet, dan monyet bukan
manusia. Jadi definisi kita tadi, bahwa manusia itu hewan belumlah pas.
Kita
mesti mencari perbedaan antara monyet dengan manusia yang satu kelas itu. Kita tahu, atau sekarang ini kita percaya
(mesti belum tentu dikemudian hari keyakinan
ini tetap benar) bahwa manusia itu mempunyai akal, dan monyet tidak mempunyai
akal, monyet cuma punya naluri (berinsting)
Manusia
pandai berpikir menurut hukum yang kita namai hukum berpikir atau logika,
tetapi monyet cuma mempunyai naluri (berinsting), berkecerdasan yang diberikan
alam padanya. Pendeknya, menurut pengetahuan kita sekarang, perbedaan antara manusia
dengan monyet adalah bahwa yang pertama pandai berpikir dan yang kedua tidak.
Definisi,
kepastian yang sempurna tentang manusia sekarang kita dapatkan, yaitu ”manusia ialah hewan yang berpikir”. Definisi
semacam ini sudah bisa menjawab dua syarat definisi diatas : golongan atau
kelas sebuah benda dan perbedaan antara benda itu.
- Masuk golongan apa manusia itu? Jawab: masuk golongan hewan.
- Apa perbedaan manusia dengan monyet, dimana keduanya masuk golongan hewan? Jawab: manusia pandai berpikir, sedangkan monyet tidak.
Selama
kita mendapat kepastian bahwa monyet tak pandai berpikir, maka daya upaya kita pada tingkat pertama untuk
mendapatkan definisi manusia sudah selesai.
- Menguji apakah definisi tadi betul-betul memadai
Untuk
menetahui apakah definisi tadi betul-betul memadai, maka kita mesti terus menguji apakah definisi tadi memang betul-betul memadai dengan memeriksa apakah :
- Semua barang yang mau kita definisikan itu (dalam hal ini manusia) masuk ke dalam pagar pembatas atau tidak.
- Ada barang lain yang bukan manusia masuk ke dalam batas itu.
3.
Definisi ini satu
sama lainnya berhubungan dan isi mengisi, tambah menambah.
Diawal
sekali kita telah memakai kata definisi, yang artinya ketentuan, kepastian.
Definisi penting sekali untuk segala macam sains, buat accurate thought.
Penting buat matematika, ilmu alam dan logika.
Jika pemeriksaan
berdasar ketiga hal tersebut diatas (menetapkan golongan, menguji ............ ) berhasil, maka untuk sementara ujian kita
lulus ; definisi “semua manusia adalah hewan yang berpikir” itu bisa dipakai.
Sekarang kita memeriksa periksa sebaliknya, apakah “semua hewan yang berpikir itu manusia” :
Walaupun banyak cerita
dari pemburu, penggembara, ahli hewan dan ahli tumbuhan yang membuktikan
kecerdasan binatang seperti serigala, gajah, monyet, kancil dan pelanduk dalam
peri kehidupannya, sementara boleh kita putuskan “tak ada di antara hewan yang
bukan manusia itu pandai berpikir”. Sementara itu malaikat umpamanya pandai
berpikir. Tetapi kita manusia biasa belum pernah berjumpa malaikat dan kita tak
bisa memanggil malaikat pada tempat dan waktu yang kita pilih, seperti kita
bisa nyalakan api asal ada alatnya pada waktu dan tempat yang kita kehendaki.
Untuk sementara, tak kita dapati barang yang bukan manusia termasuk
dalam golongan hewan yang berpikir. Semua manusia termasuk hewan yang berpikir.
Sebaliknya tak ada yang bukan hewan berpikir. Jadi semua hewan berpikir itu
manusia belaka (A=B dan B=A). Untuk sementara benarlah definsi kita. Luluslah
ujian pada tingkat kedua. Tetapi kerja kita belum lagi sempurna. Lalu kita
mesti naik ke tingkat penghabisan.
- Apakah definisi itu telah mencukupi segala syarat
Pada tingkat akhir ini kita mesti memeriksa apakah definisi kita itu mencukupi segala syarat
berikut :
1. Definisi
sebisa-bisanya singkat, tetapi jangan terlalu luas atau terlalu sempit.
2. Definisi tak
boleh circular atau berputar-putar.
3. Definisi itu
mesti general atau umum.
4. Definisi tak boleh
memakai metafor, ibarat, kata figuratif, penggambaran, kata yang obscurate,
menggunakan perkataan gaib, samar.
5. Definisi tak boleh
memakai kalimat negatif.
Marilah kita jelaskan satu persatu kelima syarat
tersebut diatas :
Ad 1. Definisi itu
sebisa-bisanya singkat.
Sebisa-bisanya! Ada kalanya definisi tidak bisa
dipendekkan. Kalau dipendekkan maknanya menjadi sempit. Definisi tak boleh
terlalu sempit dan tak boleh terlalu luas. Kalau dibilang “manusia itu hewan”,
maka betul definisi singkat tapi juga monyet dan ular termasuk hewan. Jadi
kalau definisi ini kita balik, kita dapati “hewan itu manusia”. Tegasnya, ular,
kerbau dan monyet itu manusia. Begitu juga kalau dibilang “manusia itu hewan bermata dua sebab kera dan ikan bermata dua.”
Definisi itu tak boleh sempit, ia mesti punya
essential attributes: segala sifat penting yang tak boleh lupa.
Kalau kita katakan kuda itu binatang memamah, maka definisi itu terlalu luas
sebab kerbau juga binatang memamah. Tetapi jika kita berkata “kuda itu binatang
memamah buat ditunggangi Pangeran Diponegoro”, maka artinya menjadi terlalu
sempit sebab selain untuk ditunggangi Pangeran Diponegoro, dia juga dipakai
buat penarik delma, bajak dsb.
Dalam
matematika kita lebih mudah mencari contoh. Sebab memang matematika adalah buah
pikiran yang pasti berdasar bukti yang didefinisikan lebih dahulu.
Demikianlah square,
bujur-sangkar ialah satu gambar datar tertutup dibatasi oleh 4 garis lurus yang
sama panjang, mempunyai 4 sudut siku-siku. Di sini bukan satu saja sifat yang
penting. Pertama, dia mesti “gambar datar tertutup”, bukan gambar pada tempat
bertinggi rendah. Bukan terbuka, melainkan semua sisinya bertemu. Kedua, dia
mesti dibatasi oleh 4 garis lurus yang sama panjang, bukan 3 atau 5. Garisnya
lurus tak boleh bengkok, panjang garis itu sama pula. Ketiga, 4 sudutnya mesti
siku-siku. Satu pun dari ketiga sifat diatas tak boleh tertinggal. Kalau
tertinggal bukan square yang kita peroleh.
Memang
definsi sebisa-bisanya pendek, tapi mesti mengandung semua sifat penting.
Ad 2. Definisi itu tak boleh circular (berputar-putar).
Kesalahan
ini didapat kalau kita memakai perkataan lain yang bersamaan artinya. Contoh
dari Aristoteles. “Tumbuhan ialah benda hidup yang mempunyai jiwa vegetable”.
Sedangkan vegetable itu artinya tumbuhan juga. Jadi sebenarnya
definisi ini: “tumbuhan ialah barang hidup yang mempunyai jiwa tumbuhan”. Di
sini nyata, tumbuhan balik artinya pada tumbuhan. Setali tiga uang. Dengan
begitu kita tak mendapat kepastian penjelasan tentang tumbuhan. Demikianlah
kalau Mahatma Gandhi mendefinisikan bahwa “ahimsa itu soul force”,
kekuatan jiwa yang berdasar kasihan, seperti simpati, rohani. Apakah “kekuatan
jiwa itu”? Itulah yang perlu lagi dibuktikan dengan mengganti nama baru yang
mesti diterangkan pula, maka pekerjaan itu berputar-putar di sana saja, seperti
menghesta kain sarung. Begitulah seorang kenalan saya tak akan memberi
keterangan apa-apa, kalau definition itu dia jelaskan begini :
“Definition, ialah satu ketentuan yang pasti, yang ditentukan oleh
ketentuan yang tentu”. Disini dia pakai perkataan “ketentuan” dan “pasti”
berulang-ulang, artinya sama dengan definisi. Meskipun definisinya itu panjang,
dia tak memberi keterangan baru, karena keterangan yang diberikannya itu tak
berpangkal tak berujung.
Ad 3. Definisi itu mesti general atau umum.
Definisi
mesti bersifat umum, biasa, lebih dikenal dari para barang yang hendak
didefinisikan. Hewan lebih umum, lebih luas cakupannya daripada manusia. Sebab
ke dalam daerah hewan termasuk juga monyet, ular, ikan, dan bukan saja manusia.
Tetapi walaupun cakupannya lebih luas, pengertian umum itu sebisa-bisanya lebih
dikenal, jangan diketahui oleh kaum istimewa saja, kaum terpelajar saja
umpamanya. Contohnya definisi berikut ini. Walaupun betul, cuma diketahui oleh
sebagian kecil manusia saja. “Jam adalah sebuah kronometer untuk mengukur waktu
dengan jitu”. Cukuplah kalau dibilang “jam adalah perkakas buat mengukur
waktu”. Tak perlu kita pergi ke kapal, dimana orang pakai semacam jam istimewa
yang bernama kronometer untuk pekerjaan yang kurang dikenal khalayak! Kecuali kalau
tak ada cara alin daripada cara khusus itu tadi.
Ad 4. Definisi tak boleh memakai metafor, perumpamaan,
kata figuratif dan kata yang obscurate, gaib.
Kita
dengan definisi hendak memastikan, membuktikan dan menerangkan suatu barang.
Dengan memakai ibarat saja, penggambaran saja dan memakai perkataan gaib yang
tidak bisa dikenali panca indera, barang yang mau kita definisikan itu tak akan
bertambah nyata. Malah sebaliknya.
Demikianlah
kalau seorang penyair, tukang metafor yang tulen, mengumpamakan dirinya sebagai
“sepantun anak ikan yang di waktu pasang besar hanyutlah ia”. Dalam satu hal
dia memiliki persamaan dengan ikan. Ikan dihanyutkan oleh pasang dan si penyair
dihanyutkan oleh sengsara hidup, walaupun sengsara hidupnya itu seringkali cuma
didapat di ujung pena Parker-nya saja. Tapi lain dari itu tak banyak persamaan
anak ikan tadi dengan penyair kita. Kalau dalam mendefinisikan penyair kita
definisikan anak ikan sebagai gantinya, maka masuklah pula segala sifat anak
ikan yang tak ada pada si penyair. Umpamanya kepala si anak ikan selalu dingin,
kecuali kalau sudah masuk kuali. Sedangkan kepala si penyair belum tentu
dingin, adem selalu.
Begitu
juga dengan memakai gambaran atau memakai kata-kata gaib, barang yang akan
dipastikan tak akan bertambah pasti, malah sebaliknya bertambah gaib.
Demikianlah
kalau disajikan definisi tentang Rohani kepada pembaca yang terhormat: “Rohani
itu ialah satu kodrat, laksana Sang Garuda Rajawali yang mengedari bulan dan
matahari, dan menerbitkan bintang dan bumi yang bisa menjelma menjadi Kuman
Pasopati memasuki Pagar Jasmani”.
Ad 5. Definisi tak boleh memakai kalimat negatif (tak
ber-).
Kalau
kita definisikan orang miskin sebagai orang yang tak kaya, maka definisi itu
negatif. Tak bersifat yang nyata, yang positif. Bandingkanlah dengan definisi
ini : orang miskin ialah orang yang tak punya harta benda apa-apa. Kadang dalam
matematika sebuah definisi bersifat negatif, tapi ia sebenarnya positif.
Umpamanya: satu garis lurus itu tak mengubah tujuannya. Di sini kata “tak
mengubah” berarti “menetapkan”. Jadi definisi itu boleh diganti menjadi: satu
garis itu menetapkan tujuannya. Kadang-kadang tak ada akal lain kecuali
memberikan definisi yang negatif, umpamanya: gelap itu ialah tak terang.
Apabila
Gautama Budha disesakkan oleh muridnya dengan pertanyaan yang berhubungan
dengan sifat nirwana, rohani, atau jiwa, maka dia jawab: 1. Bukan ini. 2 Bukan
itu, 3. Bukan ini atau itu (either this or that ). 4. Bukan tak ini dan
tak itu (not neither this or that).
Barangkali
sebagai pusaka dari putera raja kapilawastu yang memang pandai sekali memakai
logika, walaupun berdasar mistika, maka di masyarakat Indonesia pun kita
berjumpa dengan “jawaban main tidak” itu dalam ilmu gaib.
IV.
Penutup.
Cukup
panjang uraian kita tentang definisi ini. Definisi itu kita anggap sebagai
wilayah sains, wilayah ilmu pengetahuan.
Tan Malaka mengatakan ; jika kita tak memiliki definisi, maka semua ilmu tinggal satu onggok bukti saja, seperti
seonggok pasir, tak ada pertalian masing-masing pasir.
Baru
kalau didefinisikan, yang berarti juga di-organisir, di-susun, di-genaralisir, maka
segala bukti yang teronggok tadi jadi sains. Onggokan pasir baru bersatu dan
kokoh, kalau diikat dengan semen.
Demikianlah
uraian yang berisi bahasan dan renungan
tentang definisi. Semoga bermanfaat.
*
The shepherd drives the wolf from the sheep's for which the sheep thanks
the shepherd as his liberator, while the wolf denounces him for the same act as
the destroyer of liberty. Plainly, the sheep and the wolf are not agreed upon a
definition of liberty.
Abraham Lincoln
*